Pedasnya Sambal Surabaya Menggoyang Lidah Konsumen Milenial Amerika
Pandemi Covid-19 yang berlangsung sejak Maret tidak menjadi hambatan bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah di Kota Surabaya untuk melakukan ekspor produk ke berbagai negara, termasuk Amerika Serikat.
Begitu virus korona yang menyebabkan Covid-19 menghampiri warga Kota Surabaya, nyaris semua sendi usaha langsung kolaps. Pembatasan pergerakan dan aktivitas bermuara pada turunnya daya beli bahkan sampai pengurangan pekerja hampir di semua usaha.
Di tengah keterpurukan ekonomi masih ada segelintir pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Kota Surabaya, yang tangguh menghadang keterpurukan. Mereka malah terus berproduksi untuk memenuhi pesanan bukan dari dalam negeri justru dari luar negeri.
Order dari luar negeri pun menjadi sandaran utama karena pasar domestik benar-benar terkapar. Produk yang selama ini diperdagangkan secara elektronik, yakni e-dagang, juga memasok ke swalayan, toko oleh-oleh, dan berjualan melalui media sosial khusus di dalam negeri juga ikut kolaps, alias tak ada pesanan. Bahkan, barang yang sudah ada di tangan pedagang sampai hari ini tak jelas nasibnya.
”Pasar domestik benar-benar tak bisa diharapkan karena semua menahan diri. Pelipur lara saat pandemi justru derasnya permintaan sambal berbagai varian dari pasar Ameriak Serikat,” kata Susilaningsih (65), pemilik usaha sambal dan camilan dengan merek Dede Satoe (DD1) yang ditemui Selasa (4/11/2020).
Baca juga: Surabaya Fasilitasi Bazar Produk Daring
Usaha yang dirintis oleh pensiunan pegawai negeri sipil sejak 2011 ini, setiap bulan rutin mengirim sambal berbagai varian kini ada 20 varian untuk menggoyang lidah konsumen di AS. Ekspor sambal dijalani sejak 2016 dan volumenya cenderung meningkat.
Pasar domestik benar-benar tak bisa diharapkan karena semua menahan diri. Pelipur lara saat pandemi justru derasnya permintaan sambal berbagai varian dari pasar Amerika Serikat. (Susilaningsih)
Tidak peduli pandemi Covid-19, yang berlangsung sejak pertengahan Maret, permintaan sambal justru tak kenal berhenti. Setiap bulan tak ada saja ribuan botol sambal meluncur ke negara paman sam itu.
Produk UMKM Surabaya yang tetap ditunggu konsumen di luar negeri, seperti Amerika Serikat, Korea, Qatar, Tiongkok dan Inggris, antara lain sambal, boks abu jenazah dan pernak pernik lain yang berbahan baku alami seperti eceng gondok dan daun kering.
”Selama pandemi hingga sekarang sudah 11 kali kirim barang ke AS untuk konsumen di beberapa kota. Setiap kali mengirim bisa 600-1.000 botol sambal dengan 20 varian,” kata Susi, yang merekrut ibu rumah tangga di sekitarnya untuk membersihkan bahan baku sambal.
Setiap bulan pasti ada barang yang dikirim untuk memenuhi pesanan. Pelaku UMKM ini seolah tak kenal pandemi karena ketika daya beli di dalam negeri lemah, pasar luar negeri justru menggeliat.
Susi yang mulai ekspor sambal ke AS mulai 2016 sudah melengkapi produknya dengan International Organization for Standardization (ISO) dan Hazard Analysis & Critical Control Point (HACCP) sehingga sambal selalu tiba tepat waktu.
Baca juga: Surabaya Fasilitasi Bazar Produk Daring
Dari produk sambal saja Susi bisa mengumpulkan pundi-pundi hingga November 2020 sebesar Rp 100 juta lebih. ”Tahun ini pengiriman ke AS justru lebih banyak dari 2019 yang hanya 8 kali pengiriman, sekarang sudah 11 kali,” katanya.
Menurut Susi, sambal Dede Satoe bisa menembus pasar AS yang sangat ketat terhadap produk makanan dari luar negerinya, cocok dengan lidah anak-anak milenial.
Ekspor melaju
Nyaris tak berhenti ekspor meski dilanda pandemi Covid-19 juga dialami Naniek Heri (60), pemilik Kriya Daun, memproduksi berbagai macam boks dan pernak-pernik yang terbuat dari daun kering.
”Setiap bulan 500–750 boks meluncur ke Inggris, sedangkan kemasan untuk kopi atau teh juga dikirim ke AS, Dubai dan Qatar. Karena itu, selama pandemi, saya sama sekali tidak merumahkan pegawai karena permintaan justru meningkat,” katanya.
Harga boks untuk tempat menyimpan abu jenazah di Inggris itu berkisar Rp 75.000–Rp 85.000 per boks. Pasar ekspor jadi penopang karena pesanan boks untuk tempat kopi, teh, atau suvenir dari berbagai kafe, perusahaan, organisasi, berbagai acara termasuk pernikahan dalam negeri benar-benar berhenti total.
Baca juga: Facebook Pacu Literasi Keuangan Pelaku Usaha di Surabaya
Sebelum pandemi paling tidak 1.000 boks untuk kemasan kopi dan teh setiap bulan dipesan oleh beberapa kafe di Jakarta dan Surabaya, termasuk bank BUMN untuk dijadikan suvenir.
Dua bulan terakhir selain menggarap penyelesaian order dari Inggris, juga mulai ada pesanan dari dalam negeri, seperti Kalimantan dan Sulawesi berupa suvenir untuk pernikahan.
Mengisi permintaan konsumen di luar negeri khusus di Korea dan China juga dialami Wiwit Manfaati (56). Produknya berupa tas, tikar, dan peralatan rumah tangga serta pemanis ruangan yang seluruh terbuat dari eceng gondok.
”Ini ada permintaan berbagai model tas untuk perempuan dari Guangzou dan minta segera dikirim. Jumlahnya lumayan banyak,” kata Wiwit yang memiliki pasar potensial di Korea hingga Eropa.
Pemkot Surabaya
Pemerintah Kota Surabaya memang tak pernah ”melepas” pelaku UMKM mulai dari produdki hingga mencari pasar sendiri. Selama pandemi pun pelaku UMKM terus didampingi termasuk diberi ”pekerjaan” sesuai dengan kebutuhan seperti menggarap alat pelindung diri, menyediakan minuman penambah imun, membuat makanan atau minuman yang seluruhnya untuk warga Surabaya yang terdampak Covid-19
Pelaku usaha ini saat menggarap order dari luar negeri, mereka diberi pekerjaan menggarap produk terkait Covid-19. ”Cara ini untuk memberi stimulan bagi UMKM agar tetap bergairah dan ekonomi bergerak,” kata Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
Baca juga: Wirausaha Surabaya Menolak Menyerah
Selama pandemi sejak pertengah Maret, pelaku UMKM yang tidak ada order, diberi pekerjaan terkait penanganan Covid-19. Memasak nasi untuk 35.000 kotak/bungkus per hari. Pekerjaan ini diberikan kepada beberapa kelompok usaha katering.
Sementara pembuatan APD dibagikan untuk UMKM yang selama ini bergerak di produk garmen.
Selama pandemi pelaku UMKM mengerjakan banyak hal yang diberikan oleh Pemkot Surabaya seperti membuat APD, membuat abon, keripik tempe, serta keperluan lain, seperti minuman, sehingga tidak ada UMKM yang mengurangi pekerja.
Mengungkit daya beli pun menurut Kepala Dinas Perdagangan Kota Surabaya Wiwiek Widayati, secara rutin mereka yang bergabung dalam Pahlawan Ekonomi (PE) menggelar bazar secara dalam jaringan.
Tidak hanya bazar yang dilakukan secara online atau daring, pelatihan berbagai keterampilan soal manajemen, membuat kemasan agar menarik, cara berpromosi, bahkan bagaimana kiat pemasaran di kala pandemi, pun terus digelar setiap pekan.
Bahkan, kata Wiwiek, pelaku UMKM pun diajari membangun jejaring untuk memasarkan produk lewat media sosial. Ibaratnya setiap celah untuk mengais di ceruk pasar yang kian sesak, dijajal agar eksistensi UMKM tak melempem meski pandemi Covid-19.
UMKM di Kota Surabaya sekarang ada sekitar 30.000 unit usaha. Pelaku usaha ini menurut Wiwiek tak pernah berhenti mengasah keterampilan terkait perkembangan usaha dan produk yang dihasilkan.
Pahlawan ekonomi
Seperti dikemukakan Humas Pahlawan Ekonomi Agus Wahyudi, UMKM di Kota Surabaya yang bergabung PE sejak 2010, kini sudah mencapai 11.464 orang. Di kala pendemi virus korona sejak pertengahan Maret lalu, segelintir pelaku usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) di Kota Surabaya, tetap menggeliat mengisi pasar ekspor.
Produk yang tetap ditunggu konsumen di luar negeri, seperti Amerika Serikat, Korea, dan Inggris berupa sambal, boks abu jenazah dan pernak pernik lain yang berbahan baku alami, seperti eceng gondok dan daun kering.
Pelaku usaha supaya benar-benar tangguh dalam segala situasi termasuk ketika ekonomi terganggu, termasuk dibekali tata cara menembus pasar ekspor. (Tri Rismaharini)
Pelaku usaha di sektor padat karya ini kata Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini diberi pekerjaan menggarap alat pelindung diri, menyediakan minuman penambah imun, membuat makanan, atau minuman yang seluruhnya untuk warga Surabaya yang terdampak Covid-19.
Selama pandemi sejak pertengah Maret, pelaku UMKM yang tidak ada order, diberi pekerjaan terkait penanganan Covid-19. Memasak nasi untuk 35.000 kotak/bungkus per hari. Mengerjakan APD, membuat abon, keripik tempe dan keperluan lain selama pandemi sehingga tidak ada UMKM yang mengurangi pekerja.
Risma pun rutin hadir memberikan motivasi kepada pelaku usaha secara dalam jaringan, termasuk aktif saat berlangsung bazar Pahlawan Ekonomi secara virtual. Selama 10 tahun mendampingi pelaku UMKM di Kota Surabaya, ibu dua anak ini pun pun selalu menjadi kurator semua produk makanan, suvenir, camilan bahkan kerajinan, batik atau produk lain.
Pelaku usaha rumahan, menurut Risma tak bisa segera dilepas untuk berjibaku mengembangkan usahanya. ”Pelaku usaha supaya benar-benar tangguh dalam segara situasi termasuk ketika ekonomi terganggu harus terus diberi motivasi dan keterampilan terkait usaha. Tidak hanya ilmu bagaimana membuat produk, tetapi juga soal kemasan, menjaga kualitas, pemasaran bahkan harus bisa ekspor,” ujarnya.
Dengan segala kemampuan dan motivasi yang diberikan, kata Risma kepada pelaku usaha, ketika ekonomi terpuruk, daya beli turun, mereka sangat sigap mencari jalur lain untuk memasarkan produknya. ”Pelaku usaha itu tidak bisa hanya berbekal kemampuan memproduksi lantas dibiarkan jalan sendiri. Perlu terus didampingi sampai mereka benar-benar mandiri,” ujarnya Presiden Asosiasi Pemerintah Daerah (UCLG) Asia Pacific ini.
Baca juga: Perkuatan UMKM Surabaya Dibahas dalam Sidang UCLG Asia Pacific
Tidak hanya bazar yang dilakukan secara daring, pelatihan berbagai keterampilan soal manajemen, membuat kemasan agar menarik, cara berpromosi, bahkan bagaimana kiat pemasaran di kala pandemi, pun terus digelar setiap pekan.
Di Kota Surabaya pelaku UMKM pun dibekali membangun jejaring untuk memasarkan produk lewat media sosial. Ibaratnya setiap celah untuk mengais di ceruk pasar domestik yang kian sesak, sementara untuk menjajal pasar ekspor syaratnya sangat banyak.
Untuk itu Pemkot Surabaya terus membekali pelaku UMKM agar tak melempem meski dalam menjalankan usaha tak lepas dari terjangan badai. Seperti selama pandemi Covid-19, ketika pasar domestik babak belur, produk pun melaju menerobos pasar ekspor.