Gandeng Petani, Perkuat Hulu-Hilir Industri Pangan
Kemitraan inklusif dinilai menjadi model yang efektif untuk membangun industri berbasis pertanian. Rantai industri hulu-hilir diharapkan lebih kokoh.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para pelaku usaha dan industri berkomitmen untuk menggandeng semakin banyak petani melalui kemitraan yang inklusif. Harapannya, model ini dapat memperkuat rantai industri pangan dari hulu hingga hilir.
Menurut Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Agribisnis, Pangan, dan Kehutanan Franky Oesman Widjaja, kemitraan yang dibangun menggunakan skema inclusive close loop melalui kerja sama dengan Partnership for Indonesia’s Sustainable Agriculture (PISAgro) yang menyasar petani, nelayan, dan peternak.
PISAgro merupakan wadah kemitraan antara pemerintah, sektor industri, dan publik yang bertujuan mendukung peningkatan produktivitas pertanian berkelanjutan sebagai bagian pembangunan ketahanan pangan di Indonesia. ”Targetnya, jumlah petani yang dapat kami libatkan mencapai 2 juta orang pada 2023,” ujarnya saat konferensi pers mengenai Jakarta Food Security Summit Ke-5, Jumat (13/11/2020).
Menurut Franky, produsen pangan dapat merasakan manfaat kemitraan dengan skema itu, seperti akses ke bibit unggul, pendampingan praktik pertanian yang baik (good agricultural practices), pendanaan, hingga pemasaran. Agar dapat memenuhi skala keekonomian, swasta pun akan membentuk kelompok petani.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman menambahkan, penguatan kemitraan itu bertujuan meningkatkan kesinambungan hulu dan hilir industri, salah satunya di industri makanan-minuman. Sektor hulu diharapkan mampu tumbuh dan menyamai hilir sehingga potensi substitusi impor bahan baku semakin tinggi.
Data PISAgro menyebutkan, saat ini terdapat 1,028 juta petani se-Indonesia yang terjangkau proyek kemitraan inklusif dengan perusahaan. Sebanyak 466.944 petani di antaranya menggarap kakao dan 262.804 petani menggarap jagung. Jika dibandingkan dengan sebelum bermitra, rata-rata produktivitas petani disebut naik 76 persen. Dampaknya, pendapatan petani mitra turut naik hingga 80 persen.
Dalam menghadapi tantangan jumlah petani gurem, petani yang menguasai lahan kurang dari 0,5 hektar, Direktur Eksekutif PISAgro Martini Indrawati mengatakan, pembentukan kelompok tani menjadi kuncinya. Dengan bergabung dalam kelompok, perbankan berpotensi menyalurkan pinjaman. Kesejahteraan pun dapat terangkat melalui peningkatan kapasitas dan daya saing kelompok tani.
Di tengah pandemi Covid-19, Martini menilai, internet of things (IoT) berperan strategis dalam kemitraan antara petani dan perusahaan, contohnya digitalisasi logistik ataupun pasokan hasil panen di perdesaan. Secara jangka panjang, teknologi ini dapat menghimpun data dasar seperti informasi mengenai produksi, produktivitas, dan kondisi lahan sehingga layak dijadikan landasan kebijakan.
Ketua Komite Tetap Teknologi Informasi dan Komunikasi Pertanian Kadin Indonesia Andi B Sirang mengharapkan ada kebijakan yang mempertahankan lahan pertanian. ”Jangan sampai ada lahan pertanian yang berubah peruntukannya, apalagi sampai alih fungsi,” katanya dalam kesempatan yang sama.
Prinsip berkelanjutan
Secara terpisah, David Ardhian dari Dewan Pakar Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) menilai, kebijakan perberasan nasional mesti memperhatikan prinsip-prinsip keberlanjutan.
”Belum ada rujukan spesifik bagi perberasan yang berprinsip sustainability (keberlanjutan),” katanya saat seminar bertajuk ”Membangun Kemitraan Multipihak Perberasan dalam Sistem Pangan Nasional” yang digelar secara daring, Jumat.
Pandemi Covid-19 menjadi momentum untuk menerapkan prinsip keberlanjutan pada kebijakan perberasan nasional. Hal ini penting mengingat tantangan yang dihadapi ke depan, seperti perubahan iklim, peningkatan jumlah penduduk, serta kesenjangan sosial, ekonomi, dan kesehatan, bakal semakin pelik.
Perberasan bisa menjadi titik awal penerapan prinsip berkelanjutan dalam kebijakan dan rantai pangan Indonesia. Keberlanjutan itu mencakup prinsip ramah lingkungan, keadilan, kesetaraan jender, tata kelola yang baik, kearifan dan budaya lokal, penghormatan terhadap hak asasi manusia, perhatian terhadap pemuda dan anak, serta layak secara sosial, ekonomi, dan kesehatan.