Layanan dompet digital semakin digunakan karena tawaran promo dan diskon berbagai produk. Tidak hanya untuk belanja daring, warga juga memakai dompet digital untuk beragam pembayaran nontunai.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah warga di Jakarta semakin intens bertransaksi lewat layanan dompet digital selama pandemi Covid-19. Layanan tersebut menjadi andalan lantaran banyak kebutuhan belanja daring dan beberapa jenis pembayaran nontunai.
Beberapa warga Jakarta yang diwawancarai Kompas, Jumat (13/11/2020), mengaku lebih rutin mengisi saldo dompet digital beberapa bulan terakhir. Dillah Abdullah (24), warga Pademangan, Jakarta Utara, baru sekitar dua bulan rutin mengisi saldo ShopeePay, yakni layanan dompet digital dari platform e-dagang Shopee. Rutinitas ini juga didorong oleh sejumlah diskon dan promo lewat fitur dompet digital tersebut.
Dillah mulanya mencoba isi saldo ShopeePay Rp 100.000 karena promo 10.10 pada 10 Oktober. Dari situ, dia membeli sejumlah masker wajah dengan promo uang kembali (cashback) 30 persen dan bebas ongkos kirim. Karena sejumlah promo lain pula, awal November ini pun dia mengisi saldo Rp 200.000 untuk berjaga-jaga. ”Karena diskon Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas), selama dua bulan terakhir aku jadi selalu ngisi ShopeePay. Makin hari, beli barang-barang pun jadi tambah kalap,” kata Dillah saat dihubungi Jumat siang.
Meski kerap sulit menahan diri belanja daring, Dillah memandang bahwa dompet digital kini menjadi kebutuhan tersendiri. Dia berencana selalu sedia saldo di dompet digital, terutama untuk sejumlah pembayaran nontunai saat situasi pandemi.
Fahrurozi (24), warga Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, juga mengandalkan dompet digital dari GoPay dan ShopeePay. GoPay, dompet digital dari perusahaan teknologi Gojek, sebenarnya sudah dia gunakan sejak tahun lalu untuk pembayaran transportasi ojek. Selama pandemi, Gopay dan Shopeepay ia gunakan untuk bermacam keperluan, seperti transaksi minuman hingga pembayaran kurir logistik.
Fahrurozi pun menjatahkan anggaran tersendiri untuk masing-masing dompet digital. Dia menganggarkan Rp 200.000 setiap bulan untuk GoPay, sementara Rp 100.000 untuk ShopeePay. ”Saldo untuk ShopeePay lebih sedikit karena belum sering terpakai. Paling hanya untuk beli makanan dan minuman yang ada promo cashback 30 persen bulan ini,” katanya.
Murni Indrawati (31) juga memakai ShopeePay karena promo dan diskon besar-besaran sejak Agustus silam. Ibu dua anak ini pernah mengisi saldo hingga Rp 500.000 untuk kebutuhan belanja lewat Shopee. Karena lebih banyak belanja daring, dia turut mengurangi anggaran belanja bulanan di toko ritel.
”Platform dompet digital sekarang sedang gencar banget. Secara kebutuhan sebenarnya sesuai karena lagi pandemi, tetapi juga didorong dengan tawaran promo cashback dan lain-lain. Sayang banget kalau enggak dimanfaatkan,” ujar Murni saat ditemui di Palmerah, Jakarta Barat.
Selama pandemi, berbagai layanan dompet digital berlomba merebut minat pengguna. Ada dompet digital OVO, GoPay, DANA, LinkAja, hingga ShopeePay yang belakangan semakin santer terdengar di kalangan konsumen. Setiap platform itu berdiri dengan fitur dan tawaran promo tersendiri.
Bank Indonesia (BI) mencatat, volume transaksi uang elektronik dalam dompet digital sebenarnya telah melonjak sejak 2019. Volume melonjak 79,3 persen atau 5,2 miliar transaksi pada akhir 2019. Jumlah itu lebih besar dibanding selama 2018 sebanyak 2,9 miliar transaksi.
Nilai transaksi uang elektronik juga meningkat 208,5 persen, yakni dari Rp 47 triliun pada 2018 menjadi Rp 145,2 triliun pada 2019. Sementara per Agustus 2020 total transaksi uang elektronik Rp 127 triliun. Nilai ini diprediksi terus meningkat hingga akhir 2020 menjadi Rp 196,9 triliun.
Survei terbaru perusahaan konsultan pemasaran MarkPlus Inc pada 2 September 2020 menyebutkan, setidaknya ada lima dompet digital dengan pangsa pasar terbesar yang tertangkap dalam survei, yakni ShopeePay, GoPay, OVO, DANA, dan LinkAja. Survei juga melibatkan 502 responden di kota-kota besar untuk mengetahui kebiasaan penggunaan dompet digital selama periode Juni-Agustus 2020.
Survei menunjukkan ShopeePay unggul dengan pangsa pasar 26 persen dari total volume transaksi dompet digital di Indonesia. Peringkat selanjutnya diikuti OVO (24 persen), GoPay (23 persen), DANA (19 persen), dan LinkAja (8 persen). Sebagian besar responden memiliki nilai transaksi bulanan di ShopeePay Rp 149.000, lebih banyak dibandingkan dengan LinkAja, DANA, dan OVO sekitar Rp 134.000 serta GoPay sekitar Rp 109.000.
ShopeePay menjadi platform yang paling sering dipakai selama pandemi dengan frekuensi transaksi rata-rata tujuh kali tiap bulan. Menyusul kemudian DANA dengan rata-rata penggunaan 6,4 kali tiap bulan, OVO rata-rata 6,2 kali tiap bulan, GoPay rata-rata 6,1 kali tiap bulan, dan LinkAja rata-rata 5,7 kali tiap bulan.
Head of High Tech, Property, and Consumer Goods Industry MarkPlus Inc Rhesa Dwi Prabowo membenarkan ShopeePay sebagai dompet digital dengan pangsa pasar dan frekuensi penggunaan tertinggi. Dompet digital tersebut terintegrasi dengan kanal e-dagang Shopee.
”Selain karena perubahan kebiasaan belanja menjadi daring, integrasi ShopeePay dengan Shopee sebagai salah satu platform e-dagang terbesar bisa menangkap peluang dengan berbagai penawaran menarik sehingga nilai transaksinya terus meningkat,” katanya.
Survei Markplus Inc juga mengukur loyalitas konsumen terhadap dompet digital, salah satunya dengan tingkat retensi. Tingkat retensi ShopeePay, OVO, dan GoPay masing-masing 94 persen, 89 persen, dan 87 persen.
Indikator lain ialah nilai promotor bersih (net promoters score). Setiap responden akan memberi nilai 1-10 terhadap keinginannya merekomendasikan produk kepada orang lain. Responden yang memberikan nilai 1-6 tergolong sebagai pencela, nilai 7-8 tergolong pengguna pasif, dan nilai 9-10 sebagai promotor. Nilai promotor bersih adalah selisih kelompok promotor dengan pencela.
Hasilnya, ShopeePay memiliki nilai promotor bersih 42 persen, OVO 34 persen, GoPay 28 persen, DANA 27 persen, dan LinkAja 19 persen. Indah berpendapat masih ada ruang pertumbuhan loyalitas, khususnya dengan menjaga kinerja agar konsumen yang berada di kelompok pencela tidak membagikan pengalaman buruknya dalam bertransaksi ke media sosial.
Mendorong konsumsi
Direktur Eksekutif Center for Reform on Economics Indonesia Mohammad Faisal menyebutkan, penggunaan dompet digital bisa menjadi pemicu agar warga kalangan menengah dan atas untuk kembali melakukan konsumsi. Di tengah situasi resesi, perilaku mengerem belanja terlalu ekstrem adalah hal yang sedang dicegah oleh pemerintah.
Ia menekankan, layanan dompet digital dengan berbagai promo perlu dimanfaatkan dengan sesuai kebutuhan. ”Perilaku konsumsi, selama masih dalam batas wajar, akan sah-sah saja selama resesi ekonomi. Konsumsi dari kalangan rumah tangga adalah hal yang digenjot oleh pemerintah agar pertumbuhan ekonomi kembali positif,” kata Faisal.