Pemahaman Masyarakat dan Teknologi Cegah Kejahatan Siber
Penggunaan teknologi keamanan terus dikembangkan penyedia platform digital untuk memaksimalkan perlindungan.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Maraknya kejahatan siber semakin menghantui penyedia dan pengguna platform digital, tidak terkecuali pada layanan transportasi dalam jaringan yang pasarnya cukup besar di Indonesia. Untuk itu, penggunaan teknologi keamanan terus dikembangkan guna memaksimalkan perlindungan.
Berdasarkan data, serangan pencurian data melalui penipuan atau phishing secara global meningkat 600 persen pada tahun berjalan 2020 dibandingkan dengan tahun 2019. Di platform media sosial Facebook saja, ada sebanyak 4,5 juta aksi phishing dalam rentang waktu April sampai September 2020.
Perusahaan penyedia layanan transportasi dalam jaringan (daring), seperti Grab, juga tidak kebal dari risiko kejahatan siber seperti itu.
”Penipu memanfaatkan kampanye sosial media dan situs canggih untuk mengelabui pengguna agar menyerahkan kode OTP (one time password),” kata Head of Technology, Integrity Group, Transport, and Patents Office Grab Wui Ngiap Foo, dalam virtual media briefing, Rabu (18/11/2020).
Untuk menangkal aksi tersebut dan bentuk kejahatan siber lainnya, Grab menyiapkan empat pendekatan khusus untuk memperkuat keamanan digital. Pertama, meningkatkan kesadaran pengguna mengenai penipuan phishing dan cara-cara meningkatkan keamanan akun.
Kedua, meningkatkan keamanan pembayaran dengan metode otentikasi canggih, seperti menggunakan sidik jari (fingerprint), identifikasi wajah (facial recognition), atau verifikasi identitas berganda atau two factor authentication (2FA).
”Grab adalah platform berbagi tumpangan yang pertama kali memperkenalkan verifikasi dengan swafoto untuk pengguna. Metode ini terbukti mencegah kriminal dan penjual narkoba menyalahgunakan Grab untuk layanan ilegal. Di sisi lain, Grab akan melindungi data personal pengguna,” tuturnya.
Ketiga, menggunakan mesin pembelajar untuk mendeteksi anomali aksi pengguna yang mencurigakan. Terakhir, Grab juga bekerja sama dengan pemerintah dan penegak hukum terkait untuk mengadvokasi dan ikut membentuk regulasi dan hukum yang lebih ketat.
Survei kantor jasa konsultan PricewaterhouseCooper (PwC) pada 2020 melaporkan, penipuan oleh pengguna platform digital berada di posisi teratas dalam daftar semua kejahatan, mencapai 35 persen, meningkat dari 29 persen pada 2018. Survei berjudul ”Global Economic Crime and Fraud Survey” itu mengkaji lebih dari 5.000 responden di 99 negara.
Secara global, semua daerah mengalami penipuan oleh pengguna dalam dua tahun terakhir. Peningkatan terbesar dialami oleh Timur Tengah (47 persen meningkat dari 36 persen) dan Amerika Utara (41 persen meningkat dari 32 persen).
”Pelaku usaha melaporkan penipuan oleh pengguna dan kejahatan siber merupakan yang paling disruptif dari semua kejahatan,” kata Kristin Rivera, Forensics Leader PwC Global.
Meskipun demikian, penipuan juga merupakan salah satu jenis kejahatan yang terbukti dapat dicegah dengan efektif melalui pemanfaatan sumber daya khusus, proses yang baik, dan teknologi.
Paul van der Aa, Forensics Consulting Advisor PwC Indonesia, menambahkan, kini sudah ada pemahaman yang lebih di masyarakat dan pelaku bisnis mengenai apa itu penipuan dan di mana penipuan itu terjadi.
”Namun, terlepas dari kemajuan dalam pemahaman dan mitigasi, faktanya sekitar setengah dari responden (Indonesia dan global) mengatakan, mereka belum atau tidak tahu apakah mereka telah mengalami penipuan dalam dua tahun terakhir. Ini menunjukkan blind spot (titik buta) masih ada,” katanya.