Investasi Belum Pulih, Pengajuan Insentif Pengurangan Pajak Masih Rendah
Peminat insentif pengurangan pajak pada masa pandemi Covid-19 belum maksimal.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengajuan insentif pengurangan pajak yang masih rendah juga dipengaruhi tren perlambatan pertumbuhan investasi. Kondisi ini sekaligus mengonfirmasi kondisi ekonomi yang kena dampak pandemi Covid-19 belum pulih.
Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sebanyak 26 perusahaan mengajukan insentif pengurangan pajak atau tax allowance pada 1 Januari-1 November 2020, dengan nilai rencana investasi Rp 28,3 triliun. Mereka bergerak di industri makanan dan minuman, kimia dasar, serta pembuatan logam dasar bukan besi.
Adapun realisasi investasi pada Januari-September 2020 mencapai Rp 611,6 triliun atau tumbuh 1,7 persen secara tahunan. Realisasi terdiri dari penanaman modal asing (PMA) Rp 301,7 triliun dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) Rp 309,9 triliun.
Nilai rencana investasi dari perusahaan yang mengajukan tax allowance dibandingkan dengan total realisasi investasi masih rendah. Namun, pengajuan tax allowance meningkat dibandingkan dengan tahun 2019 yang sebanyak 13 perusahaan.
Peneliti Danny Darussalam Tax Center, B Bawono Kristiaji, Minggu (15/11/2020), menuturkan, pengajuan insentif tax allowance yang masih rendah bisa jadi karena perusahaan memilih skema insentif lain, seperti penghapusan pajak (tax holiday) atau insentif untuk kegiatan penelitian dan pengembangan. Selain itu, pengajuan insentif yang rendah turut dipengaruhi kondisi ekonomi yang lesu.
”Seiring dengan pemulihan ekonomi, investasi meningkat sehingga jumlah pengajuan insentif pajak akan bertambah,” ujar Bawono.
Insentif tax allowance berupa pengurangan penghasilan neto sebesar 30 persen dari jumlah nilai penanaman modal untuk enam tahun, penyusutan yang dipercepat atas aktiva tetap berwujud dan amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud, pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) atas dividen sebesar 10 persen, dan kompensasi kerugian yang lebih lama dari lima tahun, tetapi tidak lebih dari sepuluh tahun.
Tax allowance diberikan untuk 166 bidang usaha dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dan 17 KBLI di beberapa wilayah sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019. Kualifikasi yang harus dipenuhi, antara lain, adalah menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, memiliki nilai investasi yang besar untuk ekspor, dan tingkat kandungan lokal yang tinggi.
Bawono mengatakan, pemerintah telah berupaya meningkatkan daya tarik insentif tax allowance, seperti pengajuan satu pintu melalui BKPM dan penambahan jumlah lapangan usaha hingga lebih dari 160 sektor. Skema tax allowance baru ini ada di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2020.
Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal BKPM Achmad Idrus mengatakan, pengajuan insentif pengurangan pajak dipermudah dalam rangka memperbaiki iklim investasi. Proses yang semula dilakukan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan kini dilaksanakan Kepala BKPM atas nama Menteri Keuangan.
”Dengan berbagai perbaikan, perusahaan yang mengajukan tax allowance diperkirakan masih akan bertambah hingga akhir tahun ini,” kata Achmad.
Penambahan pengajuan insentif pengurangan pajak terlihat dari tren triwulanan. Pada triwulan II-2020, pengajuan insentif ini hanya dilakukan tiga perusahaan, kemudian pada triwulan III-2020 bertambah menjadi 10 perusahaan. Adapun perusahaan yang telah mengajukan insentif tersebut pada awal triwulan IV-2020 sebanyak ada tiga perusahaan.
Dengan berbagai perbaikan, perusahaan yang mengajukan tax allowance diperkirakan masih akan bertambah hingga akhir tahun ini.
Ramuan insentif
Bawono menambahkan, pemerintah perlu meramu insentif pajak yang cocok dengan situasi perekonomian terkini. Dalam kondisi ekonomi tertekan, insentif pajak sebaiknya diarahkan untuk mendorong upaya perbaikan kesehatan serta membantu pelaku usaha yang arus kas bisnisnya terkena dampak Covid-19.
Namun, kata Bawono, beberapa negara kini mulai bersiap memberikan insentif pajak untuk meningkatkan daya saing investasi. Berkaca dari pengalaman pascakrisis 2008, instrumen pajak digunakan untuk mendorong peningkatan investasi, mulai dari penurunan tarif hingga perubahan sistem pajak.
”Saat ini sudah mulai ada tren ancang-ancang dari beberapa negara untuk memberikan insentif bagi daya saing dan investasi,” kata Bawono.
Dihubungi terpisah, Minggu, Research Manager Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menambahkan, minat investor yang rendah dalam memanfaatkan insentif fiskal bukan karena tidak efektif. Namun, karena tren investasi yang memang sedang merosot akibat pengusaha menahan diri untuk berekspansi dalam kondisi pandemi.
Peminat insentif fiskal akan kembali meningkat apabila investasi mulai tumbuh. Berbagai reformasi pengajuan insentif fiskal belum terasa dampaknya karena tertahan kondisi pandemi Covid-19. Pemerintah menargetkan realisasi investasi tahun 2021 mencapai Rp 886 triliun, lebih tinggi dari 2020 yang sebesar Rp 817 triliun.
Namun, karena tren investasi yang memang sedang merosot akibat pengusaha menahan diri untuk berekspansi dalam kondisi pandemi.