Pemerintah Masih Menginvestigasi Temuan Virus Korona Baru pada Produk Ikan
Temuan virus Covid-19 pada produk perikanan yang diekspor ke China kembali terjadi. Pengawasan perlu ditingkatkan dari hulu ke hilir, mulai dari proses produksi, pengolahan, hingga logistik.
Oleh
bm lukita grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah RI masih menginvestigasi PT ALI terkait temuan virus korona baru atau SARS-CoV-2 pada produk ikan bawal yang diekspor ke China. Sebelumnya, temuan kasus virus korona ini ditemukan pada kemasan produk perikanan PT PI yang juga dikirim ke China.
Investigasi dilakukan menyusul temuan Otoritas Bea dan Cukai China (GACC). GACC mendeteksi kontaminasi virus penyebab Covid-19 pada produk ikan bawal asal Indonesia. Produk itu dikirim PT ALI yang berdomisili di Jawa Timur. Terkait temuan itu, China menangguhkan impor produk perikanan dari perusahaan selama tujuh hari.
Kepala Pusat Pengendalian Mutu Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (BKIPM-KKP) Widodo Sumiyanto, Selasa (17/11/2020), mengatakan, BKIPM mendapat informasi terkait temuan GACC itu pada 8 November 2020 dan disampaikan GACC pada 10 November. Produk itu dikirim dalam satu kontainer berisi 26,2 ton ikan oleh PT ALI pada 12 September 2020.
Pengiriman produk itu ditangguhkan sementara selama tujuh hari sehingga pada 18 November 2020 seharusnya perusahaan sudah diperbolehkan mengirim kembali produk perikanan ke China. ”Namun, kami masih menunda ekspor yang dilakukan perusahaan hingga audit selesai. Penangguhan ekspor dilakukan sampai akar persoalan selesai,” ujarnya di Jakarta.
Kami masih menunda ekspor yang dilakukan perusahaan hingga audit selesai. Penangguhan ekspor dilakukan sampai akar persoalan selesai.
Sebelumnya, pada September 2020, China juga mendeteksi temuan virus korona baru pada kemasan luar produk ikan layur beku yang dikirim PT PI yang berdomisili di Sumatera Utara. China juga menghentikan sementara impor produk perikanan perusahaan itu sejak 18 September 2020 (Kompas, 20/9/2020). PT PI mengirim 18 kontainer ikan dari Belawan pada 29 Juli dan 5 Agustus. Saat ini, PT PI sudah kembali mengekspor produk perikanan ke China.
China merupakan negara terbesar kedua untuk tujuan ekspor perikanan Indonesia. Pada Januari-Agustus tercatat 664 perusahaan yang mengekspor produk perikanan ke China. Dalam perjanjian kerja sama KKP dengan GACC, unit pengolahan ikan yang telah memperbaiki hal-hal dalam protokol yang dilanggar dapat kembali mengekspor produk ke China.
Menurut Widodo, BKIPM telah berupaya meningkatkan kewaspadaan selama pandemi Covid-19 dengan pengujian sampel produk perikanan. BKIPM juga telah menanyakan metode pengujian sampel yang dilakukan otoritas China.
”Kami akan tanyakan metode ujinya. Kami lakukan uji sampel dan tidak menemukan (deteksi virus korona baru), tetapi China lakukan uji sampel dan menemukan. Maka, kami akan samakan metode ujinya,” katanya.
Kepala BKIPM-KKP Rina menuturkan, dalam menginvestigasi PT ALI, BKIPM juga berkoordinasi dengan GACC dan atase perdagangan di Beijing. Selama investigasi berlangsung, BKIPM menghentikan sementara layanan sertifikasi kesehatan (HC) untuk ekspor bagi PT ALI.
”Kami sudah periksa sampel-sampelnya. Kami juga pantau sejauh mana penerapan protokol kesehatan terhadap pegawai perusahaan,” ujarnya.
Rina menegaskan, keamanan pangan menjadi syarat mutlak negara tujuan ekspor. Industri perikanan di Indonesia telah berkomitmen mematuhi standar keamanan pangan yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan protokol kesehatan pada masa pandemi Covid-19.
”Kasus temuan virus korona baru pada kemasan dan produk ikan menuntut pelaksanaan protokol kesehatan dan rantai pengawasan yang semakin ketat dari hulu ke hilir, meliputi proses produksi, pengolahan, distribusi, hingga logistik,” kata Rina.
Kasus temuan virus korona baru pada kemasan dan produk ikan menuntut pelaksanaan protokol kesehatan dan rantai pengawasan yang semakin ketat dari hulu ke hilir, meliputi proses produksi, pengolahan, distribusi, hingga logistik.
Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Kelautan dan Perikanan KKP Artati Widiarti mengemukakan, peningkatan pemasaran produk perikanan di pasar global menjadi penting dengan pemenuhan standar yang dipersyaratkan. Harmonisasi standar nasional Indonesia untuk produk perikanan dengan standar internasional Codex akan memperlancar perdagangan dan mendorong industri perikanan untuk memenuhi produk yang memenuhi spesifikasi pasar.
Saat ini, SNI produk perikanan sejumlah 169 SNI, dan 57 SNI produk perikanan nonpangan. SNI dinilai menjadi garda terdepan untuk melindungi produk perikanan dalam negeri dan melindungi produk di pasar global.
”Kebutuhan konsumen ikan akan produk perikanan terus meningkat dan perdagangan internasional juga meningkat. Peran SNI yang sudah sesuai standar internasional menjadi penting. Industri pengolahan ikan, skala besar maupun kecil, dituntut memenuhi (standar) ini,” ujarnya dalam seminar daring ”Harmonisasi Standar Codex di Unit Pengolahan Ikan”.