Suplai dan harga properti mulai meningkat pada triwulan III-2020 dan dinilai mengirim sinyal pemulihan pasar perumahan nasional. Para pengembang berharap penurunan suku bunga acuan dapat mendorong permintaan rumah.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pergerakan properti residensial mulai meningkat, terutama didorong penjualan rumah tapak. Tren peningkatan harga properti yang diikuti suplai diprediksi akan berlanjut dan memberi sinyal positif bagi pemulihan pasar perumahan.
Berdasarkan survei harga properti residensial Bank Indonesia, harga properti residensial tumbuh terbatas pada triwulan III (Juli-September) 2020 dan diperkirakan berlanjut hingga akhir tahun 2020. Kenaikan harga itu tecermin dari Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) triwulan III-2020 sebesar 1,51 persen secara tahunan (y-o-y). Pada triwulan IV-2020, IHPR diperkirakan masih tumbuh sekitar 1,29 persen (yoy).
Secara triwulanan, IHPR tumbuh 0,42 persen, tetapi masih lebih rendah 0,5 persen dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun lalu. Kenaikan harga properti yang berkaitan dengan hunian (residensial) secara triwulanan terutama pada tipe rumah kecil dan menengah. Sementara IHPR rumah tipe besar secara triwulanan tumbuh melambat.
Direktur, Kepala Riset dan Konsultan Savills Indonesia Anton Sitorus menilai, penjualan properti residensial mulai bergerak, terutama rumah tapak dengan rentang harga di bawah Rp 1,5 miliar per unit. Beberapa proyek yang diluncurkan pengembang besar dengan segmen pasar tersebut dinilai memiliki tingkat serapan besar sejalan dengan kebutuhan hunian.
”Di tengah kondisi pandemi Covid-19, kebutuhan rumah masih tinggi dan pasar perumahan yang berkembang adalah rumah hunian untuk end user (pengguna),” katanya, Jumat (20/11/2020).
Sejalan dengan kebutuhan rumah tinggal, semakin banyak pengembang mendorong proyek rumah tapak yang lebih terjangkau untuk segmen pasar menengah ke bawah. Lokasi proyek itu bergeser di pinggiran Jakarta, seperti Bogor, Maja, Karawang, dan Cikarang.
Sebagian pengembang memanfaatkan kedekatan dengan jalur akses transportasi. Sebaliknya, pemasaran apartemen cenderung melambat karena investor masih menahan diri dan risiko investasi proyek lebih besar.
Menurut Country Manager Rumah.com Marine Novita, pertumbuhan pasar turut mendorong tren kenaikan harga properti. Tren kenaikan harga properti tecermin dari hasil analisis Rumah.com terhadap 400.000 properti di seluruh Indonesia yang dijual dan disewa melalui laman tersebut. Rumah.com Indonesia Property Market Index (RIPMI) Q4 2020 menunjukkan, indeks harga properti pada triwulan III-2020 tercatat 111,2 atau naik 0,5 persen dibandingkan dengan triwulan II (April-Juni) 2020.
Kenaikan harga pada triwulan III-2020 menjadi titik balik yang memperlihatkan tanda-tanda pemulihan industri properti nasional. Di sisi lain, terjadi tren peningkatan suplai properti. Suplai properti yang menurun pada triwulan I (Januari-Maret) 2020 secara bertahap kembali meningkat pada triwulan kedua dan ketiga tahun ini.
”Kenaikan harga properti pada triwulan III-2020 mengindikasikan mulai pulihnya optimisme pelaku industri properti dari sisi suplai. Kenaikan dari sisi harga ini menunjukan tanda-tanda pemulihan industri properti nasional,” kata Marine dalam keterangan tertulis.
Berdasarkan Rumah.com Indonesia Property Market Index-Harga (RIPMI-H), kenaikan harga properti berlangsung di sejumlah wilayah, seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Peningkatan indeks harga tertinggi terjadi di Jawa Barat, yakni 3,24 persen secara triwulanan, disusul Jawa Tengah 2,6 persen dan Jakarta 1,2 persen dibandingkan dengan triwulan II-2020.
Peningkatan indeks harga properti itu didorong oleh indeks harga rumah tapak, yakni 116,1 atau meningkat 1 persen dibandingkan dengan triwulan sebelumnya atau tumbuh 1,13 persen secara tahunan. Sebaliknya, indeks harga apartemen cenderung turun, yakni pada angka 112,8 atau turun -1,05 persen (Q-to-Q) dan -1,4 persen secara tahunan.
Peningkatan juga terjadi di sisi suplai. Rumah.com Indonesia Property Market Index-Suplai (RIPMI-S) terdata 144,7 atau meningkat 8,3 persen dari triwulan sebelumnya, serta naik 24,9 persen secara tahunan. Suplai properti residensial terbesar ialah DKI Jakarta, yakni 32 persen dari total suplai nasional. Sementara itu, Jawa Barat menyumbang 28 persen, diikuti Banten (17 persen), dan Jawa Timur (14 persen).
Kendala KPR
Marine menambahkan, pihaknya mengapresiasi langkah Bank Indonesia (BI) untuk kembali menurunkan suku bunga BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin menjadi 3,75 persen. Keputusan ini dinilai telah mempertimbangkan inflasi yang lemah, stabilitas eksternal yang tetap terjaga, serta langkah mendukung pemulihan ekonomi.
Meski demikian, suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit pemilikan apartemen (KPA) masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga acuan BI.
Sejak Januari 2019 hingga Agustus 2020, rata-rata suku bunga KPR dan KPA sebesar 8,75 persen, sementara rata-rata suku bunga BI7DRR 5,15 persen.
Pergerakan suku bunga KPR dan KPA dinilai belum sedinamis BI7DRR. Jika suku bunga acuan BI sudah turun 33 persen sejak awal tahun 2019 hingga Agustus 2020, suku bunga KPR dan KPA hanya turun sekitar 7 persen.
”Dengan diturunkannya suku bunga acuan jadi 3,75 persen dan suku bunga lending facility (penempatan dana rupiah) jadi 4,5 persen, kami berharap kalangan perbankan mampu merangsang minat masyarakat untuk membeli rumah lewat program KPR dengan suku bunga yang menarik mengikuti penurunan suku bunga acuan BI,” kata Marine.