KPPU: Ada Dugaan Monopoli di Balik Ekspor Benih Lobster
KPPU melihat ada potensi indikasi persaingan usaha yang tidak sehat dalam pengiriman ekspor benih lobster. Pengiriman hanya dilakukan oleh satu pelaku usaha di satu tempat.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pengawas Persaingan Usaha menduga terdapat praktik monopoli dalam pengiriman ekspor benih bening lobster. Pengiriman benih lobster yang hanya melalui satu pelaku usaha logistik (freight forwarding) di Bandara Soekarno-Hatta dapat menciptakan inefisiensi biaya pengiriman dan risiko yang harus ditanggung oleh pelaku usaha.
Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Guntur Saragih, Kamis (12/11/2020), mengatakan, KPPU telah melakukan advokasi sejak Juli 2020 dan memanggil pihak-pihak terkait, seperti beberapa asosiasi pengusaha kelautan dan perikanan, pembudidaya perikanan, pelaku usaha kargo, serta Direktorat Jenderal Budidaya Perikanan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Penyelidikan terhadap kasus dugaan monopoli itu mulai berjalan sejak 8 November 2020. KPPU melakukan investigasi setelah menerima laporan informasi dari sejumlah asosiasi di bidang perikanan. Sebelumnya, Komisi XI DPR lewat politisi Partai Golkar, Misbakhun Mukhamad, juga sempat mendorong KPPU mendalami dugaan monopoli dalam bisnis pengiriman benih bening lobster.
”Kami melihat ada potensi indikasi persaingan usaha yang tidak sehat, di mana ada kegiatan yang membuat jasa pengiriman (ekspor benih lobster) hanya terkonsentrasi pada pihak tertentu saja,” ujarnya dalam telekonferensi pers di Jakarta.
Kami melihat ada potensi indikasi persaingan usaha yang tidak sehat, di mana ada kegiatan yang membuat jasa pengiriman (ekspor benih lobster) hanya terkonsentrasi pada pihak tertentu saja.
Menurut Guntur, pengiriman benih bening lobster hanya dilakukan melalui satu perusahaan yang terletak di satu bandara, yakni Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Padahal, Keputusan Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Kemanan Hasil Perikanan (BKPIM) Nomor 37 Tahun 2020 tentang Tempat Pengeluaran Khusus Benih Bening Lobster dari Wilayah Negara RI telah menetapkan enam bandara yang direkomendasikan untuk pengiriman benih lobster ke luar negeri.
Selain Soekarno-Hatta, ada Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai (Denpasar), Juanda (Surabaya), Zainuddin Abdul Madjid (Lombok), Kualanamu (Medan), dan Sultan Hasanuddin (Makassar).
Jika memperhatikan sebaran lokasi pembudidaya lobster, lanjut Guntur, biaya yang dikeluarkan eksportir seharusnya bisa lebih murah jika keenam bandara itu sama-sama difungsikan. Dengan biaya logistik yang lebih murah, harga benih lobster pun seharusnya lebih mampu bersaing di pasar. Tingkat risiko mortalitas benih lobstser juga akan turun karena dapat sampai di negara tujuan dalam kondisi segar.
Direktur Investigasi KPPU Gopera Panggabean menuturkan, dugaan monopoli ini yang ditengarai membuat tarif ekspor benih lobster menjadi mahal. Pengiriman benih lobster yang hanya melalui satu bandara menciptakan inefisiensi biaya pengiriman dan risiko untuk pelaku usaha. Padahal, ada pelaku budidaya yang berlokasi di Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sumatera.
”Kami akan mendalami apa yang menyebabkan eksportir hanya menggunakan satu pintu Bandara Soekarno-Hatta. Apakah ada indikasi menyalahgunakan market power yang dimilikinya untuk menetapkan harga lebih tinggi,” kata Gopera.
BUMN atau swasta
Guntur menambahkan, dari hasil penyelidikan, KPPU melihat tidak ada kebijakan pemerintah yang sengaja menunjuk satu pelaku usaha logistik tertentu untuk menangani jasa kargo ekspor benih lobster. ”Kami meyakini, tidak ada kebijakan pemerintah yang mengarah ke satu pelaku usaha. Kami sudah panggil pemerintah, diketahui dari sisi kebijakan, itu tidak ada,” katanya.
Kami meyakini, tidak ada kebijakan pemerintah yang mengarah ke satu pelaku usaha. Kami sudah panggil pemerintah, diketahui dari sisi kebijakan, itu tidak ada.
Menurut dia, penyelidikan masih dalam penanganan dengan melihat alat bukti. KPPU belum mengungkapkan identitas perusahan yang diduga melakukan praktik monopoli itu. ”Kami belum bisa sampaikan, bisa BUMN, bisa swasta. Kami akan mengumpulkan bukti dan memanggil saksi terlebih dahulu. Biasanya kami butuh 30 hari untuk melihat apakah sudah cukup penyelidikannya, dilanjutkan, atau diberhentikan,” katanya.
KPPU juga meminta pelaku usaha memilih perusahaan freight forwarding berdasarkan daya saingnya jika ingin mengekspor benih lobster. KPPU berharap bisnis ini dijalankan dengan persaingan sehat.
Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati mengatakan, mekanisme kontrol dari Kementerian Kelautan dan Perikanan seharusnya diperketat untuk mengontrol arus pengiriman ekspor benih lobster. Menurut dia, praktik monopoli dalam bisnis ekspor benih lobster ini sudah terendus sejak lama di lapangan.
”Bahwa ada monopoli memang indikasinya begitu. Seharusnya indikasi kewenangan yang terlalu dominan ini menjadi risiko yang diantisipasi oleh pemerintah,” ujarnya.
Susan menegaskan, praktik bisnis ekspor benih lobster yang bermasalah dari hulu ke hilir hanya akan memperkaya makelar, tetapi tidak memedulikan nasib para penangkap benih lobster. ”Kalau proyeksi ke depan adalah ingin agar kita berdaulat, hal-hal seperti ini seharusnya diantisipasi dan dikontrol dengan ketat agar kita berdaya saing,” katanya.