Selama ini salah satu upaya menumbuhkan perekonomian di daerah adalah melalui pengembangan kawasan ekonomi. Terkait hal ini, mengakselerasi ekonomi melalui optimalisasi aset dan akses diperlukan.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
Pertumbuhan dan pemerataan adalah dua aspek penting dalam perekonomian. Idealnya, ekonomi jangan hanya sekadar bertumbuh, tetapi juga harus merata. Sebuah tantangan yang membutuhkan ketepatan arah kebijakan dan sinergi langkah implementasinya di lapangan.
Apalagi, Indonesia telah masuk jurang resesi karena pertumbuhan ekonomi sepanjang dua triwulanan berturut-turut negatif. Badan Pusat Statistik mencatat, ekonomi nasional pada triwulan III-2020 tumbuh minus 3,49 persen. Kontraksi pertumbuhannya memang tidak sedalam triwulan II-2020 yang tumbuh minus 5,32 persen. Adapun produk domestik bruto (PDB) Indonesia atas dasar harga berlaku pada triwulan III-2020 sebesar Rp 3.894,7 triliun.
Struktur perekonomian Indonesia, secara spasial atau berdasarkan pulau, pada triwulan III-2020, masih didominasi kelompok provinsi di Jawa yang berkontribusi 58,88 persen terhadap PDB. Disusul kemudian Sumatera (21,53 persen), Kalimantan (7,70 persen), Sulawesi (6,60 persen), Bali dan Nusa Tenggara (2,92 persen), serta Maluku dan Papua (2,37 persen).
Seluruh pulau mengalami kontraksi dengan kedalaman bervariasi. Kontraksi terdalam dialami Bali dan Nusa Tenggara, yakni 6,80 persen. Disusul Kalimantan dengan pertumbuhan ekonomi minus 4,23 persen, Jawa minus 4 persen, Sumatera minus 2,2 persen, Maluku dan Papua minus 1,83 persen, dan Sulawesi minus 0,82 persen.
Selama ini salah satu upaya menumbuhkan perekonomian di daerah adalah melalui pengembangan kawasan ekonomi. Terkait hal ini, Kamar Dagang dan Industri Indonesia menilai penting aset dan akses untuk mengakselerasi pembangunan ekonomi di berbagai daerah.
Aset mencakup pelabuhan, pembangkit listrik, waduk atau bendungan, infrastruktur penyalur sumber gas industri, dan sebagainya. Ketika bicara akses, hal ini terkait upaya memfasilitasi keterhubungan infrastruktur dengan titik-titik simpul pengembangan kawasan ekonomi.
Ruas tol, seperti Trans-Jawa ataupun Trans-Sumatera, misalnya, diharapkan juga dapat menghubungkan titik-titik kawasan ekonomi. Dukungan aset dan akses tersebut dinilai akan membantu pelaku usaha, termasuk di sektor industri dan pariwisata, agar lebih berdaya saing.
Selama ini salah satu upaya menumbuhkan perekonomian di daerah adalah melalui pengembangan kawasan ekonomi. Terkait hal ini, Kamar Dagang dan Industri Indonesia menilai penting aset dan akses untuk mengakselerasi pembangunan ekonomi di berbagai daerah.
Di tengah kontraksi perekonomian belakangan ini penyerapan anggaran belanja pemerintah pun diharapkan dapat ikut menunjang pertumbuhan ekonomi. Tak terkecuali anggaran terkait infrastruktur yang bermanfaat pula untuk kepentingan bersifat jangka panjang.
Merujuk data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), hingga 1 November 2020, penyerapan anggaran belanja infrastruktur tercatat sebesar Rp 59,47 triliun. Realisasi ini setara sekitar 68 persen dari pagu anggaran tahun 2020 yang sebesar Rp 87,76 triliun.
Dari total anggaran tersebut, sebanyak Rp 75,44 triliun untuk program reguler. Sebanyak Rp 12,32 triliun selebihnya untuk program pembangunan infrastruktur berskema padat karya tunai (PKT) dengan target penerima manfaat 638.990 orang. Realisasi PKT hingga awal November 2020 sebesar Rp 10,8 triliun dengan serapan tenaga kerja sebanyak 630.990 orang.
Arahan Kementerian PUPR agar pelaksanaan PKT harus memperhatikan protokol kesehatan tentu patut diapresiasi. Kedisiplinan mematuhi protokol kesehatan ini dibutuhkan untuk mencegah penyebaran Covid-19. Apalagi, hingga saat ini, pandemi belum tuntas teratasi.
Jumlah kasus dan kematian akibat Covid-19 di Indonesia masih terus meningkat. Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mencatat, hingga 9 November 2020, terdapat 440.569 kasus positif, 372.266 pasien Covid-19 yang sembuh, dan 14.689 pasien yang meninggal akibat Covid-19.
Terkait cakupan program, belanja infrastruktur PUPR tersebut meliputi pembangunan dan pemeliharaan bendungan, irigasi, jalan, jembatan, sanitasi, dan sistem air minum. Selain itu juga penataan kawasan, infrastruktur di kawasan strategis pariwisata, dan rumah masyarakat berpenghasilan rendah.
Program belanja infrastruktur yang dijalankan di berbagai daerah ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing sekaligus menjadi stimulus sektor riil untuk bertahan dan tumbuh di masa pandemi Covid-19 ini. Ada dampak berganda, baik yang bersifat jangka pendek, menengah, maupun panjang, dari pembangunan infrastruktur.
Di tengah tekanan pandemi Covid-19, segenap sumber daya memang mesti dioptimalkan demi perbaikan ekonomi Indonesia. Tren kontraksi yang semakin dangkal di triwulan III-2020 dibandingkan triwulan II-2020 harus menjadi penyemangat agar perekonomian Indonesia ke depan segera lepas dari resesi. Pertumbuhan ekonomi positif bukanlah impian kosong yang tak mungkin digapai.