Listrik yang mudah diakses semakin menjadi kebutuhan. Namun, akses listrik saja tidak cukup tanpa adanya sistem kelistrikan yang andal, bebas dari pemadaman listrik atau byarpet.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Listrik yang mudah diakses semakin menjadi kebutuhan seiring bertambahnya penduduk serta perkembangan industri di Indonesia. Namun, akses listrik saja tidak cukup tanpa adanya sistem kelistrikan yang andal, bebas dari pemadaman listrik atau byarpet.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), hingga Mei 2020, rasio elektrifikasi nasional atau perbandingan antara jumlah masyarakat yang mendapat listrik dan penduduk di suatu wilayah sudah mencapai 99,09 persen. Pada Mei 2019, rasio elektrifikasi nasional baru 98,5 persen.
Jumlah pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero sampai September 2020 mencapai 78 juta, dibandingkan dengan hanya 61 juta pada 2015. Kebutuhan itu didukung ketersediaan kapasitas pembangkit, yang hingga September 2020 mencapai 63,3 gigawatt (GW). Jumlah itu meningkat dari hanya 55,52 GW pada 2015.
Selain peningkatan rasio elektrifikasi, Bank Dunia juga mencatat perkembangan kelistrikan negara sebagai indikator kemudahan berbisnis. Tahun ini, Indonesia menempati posisi ke-33, dengan skor 87,3 di dunia dalam hal kemudahan akses listrik. Peringkat itu lebih baik dari 5 tahun lalu saat Indonesia hanya menempati urutan ke-75.
Laporan itu menyebut, waktu rata-rata untuk mendapatkan listrik secara permanen di Indonesia mencapai 32 hari melalui empat prosedur. Ini masih lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia yang berada di posisi ke-4 dengan skor 99,3. Di Negeri Jiran tersebut, rata-rata waktu instalasi listrik permanen hanya 24 hari dengan tiga prosedur.
Meski kelistrikan di Indonesia menunjukkan peningkatan kualitas, masyarakat mengharapkan perbaikan diarahkan pada keandalan, khususnya terkait jaringan listrik yang dikelola Perusahaan Listrik Negara (PLN). Sampai saat ini, pemadaman listrik berkala masih sering terjadi di banyak daerah.
Berdasarkan pengamatan Kompas, hingga hari ini, Senin (16/11/2020), banyak pengguna internet atau netizen yang mengeluhkan pemadaman listrik di daerahnya. Sementara itu, sejumlah akun PLN wilayah mengklaim atau mengumumkan pemadaman listrik terjadi sebagai bagian dari pemeliharaan jaringan listrik.
Pengalaman pemadaman listrik berkala juga pernah dialami Cahyadi (34), karyawan swasta yang pernah bekerja di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, sebelum pindah ke Pulau Jawa setahun lalu. Meski listrik telah menjangkau banyak daerah di sana, pemadaman listrik kerap mengganggu.
”Di kecamatan di sini sudah banyak dimasuki listrik, tetapi suka mati bergiliran, misalnya dua malam nyala, satu malam mati. Saya juga enggak tahu alasannya, apakah ada perbaikan atau bagaimana,” ujarnya saat dihubungi Kompas.
Warga Bekasi, Tri Wahyuni (27), juga masih mendapati pemadaman listrik di tempat tinggalnya. Pemadaman listrik singkat yang terjadi kerap tidak berpola sehingga mengganggu aktivitas di rumah.
”Untuk ukuran tinggal di kota satelit Ibu Kota, itu termasuk enggak banget. Paling malas lagi kalau mati saat tengah malem dan cuma sebentar. Jadi, enggak ada orang yang tahu, begitu,” katanya.
Karyawan swasta, Marina (25), juga pernah mengalami pengalaman tidak menyenangkan setahun lalu saat bertugas di Gresik, Jawa Timur. Ketika menginap di salah satu hotel berbintang baru di sana, listrik di seluruh kota bergantian padam dan menyala dalam waktu beberapa jam.
”Saya tidak paham kenapa itu bisa kejadian. Ini sangat memalukan, apalagi di kota itu banyak industri dan pembangkit listrik. Tempat usaha seperti hotel yang saya inapi pasti merugi,” katanya.
Analis energi Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), Elrika Hamdi, menilai, peningkatan keandalan kelistrikan masih menjadi pekerjaan rumah bagi negara dan PLN sebagai perusahaan penyedia listrik terbesar di Tanah Air.
”Listrik andal artinya selalu ada 24 jam dan stabil, tegangannya enggak naik turun,” katanya. Tidak hanya andal, pemerintah juga harus memastikan sistem kelistrikan di Indonesia resilience atau mampu untuk pulih dengan cepat ketika terjadi gangguan.
Kemampuan menghidupkan kembali listrik yang padam dalam waktu lama tentunya akan merugikan masyarakat, sebagaimana pamadaman listrik 10 jam yang terjadi di Jakarta, sebagian Banten dan Jawa Barat pada 2019. Pemadaman listrik itu dipicu adanya gangguan di jaringan transmisi.
”Listrik itu bukan melulu dari kemampuan atau berapa banyak pembangkit yang ada, melainkan juga keandalan di penyaluran, baik ke industri maupun ritel. Di semua sektor harus ada keandalan, harus dilakukan maintenance yang benar, di PLN juga harus ada performance system audit yang dilakukan independent party supaya tahu di mana kelemahan sistemnya,” tuturnya.
Perencanaan sistem kelistrikan, menurut dia, juga harus dibenahi, mengetahui saat ini banyak sistem tidak terhubung satu sama lain. Pemerintah dan perusahaan listrik pun diharapkan tidak hanya membangun sistem kelistrikan dengan target yang berpaku pada kuantitas, tetapi juga kualitas. Untuk itu, kehadiran lembaga independen, menurut dia, diperlukan untuk ikut memonitor ketenagalistrikan nasional.