Dengan masih diterapkannya pembatasan sosial selama pandemi, penjualan daring tidak bisa dihindari. Untuk menarik pasar daring, pengelola kafe pun perlu berstrategi.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
Kafe sejatinya mengandalkan tempat usaha fisik untuk mengundang pelanggan dengan sajian kopi dan makanan ringan. Namun, dengan masih diterapkannya pembatasan sosial selama pandemi, penjualan online atau dalam jaringan tidak bisa dihindari.
Untuk menarik pasar daring, pengelola kafe pun perlu berstrategi. Hal itu disadari pengelola salah satu usaha kafe, Titik Temu Coffee, yang memiliki kafe fisik atau luar jaringan (offline) di Jakarta dan Bali.
Tidak hanya mengandalkan berbagai saluran penjualan daring, ekspansi lokasi penjualan hingga diversifikasi produk juga penting untuk membangun pasar daring. Hal itu diungkapkan CEO Titik Temu Coffee Diatce G Harahap kepada Kompas, Kamis (19/11/2020).
Ia mengatakan, penjualan daring melalui berbagai saluran, seperti media sosial, aplikasi pesan, dan layanan pengantaran makanan (food delivery), selama ini telah mereka manfaatkan. Namun, pandemi mendorong mereka memperluas pasar daring dengan membuka toko baru yang melayani penjualan daring.
”Karena bisnis online dan offline ini kan berbeda, termasuk menu-menunya,” ujar Diatce. Toko fisik khusus penjualan daring itu disebutnya akan menjual menu kopi dan makanan yang kuat secara rasa dan tampilan.
Selain itu, toko baru yang menurut rencana akan dibuka bulan depan disebutnya akan menempati lokasi yang strategis untuk dijangkau pelanggannya di Jakarta. Pemilihan tempat tersebut juga memperhitungkan keekonomisan biaya jasa pengantaran.
”Penjualan daring ini sangat sensitif harga. Makanya, kami cari jalan agar harga ongkos kirim lebih murah agar terjangkau dan cepat,” jelas Diatce.
Pengelola kafe lain, seperti Coffeedential, di kawasan Palmerah Selatan, Jakarta Pusat, Sule, mengakui, lokasi memengaruhi penjualan daring. Kendati berada di sekitar perkantoran, kafe yang baru berdiri lebih dari setahun itu masih perlu berjuang untuk meningkatkan pasar daring.
”Penjualan daring kami masih sulit naik, bahkan dibanding sebelum pandemi. Kami masih sepenuhnya mengandalkan pelanggan yang membeli langsung ke kafe kami,” tuturnya.
Selain lokasi, menu jualan yang masih terbatas serta branding usaha yang masih baru juga disebut menjadi tantangan untuk menaikkan penjualan secara daring, yang masih di angka 10 persen dari keseluruhan penjualan. Penjualan mereka saat ini juga masih berfokus pada menu kopi dan minuman lainnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo) Eddy Sutanto mengatakan, pandemi secara tidak langsung akan menyeleksi usaha, baik restoran maupun kafe. Tantangan yang dihadapi pelaku usaha pun perlu dipecahkan dengan inovasi.
”Bisnis makanan dan minuman memang tak akan ada habisnya. Namun, memang dalam mempertahankan usaha ada proses-prosesnya, membangun brand dan pasar, baik dengan konsepnya, produk yang dijual, lokasinya, belum lagi soal selera,” tuturnya kepada Kompas.
Berdasarkan pengamatan dan laporan dari anggota Apkrindo, pemilik usaha restoran dan kafe yang telah memiliki nama dan pasar luas lebih memiliki kemampuan bertahan selama pandemi.
Di sisi lain, pandemi mendorong pelaku usaha mentransformasi strategi pemasaran dan penjualan usaha restoran dan kafe ke arah digital.
”Jadi, memang pelaku usaha sekarang tak bisa mengandalkan metode konvensional, tetapi harus bermain dengan digital agar bisa menjangkau pelanggan yang lebih jauh,” ujar Eddy.
Salah satu imbas dari transformasi ini, menurut dia, adalah peningkatan tren metode pengiriman makanan (food delivery). Sebelum pandemi terjadi, metode pengiriman makanan secara daring sebenarnya juga telah diproyeksikan terus berkembang.
Laporan Research and Markets pada awal 2020 terkait pasar global pengantaran makanan secara daring memprediksi pasar tersebut akan mengalami pertumbuhan rata-rata 15,8 persen per tahun selama 2019-2025.
Membaik
Secara umum, pelonggaran pembatasan sosial dalam rangka menekan penyebaran pandemi di banyak daerah telah membantu memulihkan kegiatan usaha, karena bagaimanapun usaha restoran dan kafe masih mengandalkan kunjungan langsung dari pelanggan.
”Sekarang sudah lumayan membaik walaupun belum seperti sebelum pandemi. Harus tunggu tidak ada (lagi keparahan penyebaran) virus supaya (usaha) normal lagi,” katanya.
Untuk memulihkan usaha, sebagian pelaku usaha dan restoran saat ini juga disebut masih membutuhkan bantuan usaha, seperti penangguhan atau keringanan pajak daerah dan restrukturisasi kredit perbankan.