Ekspor Komoditas Pertanian di Sumsel Melonjak Signifikan
Ekspor komoditas pertanian di Sumsel melesat sepanjang pandemi, bahkan pada Oktober meningkat 89,89 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Ekspor komoditas pertanian di Sumsel melesat sepanjang pandemi, bahkan pada Oktober meningkat 89,89 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Peningkatan ekspor komoditas pertanian ini diharapkan dapat terus dikembangkan, bukan hanya dalam bentuk bahan mentah, melainkan juga dalam bentuk produk turunan lainnya.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel Endang Tri Wahyuningsih saat memaparkan hasil ekspor-impor di Sumsel pada Oktober 2020, Senin (16/11/2020), menuturkan, dari semua sektor komoditas ekspor, sektor pertanian merupakan sektor yang pertumbuhannya paling tinggi, yakni mencapai 89,89 persen dibanding periode yang sama tahun lalu dengan nilai ekspor 7,40 juta dollar AS.
Peningkatan ini disebabkan beberapa sektor, yakni komoditas kelapa, getah karet, dan lada hitam. Untuk komoditas kelapa sendiri, pada periode Januari-Oktober 2020 mencapai 21,04 juta dollar AS, meningkat 41,68 persen dibanding periode yang sama tahun lalu 14,85 juta dollar AS. ”Kelapa dari Sumsel paling banyak dikirim ke China dengan nilai ekspor mencapai 2,29 juta dollar AS,” kata Endang.
Memang kontribusi komoditas pertanian terhadap total keseluruhan ekspor di Sumsel masih tergolong kecil. BPS mencatat, total nilai ekspor Sumsel pada Oktober 2020 mencapai 332,57 juta dollar AS. Dari jumlah tersebut, 273,63 dollar AS berasal dari sektor industri, seperti industri karet remah, bubur kertas, dan minyak kelapa sawit.
Jangan lagi ada sabut kelapa yang terbuang percuma. (Rudi Arpian)
Selanjutnya adalah sektor pertambangan dengan kontribusi 41,69 dollar AS dan sektor migas 9,81 juta dollar AS. Namun, dari semua semua sektor itu, hanya sektor pertanian dan industri yang mengalami pertumbuhan dibanding periode yang sama tahun lalu.
Endang mengutarakan lonjakan ekspor ini membuktikan sektor pertanian masih memiliki prospek yang cukup baik walau Sumsel diterpa pandemi. Keuntungan ini harus ditindaklanjuti dengan pengembangan produk pertanian. Misalnya saja, kelapa bisa dikembangkan menjadi beragam produk turunan.
Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Dinas Perkebunan Sumatera Selatan Rudi Arpian mengatakan, selama ini petani lebih sering mengekspor kelapa bulat, padahal masih banyak produk turunan yang bisa dihasilkan dan memiliki nilai ekonomi, salah satunya sabut kelapa.
Rudi memperkirakan, Sumsel kehilangan potensi devisa Rp 143,9 miliar per tahun atau setara dengan devisa 10,280 juta dollar AS akibat membuang dan membakar sabut kelapa.
Data tersebut dihitung dari jumlah kelapa bulat yang dapat dihasilkan di Sumsel, yakni mencapai 230,28 juta butir per tahun. Kelapa tersebut diperoleh dari lahan perkebunan kelapa di Sumsel seluas 65.242 hektar.
Agar potensi devisa itu tidak terbakar percuma, ungkap Rudi, tiga perusahaan sudah menandatangani nota kesepahaman kerja sama dengan tiga kelompok tani kelapa di Sumsel guna mengolah sabut kelapa yang dihasilkan. Dengan kerja sama ini, lanjut Rudi, pada 2021 sabut kelapa sudah dapat dimanfaatkan untuk membuat cocofeber dan cocopeat.
Jika 50 persen dari total potensi sabut kelapa di Sumsel dapat diolah, nilai devisa yang diperoleh mencapai mencapai 5,140 juta dollar AS atau setara Rp 71,96 miliar. ”Jangan lagi ada sabut kelapa yang terbuang percuma,” kata Rudi.
Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Pengurus Nasional (DPN) Perhimpunan Petani Kelapa Seluruh Indonesia (Perpekindo) Muhammad Asri menerangkan, banyak petani yang mengirimkan kelapa bulat disebabkan belum optimalnya pendampingan dan ketersediaan peralatan untuk mengolah kelapa menjadi sejumlah produk turunan.
Untuk itu, kerja sama seperti ini tentu akan berdampak besar bagi petani. ”Bagi petani yang paling penting adalah kelapa yang mereka hasilkan dihargai tinggi,” ucap Asri.
Dia berharap agar dibangun sentra pengolahan kelapa di Sumsel agar petani tidak lagi hanya menjual kelapa bulat, tetapi bisa dalam bentuk yang lain. Saat ini, harga kelapa di Sumsel cukup baik, berkisar Rp 2.500-Rp 2.800 per butir.