Nasabah KPR Mulai Siapkan Perpanjangan Keringanan Pembayaran Cicilan
Pandemi Covid-19 berdampak secara tidak langsung pada kemampuan nasabah kredit pemilikan rumah dalam membayar cicilan. Sebagian nasabah pun mulai memperhitungkan dan mempersiapkan keringanan pembayaran KPR.
Oleh
madina nusrat
·5 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Pandemi Covid-19 yang belum diketahui sampai kapan akan berakhir berdampak langsung terhadap kondisi ekonomi sebagian besar masyarakat. Dampak tersebut membuat sebagian warga yang memiliki kredit pemilikan rumah kesulitan membayar cicilan utang mereka.
Sebagian nasabah kredit pemilikan rumah (KPR) pun mulai memperhitungkan dan mempersiapkan perpanjangan keringanan utang mereka. Apalagi, hampir setiap debitur memperoleh paket keringanan kredit yang berbeda-beda.
Kesulitan pembayaran cicilan KPR ini, antara lain, dipicu oleh pemotongan gaji di tempat nasabah bekerja hingga berkurangnya pendapatan kerja mereka selama pandemi Covid-19.
Proses perpanjangan kredit rumah itu salah satunya tengah dijalankan salah seorang warga Kota Bekasi, Nita (37). Sebelumnya, selama 6 bulan, April-September, Nita telah memperoleh keringanan kredit untuk rumah yang ditempatinya di Kelurahan Jatiluhur, Kecamatan Jatiasih, Kota Bekasi, berupa kewajiban membayar cicilan pokok sebesar Rp 900.000. Sebelumnya, selama hampir 3 tahun menempati rumah itu, ia membayar cicilan kredit rumahnya ke Bank Tabungan Negara sebesar Rp 3,5 juta per bulan.
”Sekarang sedang proses pengajuan keringanan kredit untuk 6 bulan lagi. Informasi dari bank, sih, kalau pengajuan keringanan berikutnya ini disetujui, bisa dibebaskan sepenuhnya. Tidak bayar (kredit) sama sekali. Tidak seperti 6 bulan sebelumnya, kan, masih bayar cicilan pokok Rp 900.000 per bulan dari cicilan normal Rp 3,5 juta per bulan,” tuturnya, Senin (9/11/2020).
Diakui Nita, keringanan cicilan kredit rumah ini sangat membantu ekonomi keluarganya. Apalagi, sumber pendapatan keluarganya hanya berasal dari gaji suaminya yang bekerja di hotel. Selama pandemi Covid-19 berlangsung sejak Maret lalu, gaji suaminya telah dipotong dari Rp 10 juta menjadi Rp 4 juta per bulan. Jika ia tak memperoleh keringanan kredit rumah, gaji suaminya yang tersisa tak kurang dari Rp 500.000.
”Kalau enggak dapat keringanan lagi, enggak bisa hidup. Cicilan rumah saja Rp 3,5 juta per bulan, sementara gaji suami sekarang Rp 4 juta (setelah dipotong sebagai dampak pandemi Covid-19). Sisa Rp 500.000 tidak cukup untuk makan. Apalagi, masih ada cicilan kredit yang lain (sepeda motor),” tutur ibu dua anak ini.
Santi (35), ibu tiga anak, yang bermukim tak jauh dari Nita, kini juga mulai memperhitungkan perpanjangan kredit rumah yang ditempatinya. Menurut dia, jika suaminya bisa memperoleh pekerjaan sebagai sopir lagi, ada kemungkinan ia bisa membayar cicilan pokok untuk kredit rumahnya.
Namun, inisiatif itu dia akui masih sulit dilaksanakan karena lowongan pekerjaan masih minim selama masa pandemi Covid-19 ini. Terlebih gajinya sebagai karyawan di klinik kecantikan juga dipotong selama pandemi, dari sebelumnya Rp 7 juta menjadi Rp 2 juta per bulan.
Sejak Maret lalu, Santi telah memperoleh keringanan pembayaran cicilan KPR berupa pembebasan pembayaran cicilan untuk waktu 1 tahun. Sebelumnya, setiap bulan ia harus membayar kredit rumah ke BTN sebesar Rp 4,5 juta. Dia akui keringanan kredit rumah yang diberikan pemerintah sangat membantu ekonomi keluarganya.
Kalau enggak dapat keringanan lagi, enggak bisa hidup. Cicilan rumah saja Rp 3,5 juta per bulan, sementara gaji suami sekarang Rp 4 juta.
Namun, ia juga mempertanyakan sampai kapan keringanan kredit rumah itu bisa diperoleh. Terlebih paket keringanan kredit yang diperoleh setiap orang tak sama. Tetangganya, Nita, sebagai contoh, hanya menerima keringanan kredit untuk jangka waktu 6 bulan, sementara dirinya memperoleh 1 tahun.
”Sekarang berat sekali. Gaji saya saja dipotong banyak, tinggal Rp 2 juta. Suami belum dapat pekerjaan lagi. Nah, keringanan kredit ini sampai kapan, belum ada informasi. Sementara ada yang dapat (keringanan kredit) 6 bulan, ada yang 1 tahun. Berbeda-beda,” ujarnya.
Santi mengaku, belum lama ini ia memperoleh pemberitahuan lewat surat elektronik untuk mengisi kembali formulir permohonan keringanan kredit rumah. Salah satu pertanyaannya apakah kepala keluarga telah memperoleh pekerjaan atau belum.
”Baru sebatas itu saja pertanyaannya dan saya jawab suami belum dapat pekerjaan. Namun, masalahnya, sampai kapan keringanan kredit rumah ini bisa kami peroleh,” ucapnya.
Sri Hartati (30), warga yang bermukim di salah satu perumahan di Kecamatan Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, juga mengaku mulai memperhitungkan kewajibannya membayar KPR. Apalagi, menurut dia, belum ada kepastian sampai kapan pandemi Covid-19 akan berakhir kendati sejak Maret lalu ia dibebaskan dari kewajiban membayar kredit rumah selama 1,5 tahun dari BTN.
”Gaji suami saya juga masih dipotong. Biasanya dapat Rp 7 juta, sejak pandemi hanya Rp 2 juta per bulan. Kalau pandemi masih berlanjut, tentu kami masih membutuhkan keringanan kredit. Sejauh ini saya hanya memperoleh kabar dari BTN, ada kemungkinan keringanan kredit bisa diperpanjang di tahun 2021,” tuturnya.
Sekretaris Perusahaan BTN Ari Kurniaman menyampaikan, adanya perbedaan skema keringanan kredit rumah yang diberikan kepada debitur karena BTN melakukan restrukturisasi kredit dengan sangat selektif. Skema restrukturisasi yang diberikan bank harus dilakukan secara tepat, disesuaikan dengan kondisi dan permasalahan masing-masing debitur, serta mengacu pada ketentuan yang berlaku.
”Skema restrukturisasi (kredit) antara satu debitur dan debitur lainnya akan berbeda-beda karena tiap debitur memiliki kondisi dan permasalahan yang berbeda-beda,” ucapnya.
Terkait perpanjangan masa keringanan kredit rumah bagi debitur, Ari menyampaikan BTN mengikuti kebijakan POJK No. 11/POJK.03/2020 tanggal 16 Maret 2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019. Selain itu, BTN juga terus melakukan evaluasi dan memantau restrukturisasi secara periodik sejak adanya kebijakan relaksasi Covid-19 ini.
Sementara itu, Juru Bicara Otoritas Jasa Keuangan Sekar Putih Djarot menyampaikan, OJK memperpanjang relaksasi restrukturisasi kredit selama setahun. Hal ini setelah memperhatikan asesmen terakhir OJK terkait debitur restrukturisasi sejak diputuskannya rencana memperpanjang relaksasi saat Rapat Dewan Komisioner OJK pada 23 September 2020. Adapun realisasi restrukturisasi kredit sektor perbankan per tanggal 28 September 2020 sebesar Rp 904,3 triliun untuk 7,5 juta debitur.