Peta jalan industri otomotif nasional memberi perhatian pada aspek lingkungan dan ekonomi. Pengembangan teknologi baru diberi ruang dalam pengembangan otomotif.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah telah merampungkan peta jalan industri otomotif yang meliputi pengembangan kendaraan listrik. Ditargetkan, pada 2025 sebanyak 20 persen produksi otomotif nasional sudah berbasis kendaraan emisi karbon rendah.
Kendaraan beremisi karbon rendah dimaksud meliputi mobil listrik berbasis baterai, hibrida, dan plug in hybrid. Pengembangan kendaraan yang lebih ramah lingkungan di masa mendatang diyakini berdampak positif bagi perekonomian.
”Peta jalan ini kami rumuskan dengan mengundang pemangku kepentingan. Kami mengambil perspektif positif untuk pembangunan otomotif nasional. Peta jalan sudah selesai saat ini,” kata Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier, Kamis (12/11/2020), dalam diskusi virtual ”Upaya Pemerintah Bangkitkan Industri Otomotif dari Dampak Pandemi Covid-19” yang diselenggarakan Forum Wartawan Industri.
Adapun pengembangan kendaraan dengan mesin pembakaran dalam (internal combustion engine/ICE) dimungkinkan semakin ramah lingkungan. Pemanfaatan bahan bakar nabati di kendaraan bermotor diyakini akan berdampak positif dari sisi lingkungan dan ekonomi.
”(Pemenuhan) mandat B30 di semua kendaraan bisa menyubstitusi impor sampai sekitar Rp 43 triliun. Petaninya mendapat benefit sekitar Rp 9,68 triliun,” ujarnya.
Taufik menambahkan, selain teknologi baterai listrik, pemerintah tetap memberi ruang bagi kemajuan teknologi lain dalam pengembangan industri otomotif di masa mendatang. Ruang ini termasuk kemungkinan pengembangan teknologi kendaraan berbahan bakar hidrogen dan teknologi-teknologi temuan baru.
Selain teknologi baterai listrik, pemerintah tetap memberi ruang bagi kemajuan teknologi lain dalam pengembangan industri otomotif.
Menurut Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti, insentif fiskal di masa mendatang lebih baik ditujukan bagi kendaraan yang menggunakan energi terbarukan.
”Sebab, penggunaan energi terbarukan lebih ramah lingkungan dan berdampak positif bagi pengurangan atau penghematan anggaran negara,” kata Esther.
Konsumen perlu pula didorong untuk memilih atau menggunakan mobil yang menggunakan energi ramah lingkungan. ”Insentif juga dapat diberikan kepada produsen mobil berbahan bakar ramah lingkungan,” ujarnya.
Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara mengatakan, pertumbuhan industri otomotif perlu terus dijaga. Apalagi, kebutuhan kendaraan bermotor diperkirakan akan selalu ada di Indonesia.
Indonesia harus memiliki industri otomotif tangguh agar pasar domestik tidak diisi produk otomotif negara tetangga. Apalagi, rasio kepemilikan mobil di Indonesia terbilang rendah dibandingkan di beberapa negara tetangga.
Kukuh menuturkan, rasio kepemilikan mobil di Indonesia yang berpenduduk sekitar 270 juta jiwa hanya 99 unit mobil per 1.000 penduduk. Sebagai perbandingan, rasio kepemilikan mobil di Malaysia yang berpenduduk sekitar 29 juta jiwa mencapai 400 unit lebih per 1.000 penduduk. Adapun rasio di Thailand yang berpenduduk sekitar 70 juta jiwa di atas 200 unit mobil per 1.000 penduduk.
”Hal ini adalah potensi yang perlu dijaga. Apalagi, sepertiga pasar kendaraan bermotor roda empat atau lebih ASEAN itu berada di Indonesia,” kata Kukuh.
Rasio kepemilikan mobil di Indonesia yang berpenduduk sekitar 270 juta jiwa hanya 99 unit mobil per 1.000 penduduk.