Bea Cukai Sidoarjo tindak tegas pemilik pabrik penghasil jutaan batang rokok ilegal yang memiliki jaringan pemasaran hingga Pulau Sumatera dan memusnahkan 7,7 juta batang rokok dari hasil 30 kali penindakan.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Bea Cukai Sidoarjo tindak tegas pemilik pabrik penghasil jutaan batang rokok ilegal yang memiliki jaringan pemasaran hingga Pulau Sumatera. Hal itu merupakan bagian dari upaya pemberantasan peredaran rokok ilegal untuk menyelamatkan pungutan negara, menciptakan persaingan sehat pada industri rokok, dan menyukseskan upaya pengendalian konsumsi rokok di masyarakat.
Kepala Kantor Bea Cukai Sidoarjo Pantjoro Agoeng mengatakan, tersangka pemilik pabrik bernama MS warga Pasuruan. Pelaku yang ditangkap Oktober lalu ini mengontrak sebuah bangunan untuk dijadikan tempat produksi di Kecamatan Tulangan, Kabupaten Sidoarjo. Di dalamnya terdapat mesin pembuat rokok jenis mild dan mesin pengemas rokok dengan kapasitas produksi 4.000 batang per menit.
”Dari dalam pabrik tersebut disita 29 karton rokok ilegal jenis sigaret kretek mesin (SKM) merek C@FFEE STIK yang telah dikemas untuk penjualan eceran tanpa dilekati pita cukai atau rokok polos,” ujar Pantjoro, Rabu (18/11/2020).
Selain itu, disita pula 56 karton rokok ilegal jenis SKM dalam bentuk batangan. Total jumlah rokok ilegal yang disita 1.942.400 batang dengan nilai barang Rp 1,9 miliar. Adapun potensi kerugian akibat hilangnya pungutan negara diprediksi mencapai Rp 1 miliar.
Menurut Pantjoro, terungkapnya pabrik rokok ilegal itu berawal dari informasi Bea Cukai Sumatera yang menemukan maraknya peredaran rokok merek CS ini di wilayah pesisir. Setelah ditelusuri, merek C@FFEE STIK ternyata pernah terdaftar secara legal di BC Sidoarjo.
Namun, sudah lama pemilik merek tersebut tidak memperbarui legalitasnya. Petugas akhirnya menemukan lokasi pabrik tersebut di Sidoarjo dan langsung menindak tegas dengan menyita seluruh alat produksi dan menangkap pengusahanya.
Hasil penyidikan menunjukkan, sebelum ditindak, pabrik ini memproduksi 200 karton atau 2 ton rokok ilegal dan memasarkannya ke sejumlah daerah di Jawa Tengah, Jatim, hingga Sumatera. Sistem pemasarannya mirip jaringan narkoba, yakni transaksi beli putus. Artinya, antara penjual dan pembeli tidak saling kenal.
Atas perbuatan yang dilakukan oleh tersangka MS, dia terancam hukuman maksimal 5 tahun penjara. Saat ini tersangka bersama berkas penyidikannya telah diserahkan ke Kejaksaan Negeri Sidoarjo agar segera diproses ke pengadilan. (Pantjoro)
Penjual biasanya akan memproduksi barang sesuai jumlah pesanan dan mengirimkannya ke lokasi yang disebutkan oleh pembeli. Setelah itu pembeli akan mengambil barang tersebut untuk diedarkan sesuai dengan jaringan pasar yang dimiliki. Namun, berdasarkan survei pasar, rokok merek CS ini paling laris di pasaran rokok ilegal.
”Atas perbuatan yang dilakukan oleh tersangka MS, dia terancam hukuman maksimal 5 tahun penjara. Saat ini tersangka bersama berkas penyidikannya telah diserahkan ke Kejaksaan Negeri Sidoarjo agar segera diproses ke pengadilan,” kata Pantjoro.
Pelaku disangkakan melanggar Pasal 50 dan atau Pasal 54 dan atau Pasal 56 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007. Tanpa memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 menjalankan kegiatan pabrik, tempat penyimpanan, atau mengimpor barang kena cukai dengan maksud mengelakkan pembayaran cukai.
Kemudian, menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya. Pasal 29 Ayat (1) menyatakan, menimbun, menyimpan, memiliki, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang kena cukai yang diketahuinya atau patut harus diduganya berasal dari tindak pidana.
Pemusnahan
Kepala Kanwil Bea Cukai Jatim Muhammad Purwantoro menambahkan penindakan terhadap pabrik rokok ilegal merupakan bagian dari upaya pemberantasan peredaran rokok ilegal. Pemberantasan rokok ilegal ini penting karena jumlahnya masih banyak dan mengancam penerimaan negara.
”Selain itu, rokok ilegal juga memicu persaingan usaha yang tidak sehat dan mengganggu upaya pemerintah mengendalikan peredaran rokok di masyarakat,” ujar Purwantoro.
Sebagai gambaran, data BC Sidoarjo menunjukkan selama April-September terdapat 30 kali penindakan peredaran rokok ilegal di wilayah Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Kabupaten Mojokerto, dan Kota Mojokerto. Tidak ada pelaku yang bisa ditangkap, tetapi petugas menyita total 7,7 juta batang rokok ilegal berbagai jenis dan merek.
Nilai 7,7 juta batang rokok ilegal itu mencapai Rp 7,5 miliar dan menyebabkan kerugian negara Rp 4,5 miliar. Rokok ilegal yang disita petugas itu ada yang tanpa dilekati pita cukai, dilekati pita cukai tidak sesuai peruntukan, dan dilekati pita cukai palsu.
Rokok ilegal itu kemudian dimusnahkan dengan cara dibakar agar tidak disalahgunakan. BC Sidoarjo terus meningkatkan pengawasan dan operasi penindakan untuk menekan peredaran rokok ilegal. Agar kegiatan optimal, BC berkolaborasi dengan pemerintah daerah dan instansi terkait lain, seperti kepolisian.