Pemerintah Targetkan Substitusi Impor Industri Pangan
Sebanyak 62 persen dari kebutuhan bahan baku industri makanan dan minuman masih berasal dari impor. Ke depan, targetnya 60 persen bahan baku bisa dipenuhi dari dalam negeri.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mayoritas bahan baku industri makanan-minuman di dalam negeri merupakan hasil importasi karena para pelaku industri tidak terhubung secara optimal dengan pertanian di hulu. Pemerintah menyatakan bakal fokus untuk mengganti bahan baku impor dengan produksi dalam negeri.
Kementerian Perindustrian mendata, sebanyak 62 persen dari kebutuhan bahan baku industri makanan dan minuman di Indonesia berasal dari luar negeri. ”Ke depan, targetnya 60 persen bahan baku berasal dari dalam negeri,” kata Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Abdul Rochim saat memberikan pidato kunci Jakarta Food Security Summit ke-5 yang digelar Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Kamis (19/11/2020).
Dominasi bahan baku impor di industri makanan-minuman tampak dari subsektor hortikultura. Berdasarkan hasil survei Kementerian Perindustrian yang melibatkan 44 perusahan berbasis buah dan sayuran, sebanyak 90 persen kebutuhan bahan baku berupa konsentrat berasal dari impor.
Salah satu faktor industri makanan-minuman belum menggunakan bahan baku dari dalam negeri karena tidak terhubung secara optimal dengan produsen di hulu pertanian sehingga tidak memberikan jaminan pasokan. Oleh sebab itu, Rochim menggarisbawahi, Kementerian Perindustrian menggandeng kementerian teknis, seperti Kementerian Pertanian serta Kementerian Kelautan dan Perikanan, untuk menekan impor bahan baku.
Upaya menggeser dominasi sumber bahan baku itu sejalan dengan target substitusi impor 35 persen pada 2022. Adapun substitusi ini akan difokuskan pada empat subindustri, yakni pengolahan susu, pengolahan buah, gula berbasis tebu, dan pemurni jagung.
Menurut dia, pengendalian impor berdampak pada optimalisasi peran industri makanan-minuman dalam memulihkan perekonomian nasional. Data Badan Pusat Statistik menyebutkan, industri makanan-minuman pada triwulan-III 2020 tumbuh 0,66 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
Ketua Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) sekaligus Wakil Menteri Perdagangan periode 2011-2014 Bayu Krisnamurthi menyatakan, penggeseran komposisi sumber bahan baku industri makanan-minuman mesti memperhatikan daya saing produk akhir. Utamanya, produk-produk yang sudah menjadi andalan ekspor.
Di sisi lain, bahan baku industri dari dalam negeri semestinya lebih efisien biaya transportasi dan logistiknya. Dia menilai, penting untuk membangun daya saing dari tiap komponen pada ekosistem industri di dalam negeri.
Kedua aspek itu dapat menyaring produk-produk makanan-minuman yang bahan bakunya diganti sumbernya. ”Dalam hal ini, pemerintah mesti memilih dan fokus pada hasil seleksi itu,” katanya dalam diskusi panel di forum yang sama.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjaja Kamdani menilai, pemerintah perlu memetakan setiap mata rantai produksi per subindustri pangan dan pertanian.
Industri yang sudah bersaing di pasar global mesti didahulukan kepentingan rantai pasoknya sehingga tak perlu dipaksakan menyerap bahan baku dalam negeri.
Dari pemetaan yang sama, pemerintah meninjau ragam bahan baku yang dapat diproduksi di dalam negeri, tetapi kalah saing dengan impor. Tinjauan tersebut harus disikapi dengan evaluasi terhadap hambatan daya saingnya, baik yang bersifat regulasi maupun bukan.
Selain itu, intel pasar di negara-negara sumber impor mesti lebih aktif mendalami kecenderungan adanya praktik perdagangan internasional yang tidak sehat, seperti subsidi dan dumping.
”Jika terdapat temuan tersebut, pemerintah harus berani mengambil tindakan tegas serta secara paralel membantu industri dalam negeri meningkatkan daya saingnya,” ujarnya saat dihubungi.