Menjaga Aroma dan Cita Rasa Kopi Indonesia
Aroma dan cita rasa kopi Indonesia membuat banyak orang jatuh cinta. Di Tanah Air, banyak pihak yang berupaya menjaga kopi melalui berbagai cara.
Cita rasa kopi mampu membius penggemarnya untuk terus setia mencecapnya. Keharuman dan sensasi rasa yang tercipta dari variasi paduan dan teknik peracikannya membuat kopi semakin dicintai.
Banyak pihak, sebagian besar berusia muda, terus berupaya menunjukkan kecintaan mereka terhadap kopi melalui berbagai cara.
Co-Founder and CEO CeriTech, Aldi Raharja, misalnya, menunjukkan bukti cintanya kepada kopi di tahapan pascapanen. Tahapan ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari rantai pasok kopi.
CeriTech adalah peranti solusi buatan asli anak Indonesia berbasis serba internet (internet of things/IoT) dan komputasi awan yang memantau proses fermentasi dan pengeringan pada tahap pascapanen kopi. CeriTech dapat memantau sejumlah variabel yang menurut beberapa penelitian ilmiah berpengaruh terhadap hasil akhir atau kualitas kopi. Variabel tersebut di antaranya derajat keasaman atau pH, temperatur, intensitas cahaya, dan kelembaban.
”Secara fundamental, kami ingin semua produsen dapat mereplikasi proses produksi yang sudah baik dengan parameter yang lebih terukur,” kata Aldi dalam Dialog Kopi ”Kulak Kulik Nikmatnya Bisnis Kopi”, Sabtu (21/11/2020).
Dialog tersebut merupakan kegiatan bersama Bank Indonesia dengan Specialty Coffee Association of Indonesia (SCAI). Acara ini merupakan bagian dari kegiatan Karya Kreatif Indonesia (KKI) virtual seri ke-3.
Aldi berkisah, CeriTech diawali ide sederhana yang berangkat dari pembicaraan dengan para pemroses kopi. Selama ini, mereka terbiasa menakar tingkat kecukupan proses fermentasi hanya berdasarkan waktu atau fenomena fisik. Fenomena fisik, misalnya, adalah tampilan yang agak kesat.
Di titik ini, CeriTech mencoba hadir sebagai solusi dalam memonitor fermentasi kopi secara lebih terukur. Upaya ini pada akhirnya bermuara pada mutu kopi.
Baca juga: Nestapa Kopi Nusantara
Sementara itu, Yessylia Violin mewujudkan kecintaan kepada kopi lewat kiprahnya sebagai barista. Berbagai ajang kompetisi pernah diikutinya dalam berkecimpung di dunia kopi. Menurut dia, melalui partisipasi, apalagi ketika menang, dalam suatu kompetisi, dapat membantu mengenalkan kopi Indonesia ke luar negeri.
Dia mencontohkan, sewaktu mengikuti kompetisi di Belo Horizonte, Brasil, ia bertemu dengan peserta yang berasal dari 50 negara lebih.
”Koneksinya besar. Saya bisa melihat pandangan global orang-orang tentang kopi Indonesia. Mereka melihat Indonesia sebagai negara kopi,” ujar Yessylia.
Melalui partisipasi, apalagi ketika menang, dalam suatu kompetisi, dapat membantu mengenalkan kopi Indonesia ke luar negeri.
Kualitas kopi
Yessylia menuturkan, di dunia barista dikenal frasa efek kupu-kupu. Ada pengaruh dari setiap perubahan yang terjadi dalam metamorfosis, mulai dari ulat, kepompong, hingga menjadi kupu-kupu.
Frasa ini merujuk pada efek beruntun dari setiap tahapan yang dilalui kopi, mulai dari saat kopi ada di kebun hingga terhidang di cangkir. Perubahan di sebuah tahapan dipastikan memengaruhi rasa kopi.
”Hal yang diubah saat pascapanen atau penyangraian, misalnya, akan sangat berpengaruh pada rasa kopi,” kata Yessylia.
Penghargaan terhadap cita rasa kopi dan keinginan mendukung para petani menjadi itikad SCAI. Kopi yang ditanam di berbagai pulau dan diolah melalui proses bervariasi memiliki cita rasa khas masing-masing. Kekayaan ini memengaruhi tingkat kemahalan kopi Indonesia.
”Di dalam kopi Indonesia terkandung nilai kerja petani kopi. Kopi Indonesia pun memiliki cita rasa yang tidak dimiliki kopi dari luar negeri,” ujar Ketua SCAI Syafrudin.
Di dalam kopi Indonesia terkandung nilai kerja petani kopi.
Deputi Gubernur BI Doni P Joewono mengingatkan arti penting perhatian di sisi produksi terkait kinerja ekspor dan impor kopi Indonesia. Apalagi, Indonesia baru memenuhi sekitar 4 persen dari kebutuhan kopi dunia. Pemenuhan kebutuhan kopi dari dalam negeri juga mesti diupayakan untuk mengikuti tren konsumsi kopi di Indonesia.
Merujuk data Organisasi Kopi Internasional (ICO), konsumsi kopi Indonesia pada periode 2019/2020 sebanyak 4,8 juta kantong (yang masing-masing berukuran 60 kilogram). Konsumsi ini meningkat dibandingkan dengan periode 2016/2017, yakni 4,65 juta kantong.
Adapun menurut data Badan Pusat Statistik, impor kopi dan substitusi kopi secara kumulatif pada Januari-Agustus 2020 sebanyak 24.640,25 ton senilai 85,417 juta dollar AS. Adapun ekspor kopi sebanyak 220.713,94 ton dengan nilai 479,31 juta dollar AS.
Baca juga: Stok Menumpuk, Harga Kopi di Tingkat Petani Turun
Perihal sumbangan komoditas kopi terhadap devisa Indonesia, Kementerian Perindustrian mencatat, ekspor produk kopi olahan menyumbang 610,89 juta dollar AS pada 2019. Nilai itu meningkat 5,33 persen dibandingkan dengan 2018. Ekspor produk kopi olahan tersebut didominasi produk berbasis kopi instan, ekstrak, essence, dan konsentrat kopi.
Peningkatan ekspor kopi, terutama produk olahan yang lebih bernilai tambah daripada komoditas mentah, merupakan tantangan yang dihadapi Indonesia. Tahun ini, tantangan itu kian terasa di tengah tekanan perdagangan global akibat pandemi Covid-19.
Peningkatan ekspor kopi, terutama produk olahan yang lebih bernilai tambah daripada komoditas mentah, merupakan tantangan yang dihadapi Indonesia.
Berbagai langkah yang dilakukan banyak pihak untuk memajukan kopi Indonesia jangan sampai surut. Cinta terhadap kopi tak akan pernah berhenti, bahkan semakin besar. Sentuhan cinta itu bisa terwujud melalui teknologi dan kreativitas.