Penguatan Kelembagaan Petani Garam untuk Gairahkan Produksi
Persoalan klasik yang terus mendera petani garam di Jatim membuat mereka enggan berproduksi. Salah satu strategi untuk menggairahkan kembali produktivitas ditempuh dengan penguatan kelembagaan ekonomi berbasis koperasi.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Persoalan klasik yang terus-menerus mendera petani garam di sentra produksi garam nasional di Jawa Timur membuat mereka enggan berproduksi. Salah satu strategi untuk menggairahkan kembali produktivitas ditempuh dengan penguatan kelembagaan ekonomi berbasis koperasi.
Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jatim, target produksi garam rakyat hingga akhir tahun ini sebesar 1,353 juta ton dengan rincian sebanyak 311.329 ton garam konsumsi dan 1,042 ton garam industri. Target produksi itu meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
”Namun, hingga Oktober ini realisasi produksi garam di Jatim hanya 152.989 ton atau sekitar 11 persennya. Itu pun barangnya digeletakkan sembarangan di pinggir-pinggir jalan,” ujar Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Jatim Gunawan Shaleh, di sela acara pertemuan para pelaku usaha garam di Surabaya, Rabu (8/11/2020).
Produksi garam tahun ini sebenarnya ditargetkan naik dibandingkan dengan realisasi produksi tahun lalu sebanyak 1,1 juta ton. Garam rakyat ini diproduksi di sentra-sentra yang tersebar di 13 kabupaten dengan total luas lahan 5,9 juta hektar (ha). Jumlah petaninya mencapai 7.328 orang yang tergabung dalam 738 kelompok tani garam.
Dari 13 kabupaten yang menjadi sentra produksi, luas lahan garam terbesar terdapat di Pulau Madura, meliputi Kabupaten Pamekasan, Sampang, Sumenep, dan Bangkalan. Total luas lahan garam di empat kabupaten ini 5,8 juta hektar dengan jumlah petani atau petambak mencapai 5.681 orang.
Berdasarkan produktivitas tahun sebelumnya dan musim kemarau yang cukup panjang di tahun ini, sebenarnya produksi bisa digenjot lebih besar, bahkan sesuai target. Persoalannya, petani garam tak bergairah menggarap lahannya karena harga jual yang jatuh, yakni hanya Rp 250 per kg.
Selain itu, masih ada stok hasil produksi tahun lalu yang tidak terserap oleh pasar sebanyak 288.000 ton. Stok itu memenuhi gudang-gudang garam milik petani. Adapun masih banyaknya stok produksi tahun lalu disebabkan oleh rendahnya daya serap pasar, terutama untuk garam industri.
Pandemi Covid-19 juga telah memukul kinerja sejumlah industri yang memerlukan garam sebagai bahan bakunya. Faktor lain yang memengaruhi rendahnya serapan garam rakyat karena kualitasnya yang rendah dan kadar garam atau salinitasnya yang dinilai belum mampu memenuhi standar garam industri.
Untuk menggairahkan kembali minat petani garam, dilakukan penandatanganan nota kesepahaman terkait kerja sama antara Himpunan Masyarakat Petambak Garam (HMPG) Jatim dan Dewan Koperasi Indonesia Pimpinan Wilayah (Dekopinwil) Jatim. Tujuannya menguatkan kelembagaan ekonomi masyarakat pesisir atau petambak garam berbasis koperasi.
”Selain dengan Dekopin, DKP Jatim juga akan menggandeng Dinas Koperasi dan UMKM Jatim dalam pembentukan koperasi petani garam ini,” kata Gunawan.
Ketua Dekopinwil Jatim Slamet Sutanto mengatakan, pihaknya akan memetakan potensi koperasi petani garam di 13 kabupaten dan kota yang menjadi sentra produksi. Selain itu, pihaknya akan menggali permasalahan-permasalahan di lapangan untuk merumuskan bentuk koperasi yang paling tepat.
”Karena pembentukan koperasi ini bukan untuk mencari solusi pada masalah produksi saja. Koperasi bisa menyediakan jasa konsultan untuk membantu petani dan menjembatani akses pemasaran dengan dunia industri,” ucap Slamet.
Ketua HMPG Jatim Muhammad Hasan mengatakan, pihaknya menyambut baik pembentukan koperasi tersebut agar petani garam memiliki akses permodalan, akses pasar, serta mendapat pendampingan untuk meningkatkan kualitas produksi supaya produk mereka bisa diterima dunia industri.
Pembentukan koperasi tersebut agar petani garam memiliki akses permodalan, akses pasar, serta mendapat pendampingan untuk meningkatkan kualitas produksi.
Selain penguatan kelembagaan, yang perlu dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah adalah memperkuat pengendalian dan pengawasan sistem atau tata niaga garam dalam kerangka mencapai swasembada garam nasional. Selain mengatasi harga garam yang anjlok, pekerjaan rumah lainnya adalah mendorong komitmen penyerapan garam rakyat oleh industri.
Direktur Jasa Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Miftahul Huda mengatakan, stok garam rakyat saat ini masih tinggi, yakni sekitar 700.000 ton. Stok yang tinggi ini terjadi karena tahun lalu ada impor garam dalam jumlah besar, sementara permintaan garam dari kalangan pelaku industri turun karena dampak pandemi Covid-19.
Untuk mendorong serapan garam rakyat oleh dunia industri, pihaknya berupaya meningkatkan kualitas produk. KKP telah mengintervensi petambak garam dengan menyalurkan bantuan washing plant atau mesin untuk memproduksi garam dengan standar industri, yakni memiliki kandungan NaCl sebesar 97 persen.
Mesin berkapasitas 7.000 ton per tahun ini diharapkan bisa dikelola oleh koperasi petani garam. Adapun di Jatim, ada tiga lokasi penyaluran bantuan mesin, yakni di Pasuruan, Gresik, dan Sampang. Saat ini, masih proses pembangunan gedung untuk pabrik pengolah garam rakyat dan ditargetkan pada akhir Desember nanti sudah beroperasi.
”Dengan adanya mesin itu, garam yang harganya Rp 425-Rp 500 per kg atau KW 1, diharapkan harganya naik menjadi Rp 2.500 per kg atau setara dengan harga garam kualitas industri. Hal ini akan menjadi awal hilirisasi produksi garam rakyat,” kata Huda.