Pemerintah pusat telah menggulirkan subsidi upah atau gaji kepada pekerja terdaftar untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Subsidi upah merupakan salah satu strategi untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
Oleh
ERIKA KURNIA/SHARON PATRICIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah pusat telah menggulirkan subsidi upah atau gaji kepada pekerja terdaftar untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Subsidi upah merupakan salah satu strategi untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
Mulai Kamis (12/11/2020), Kementeran Ketenagakerjaan (Kemenaker) kembali menyalurkan bantuan subsidi upah atau gaji (BSU) senilai Rp 1,2 juta batch 2 termin II. Ini melanjutkan penyaluran BSU batch 1 termin II pada Senin, 9 November. BSU disalurkan kepada hampir 5 juta pekerja dan peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan dengan gaji di bawah Rp 5 juta.
Subsidi gaji itu pun kembali dinanti Fadly Akbar (24), karyawan swasta di perusahaan jasa transportasi di Jakarta yang terdampak pandemi Covid-19. Sejak April 2020, perusahaannya masih memberlakukan pengurangan gaji. Ia yang baru bekerja dua tahun dan memiliki gaji setara upah minimum provinsi mendapatkan potongan gaji 10 persen.
”Pengurangan gaji yang tidak jelas sampai kapan ini membuat saya harus hemat berbelanja,” ucapnya, Sabtu (14/11/2020).
Tambahan gaji dari pemerintah yang ia dapatkan sebelumnya pun cukup mengurangi beban keuangannya. Subsidi itu ia pakai untuk membayar tagihan-tagihan di rumah, seperti listrik, air, dan kebutuhan makan.
Jika BSU gelombang kedua kembali ia dapatkan, uang itu masih akan ia pakai untuk membiayai kebutuhan yang lebih kurang sama.
Dionisia Gusda (26), karyawan swasta di sektor penerbitan buku, juga masih membutuhkan subsidi gaji. Ia menyampaikan, pemotongan gaji telah ia alami sejak April 2020. Dalam surat edaran yang ia terima, pemotongan gaji tertera sebesar 10 persen, tetapi pada kenyataannya, gaji terpotong hingga 20 persen.
Karyawan yang bekerja di Jakarta ini pertama mendapatkan subsidi gaji pada September sebesar Rp 1,2 juta untuk dua bulan. Sementara untuk tahap kedua sebesar Rp 1,2 juta yang dijanjikan cair pada November masih ia tunggu.
”Kondisi kantor saat ini sudah mulai ada pertumbuhan, tapi belum signifikan dan terkait kapan gaji karyawan akan kembali pulih, belum ada pengumuman lebih lanjut. Jadi, memang selama gaji dipotong, tentunya saya masih butuh subsidi gaji ini,” ujarnya.
Subsidi gaji yang diterima, kata Dionisia, digunakannya untuk membiayai keperluan harian mulai dari membayar listrik hingga membeli kuota internet.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad berpendapat, daya beli perlu didongkrak untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), perbaikan daya beli masyarakat masih tinggi di kategori makanan dan minuman. Hal ini tergambar dalam data indeks harga konsumsi pada Oktober 2020.
Pada periode itu, tercatat terjadi inflasi sebesar 0,07 persen. Angka itu lebih baik daripada tiga bulan sebelumnya yang negatif. Berdasarkan kelompok pengeluaran, inflasi dipicu kebutuhan makanan, minuman, dan rokok (0,07 persen), penyediaan makanan dan minuman/restoran (0,02 persen), kesehatan serta pakaian dan alas kaki yang masing-masing memiliki andil 0,01 persen.
Sementara itu, tujuh kelompok pengeluaran lainnya mengalami deflasi. Contohnya, kelompok transportasi yang berandil negatif 0,02 persen pada inflasi dan perawatan pribadi dan jasa lainnya minus 0,01 persen.
Berdasarkan survei Bank Indonesia (BI) pada Oktober 2020, persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini melemah dari bulan sebelumnya.
Hal ini tecermin dari Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Oktober 2020 yang menurun dari 54,1 pada bulan sebelumnya menjadi 51,5. Penurunan IKE disebabkan oleh penurunan seluruh komponen indeks penyusunnya, terdalam terjadi pada Indeks Penghasilan Saat Ini sebesar -4,7 poin menjadi 52,9.
Kemudian, Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja sebesar -3,0 poin menjadi 32,3, dan Indeks Pembelian Barang Tahan Lama sebesar -0,3 poin menjadi 69,2. Secara spasial, melemahnya IKE terjadi di 10 kota dengan penurunan terdalam di Pontianak (-14,7 poin) diikuti Mataram (-12,3 poin) dan Bandar Lampung (-12,0 poin).
Pada Oktober 2020, keyakinan konsumen terhadap penghasilan saat ini dibandingkan enam bulan sebelumnya melemah disebabkan belum pulihnya penghasilan konsumen, baik yang bersifat rutin (gaji/honor) maupun omzet usaha, seiring dengan masih diberlakukannya kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi di sejumlah kota.
Penurunan indeks terjadi pada hampir semua kategori pengeluaran, terutama pada kelompok responden dengan tingkat pengeluaran Rp 2,1 juta sampai Rp 3 juta per bulan. Menurut kategori usia, penurunan indeks terjadi pada semua kategori responden, terdalam pada responden berusia di atas 60 tahun.