Digitalisasi Akan Percepat Pertumbuhan Industri Asuransi
Industri asuransi menjadi sektor yang juga terdisrupsi oleh pandemi Covid-19. Transformasi digital pun perlu dilakukan industri asuransi untuk memberikan layanan yang lebih optimum bagi nasabah.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dalam mengurus asuransi, sering kali calon nasabah atau nasabah berhadapan dengan akses yang rumit, proses klaim yang kurang efisien, dan biaya premi yang tidak terjangkau. Untuk itu, perlu adanya produk asuransi yang sesuai dengan kebutuhan konsumen serta ditopang dengan ekosistem digital.
Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia mencatat, jumlah masyarakat yang terproteksi asuransi jiwa di Indonesia hingga akhir triwulan II-2020 mencapai 58,75 juta orang, turun 1,4 persen dari 59,59 juta orang pada periode sama tahun lalu. Jika dibandingkan dengan total penduduk Indonesia, artinya baru sekitar 22,2 persen masyarakat yang terproteksi asuransi jiwa.
Kondisi ini sejalan dengan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2019. Tingkat pemahaman (literasi) dan akses layanan (inklusi) keuangan industri perasuransian menempati posisi lebih rendah dibandingkan dengan industri perbankan.
Tingkat literasi perasuransian sebesar 19,4 persen, di bawah perbankan (36,12 persen). Sementara tingkat inklusi perasuransian sebesar 13,5 persen, di bawah perbankan (73,88 persen) dan lembaga pembiayaan (14,56 persen).
Kepala Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Willem Makaliwe menyampaikan, kondisi ini menjadi tugas besar bagi industri asuransi. Perlu ekosistem digital yang sejalan dengan perilaku pengguna jasa untuk membangun prospek ke depan.
”Perusahaan asuransi harus mampu melakukan creative destruction untuk melakukan inovasi agar masyarakat mau berasuransi. Kuncinya, bagaimana menangkap keinginan konsumen dengan biaya yang efisien,” ujar Willem, Selasa (17/11/2020).
Paparan ini disampaikan dalam webinar bertema ”Literasi Keuangan Goes to Campus: Membangun Ekosistem Digital di Industri Asuransi”. Acara diselenggarakan oleh majalah Investor yang bekerja sama dengan Pasar Polis serta didukung oleh OJK, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Universitas Indonesia.
Sejalan dengan itu, Dekan FEB UI Beta Yulianita Gitaharie mengatakan, percepatan penetrasi asuransi di Indonesia tidak lepas dari peran teknologi digital. Dunia asuransi ke depan akan banyak didukung oleh mahadata serta kecerdasan buatan atau artificial intelligence.
”Teknologi informasi ini mengubah cara berbisnis asuransi. Perlu strategi untuk mendorong lebih banyak inovasi yang berfokus kepada pelanggan,” kata Beta.
CEO dan Founder Pasar Polis Cleosent Randing menyampaikan, perkembangan teknologi kini semakin dipercepat dengan adanya pandemi Covid-19. Percepatan ini juga harus didukung ekosistem digital yang berfokus kepada konsumen.
”Pandemi Covid-19 adalah chief transformation officer terbaik dalam membawa perubahan digitalisasi. Ini menjadi peluang bagaimana mendorong industri asuransi untuk menjadi solusi dari akses yang rumit, proses klaim yang kurang efisien, dan biaya premi yang tidak terjangkau,” ujarnya.
Misalnya, dalam Pasar Polis tersedia asuransi keterlambatan bagi konsumen. Jika terjadi keterlambatan jadwal penerbangan, konsumen dapat melakukan klaim secara otomatis sehingga tidak merasa dirugikan.
”Kami selalu mencoba bagaimana membuat produk yang lebih sederhana dan murah untuk membentuk target pasar baru sesuai kebutuhan konsumen. Kami pun selalu mengacu pada consumer insight untuk melihat perilaku konsumen,” kata Cleosent.
Perlindungan konsumen
Deputi Direktur Pengawasan Asuransi 2 OJK Kristianto Andi Handoko mengatakan, pandemi Covid-19 merupakan kesempatan baik untuk bertransformasi secara total ke digital. Industri asuransi harus melihat cara pemasaran produk asuransi secara digital.
”Saat ini, OJK juga sedang dalam fokus melihat fenomena perubahan dari industri asuransi konvensional ke ekosistem digital. Kami sedang menyiapkan adanya peraturan OJK (POJK) tentang manajemen risiko terkait teknologi informasi dan menyiapkan rancangan POJK untuk layanan pialang trade asuransi berbasis digital,” tutur Kristianto.
Direktur Jenderal Informasi Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika RI Widodo Muktiyo menyampaikan, berkembangnya teknologi digital berarti tanggung jawab melayani dan melindungi masyarakat pun semakin meningkat. Terlebih, teknologi dimanfaatkan dalam segala aspek kehidupan.
Perlindungan data pribadi pun semakin urgen untuk segera disahkan melalui Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Melalui payung hukum, akan ada sanksi atas pelanggaran hak dan kewajiban, memberi kewajiban bagi pengendali data, dan terciptanya hak pemilik data.
”Sebagai konsumen, kita harus selalu waspada dan mengganti kata sandi (password) secara berkala. Ingat untuk tidak membagikan informasi pribadi kepada sembarang pihak dan laporkan kepada pihak berwenang apabila terjadi kejahatan siber,” kata Widodo.