Pengendalian Covid-19 akan sangat menentukan pemulihan sektor pariwisata. Wisatawan mancanegara merujuk penerapan protokol kesehatan dalam menentukan destinasi tujuan wisata.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pergerakan wisatawan internasional dinilai sangat dipengaruhi oleh keberhasilan pengendalian Covid-19. Tren jumlah kasus positif dan tingkat kematian akibat Covid-19 menentukan kebijakan pemerintah negara asal ataupun negara tujuan terkait mobilitas wisatawan.
Calon wisatawan akan melihat perkembangan kasus Covid-19 sebelum memutuskan berkunjung ke suatu negara. ”Kalau kasusnya masih naik terus, terutama di lokasi yang mau didatangi, wisatawan yang bersangkutan hampir dapat dipastikan tidak akan mau berkunjung,” kata Ketua Visit Wonderful Indonesia (Viwi) Board Hariyadi Sukamdani ketika dihubungi, Minggu (22/11/2020).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia secara kumulatif pada Januari-September 2020 mencapai 3,56 juta kunjungan. Angka ini turun 70,57 persen dibandingkan dengan periode sama tahun 2019 yang mencapai 12,10 juta kunjungan.
Selain penerapan protokol kesehatan, kata Hariyadi, wisatawan akan mempertimbangkan ketersediaan akses terhadap fasilitas kesehatan di destinasi wisata. Turki merupakan salah satu negara yang menangkap kecenderungan ini. Sejak membuka kembali pariwisata pada 12 Juni 2020, Turki menyiapkan rumah sakit khusus turis di destinasi utama pariwisata negara tersebut.
”Namun, beberapa hari lalu, kami menerima informasi dari agen perjalanan bahwa Turki memperketat lagi. Mungkin kasusnya naik,” kata Hariyadi.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua Umum Bidang Pariwisata Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Kosmian Pudjiadi. Keputusan wisatawan internasional untuk mulai bepergian tergantung kebijakan atau regulasi di negaranya dan negara tujuan.
Sejak membuka kembali pariwisata pada 12 Juni 2020, Turki menyiapkan rumah sakit khusus turis di destinasi utama pariwisata negara tersebut.
”(Kebijakan) ini tergantung tingkat penyebaran Covid-19. Jika kasus positif dan mortalitasnya masih tinggi, mereka tentu akan dilarang untuk pergi (dari negaranya) atau datang (ke negara tujuan),” ujar Kosmian.
Secara umum, ada dua kategori wisatawan, yakni yang bertujuan bisnis dan bertujuan rekreasi. Perjalanan untuk tujuan bisnis diperkirakan akan banyak berkurang karena lebih mengutamakan pertemuan secara virtual.
”Wisatawan dengan tujuan rekreasi, terutama dari kelompok umur 19-45 tahun, akan tetap bepergian sepanjang diperbolehkan oleh negara asalnya dan negara tujuan,” kata Kosmian.
Sebelumnya, analis kebijakan dan komunikasi industri penerbangan Kleopas, Danang Bintoroyakti, mengatakan, ada lima faktor penentu yang akan membangkitkan minat wisatawan internasional kembali bepergian di masa normal baru.
Kelima faktor itu mencakup penerapan protokol kesehatan di destinasi wisata, akomodasi yang aman dan nyaman, uji Covid-19 sebelum keberangkatan, peraturan karantina, dan implementasi protokol kesehatan selama penerbangan.
Kesimpulan itu didapatkan Danang dari survei independen yang dilakukannya mulai 22 Oktober-14 November 2020 dengan melibatkan 102 responden dari 28 negara. Di dalam survei tersebut, para responden juga diminta membayangkan apabila pemerintah negaranya telah menyetujui travel bubble (gelembung perjalanan) atau travel corridor (koridor perjalanan) dengan Indonesia.
”Sebanyak 54 persen responden menyatakan masih tidak yakin terbang ke Indonesia karena mereka harus mengetahui implementasi protokol kesehatan di Indonesia,” kata Danang yang di periode 2017-2018 bekerja di International Civil Aviation Organization (ICAO).
Sebanyak 26 persen responden menyatakan mau langsung mengunjungi Indonesia dan 20 persen menyatakan akan menunggu vaksin. Survei menunjukkan sebanyak 33 persen responden menyatakan akan pergi ke lebih dari satu destinasi apabila mereka sudah diizinkan terbang.