Pelaku wisata lokal, seperti pemandu wisata, agen perjalanan, dan penyedia penginapan, mencoba sekuat tenaga bertahan dari hantaman pandemi Covid-19.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku wisata berharap pandemi Covid-19 segera tertangani. Mereka ingin pelancong kembali mendatangi lokasi wisata. Dengan begitu, roda perekonomian yang terseok-seok bisa kembali pulih.
Delapan bulan sudah Aloysius Suhartim Karya tidak memandu wisatawan keliling Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Daerah itu populer dengan komodo (Varanus komodoensis), satu-satunya kadal purba yang mendiami kawasan Taman Nasional Komodo.
Biasanya, dalam sebulan, pemandu wisata dari Komodo Trekker itu bisa memandu hingga delapan paket perjalanan. Akan tetapi, datangnya pandemi mengubah banyak hal, termasuk perjalanan wisata.
”Semenjak pembatasan sosial, hanya sedikit wisatawan yang datang. Maret lalu, terakhir kali memandu wisatawan dari dalam dan luar negeri. Banyak yang memindahkan jadwal ke tahun depan,” ucap Aloysius, Kamis (12/11/2020).
Meski begitu, ia tidak tinggal diam. Dia tidak mau kondisi perekonomiannya semakin terpuruk. Caranya dengan belajar dan mempersiapkan diri agar siap jika sewaktu-waktu geliat pariwisata telah kembali.
Sebagian uang tabungan digunakannya untuk membeli lahan kosong. Lahan itu ditanami porang (Amorphophallus muelleri), umbi-umbian yang diolah menjadi tepung. Pangsa pasarnya mencapai Jepang, China, Taiwan, dan Korea.
Ia juga menjajal dunia vlogger dan belajar mengemas paket wisata dan iklan. Tujuannya supaya Komodo Trekker punya nilai tambah, khususnya rating dan personal branding.
Aloysius menuturkan, kondisinya jauh lebih baik ketimbang pelaku wisata lokal lain, seperti sopir, pelayan rumah makan, staf hotel, dan anak buah kapal. Banyak di antaranya dirumahkan ataupun diberhentikan dari kerja. ”Ada yang beralih jualan ikan dan ada yang menjadi tukang ojek. Namun, lebih banyak pilih pulang kampung untuk bertani atau berkebun,” katanya.
Pendiri TripTrus, Brahmantya Sakti, juga berada dalam situasi sulit karena kehilangan banyak wisatawan, khususnya mancanegara. Sebagian besar membatalkan rencana liburan musim panas, sisanya menjadwalkan ulang liburan dan masih ragu-ragu. ”Belum ada yang berniat kembali. Kami belum promosi lagi karena e-mail greeting belum mendapatkan respons,” ujar Brahmantya.
Padahal, dua tahun terkahir, Banyuwangi dan Labuan Bajo sedang naik daun karena jadi destinasi favorit di TripTrus. Wisatawan memilih Banyuwangi, antara lain, karena ingin melihat api biru di kawah Ijen dan balap sepeda Tour de Ijen.
Siasat
Kehilangan wisatawan memukul TripTrus. Sebab, sebagian besar pengguna jasanya berasal dari kalangan penting, keluarga, kelompok kecil, dan tur pribadi dari kelas menengah ke atas.
Brahmantya menuturkan, rekanan tur dan perjalanan dalam TripTrus memaksimalkan wisatawan domestik, ekspatriat, dan wisatawan ”bandel” atau berani untuk berwisata di tengah pandemi.
Di sisi lain, ia juga melebarkan sayap ke usaha kuliner sejak Maret. Fokusnya ke komoditas daerah, salah satunya lobster. Lobster dibeli dari Kebumen, Pangandaran, dan Lebak. Lantas diolah jadi makanan dan dijual secara daring.
”Coba beli dalam keadaan hidup, diolah lalu jual secara daring. Manfaatkan jaringan dan sama-sama berkolaborasi,” katanya.
Sepinya wisatawan juga terjadi di Raja Ampat, Papua Barat. Destinasi wisata bawah air dengan beragam terumbu karang. Pemerintah pusat dan daerah tidak satu suara terkait buka-tutup wilayah. Wisatawan yang hendak ke sana wajib mengisi formulir pendaftaran daring terlebih dulu.
Sepinya wisatawan membuat banyak pelaku wisata dirumahkan untuk sementara. Sebagian memilih bertani buah naga, sisanya ke Sorong bekerja sebagai nelayan.
Erlangga Pragolo dari Hamueco berharap pemerintah menyubsidi harga tiket pesawat dari Jakarta ke Sorong sebagai salah satu upaya memikat wisatawan domestik. Sebab, selama pandemi, sepi kunjungan. Jika ada, jumlahnya satu atau dua perjalanan dalam sebulan.
”Titik terendah kunjungan sekarang. Wisatawan lokal belum tentu kuat harga tiket pesawat. Dulu harga Rp 1.500.000, sekarang Rp 3.000.000. Jadi, banyak orang pikir dua kali,” ucap Erlangga.
Hamueco sebisa mungkin tetap menarik minat wisatawan lewat beragam unggahan di sosial media. Biasanya, ada unggahan baru setiap tiga hari.
Mereka juga berencana meluaskan usaha ke Labuan Bajo. Menurut rencana, akan dibuka tur dengan kapal mengelilingi gugusan pulau di kawasan Taman Nasional pada Desember.
Jumlah wisatawan mancanegara pada September 2020 hanya 153.500 orang. Jumlah itu menurun ketimbang Agustus 2020 yang mencapai 165.000 orang. Kunjungan didominasi dari Timor Leste (50 persen), Malaysia (35,3 persen), dan China (4,6 persen). Kunjungan antara lain untuk bisnis dan kerja, belum ada untuk tujuan liburan. Secara kumulatif, jumlah wisatawan mancanegara sepanjang Januari-September 2020 sebanyak 3,56 juta orang. Pertumbuhannya minus 70,57 persen ketimbang periode yang sama tahun lalu yang mencapai 12,1 juta orang.