Usaha mikro, kecil, dan menengah mesti diintegrasikan dalam rantai pasok. Untuk itu, UMKM mesti berdaya saing.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah didorong menjadi bagian integral dalam sistem produksi nasional atau rantai pasok global. Mereka juga mesti menggarap keunggulan lokal untuk menghasilkan produk khusus.
Dengan cara itu, pelaku UMKM di Indonesia dapat berdaya saing dalam menggarap pasar domestik dan ekspor. Upaya ini bisa didukung pola kemitraan dan pengembangan koperasi.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki, Minggu (8/11/2020), mengatakan, pelaku UMKM di Jepang, Korea Selatan, dan China merupakan bagian terintegrasi rantai pasok industri besar. Misalnya, UMKM memasok suku cadang di industri otomotif dan elektronika.
”Di sana UMKM dan industri sama-sama tumbuh. Kalau di Indonesia, bisa terjadi industrinya berkembang, tetapi UMKM tertinggal. Kesenjangan makin lebar,” kata Teten dalam konferensi ”Loka Hejo dari UMKM untuk UMKM: Bersama Berdaya”.
Kegiatan yang dipandu Direktur Utama Smesco Indonesia Leonard Theosabrata itu disiarkan melalui akun Youtube Smesco Indonesia.
Menurut Teten, tanpa terintegrasi dengan sistem produksi atau rantai pasok, UMKM sulit bersaing dengan produsen produk massal. Di sisi lain, pasar produk khusus merupakan ceruk pasar yang harus digarap pelaku UMKM. Apalagi, sejumlah daerah di Indonesia punya keunggulan domestik berupa kekayaan produk kelautan, pertanian, perkebunan, dan lainnya yang belum diolah.
”Keunggulan domestik bisa dikembangkan, misalnya, dalam bentuk produk khusus,” katanya.
Tanpa terintegrasi dengan sistem produksi atau rantai pasok, UMKM sulit bersaing dengan produsen produk massal. (Teten Masduki)
Menurut Kepala Bidang Organisasi Internasional Council for Small Business (ICSB) Samsul Hadi, UMKM berpeluang mengisi pasar global dengan produk berbasis kreativitas. ”Keunikan atau lokalitas produk UMKM di bidang kreatif memiliki nilai jual tersendiri dibandingkan dengan produk massal pabrikan,” ujarnya.
Ekonom UOB Indonesia, Enrico Tanuwidjaja, dalam diskusi pekan lalu menyampaikan, salah satu tantangan di Indonesia, UKM kurang terintegrasi dengan korporasi besar dan dunia. (CAS)