Optimisme warga sejatinya adalah modal baik bagi Indonesia untuk segera pulih dan keluar dari krisis. Namun, ada hal yang krusial untuk mewujudkan harapan baik itu, yakni pandemi yang terkendali.
Oleh
Mukhamad Kurniawan
·3 menit baca
Ada sederet kajian, survei, dan penelitian yang menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia adalah warga dunia yang optimistis. Sikap berpengharapan baik merupakan modal yang baik untuk menghadapi masalah. Namun, optimisme saja belumlah cukup untuk keluar dari jurang krisis akibat pandemi Covid-19.
Perusahaan konsultan dan manajemen global McKinsey pada laporan survei 26 Oktober 2020 terkait sentimen dan perilaku konsumen di tengah ketidakpastian akibat Covid-19 mencatat, konsumen di China, India, dan Indonesia secara konsisten menyampaikan optimisme yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsumen di negara-negara lain di dunia.
Sementara mereka yang berada di Eropa dan Jepang tetap kurang optimistis terkait kondisi ekonomi negara mereka setelah Covid-19. Di semua negara di Eropa, kecuali Italia, menurut survei itu, optimisme menurun sejalan dengan peningkatan kasus Covid-19 yang terkonfirmasi sejak akhir Juli 2020.
Optimisme konsumen Indonesia juga terekam dalam survei yang sama beberapa bulan sebelumnya. Pada survei bulan April, Mei, dan Juni 2020, optimisme konsumen China, India, dan Indonesia, terkait pemulihan ekonomi akibat Covid-19, juga merupakan yang paling tinggi dibandingkan dengan 42 negara lain yang disurvei secara periodik sejak Maret 2020. Optimisme itu artinya perekonomian diyakini segera pulih, bahkan lebih kuat dibandingkan sebelum pandemi.
Survei lain oleh Inventure, perusahaan konsultasi, riset, dan pelatihan, pada September-Oktober 2020, sejalan dengan laporan McKinsey. Survei yang menyasar 1.121 responden di seluruh Indonesia itu menemukan, sebanyak 51,4 persen responden optimistis kondisi keuangannya akan normal kembali pada akhir tahun 2020. Hasil survei ini menunjukkan, meski pendapatan sebagian besar (67,6 persen) responden menurun selama pandemi Covid-19, mereka optimistis krisis akan segera berlalu.
Hasil riset United Overseas Bank (UOB), Accenture, dan Dun&Bradstreet terhadap 200 pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) dari berbagai sektor utama di Indonesia pada triwulan III-2020 menunjukkan, meski sebagian besar pendapatan industri UKM turun, 57 persen responden optimistis perekonomian akan segera membaik setelah pandemi.
Optimisme itu membutuhkan ”kendaraan” agar harapan baik bisa terwujud.
Akan tetapi, optimisme itu membutuhkan ”kendaraan” agar harapan baik bisa terwujud. Pemulihan ekonomi kali ini mensyaratkan satu hal yang tak bisa ditawar, yakni pengendalian pandemi Covid-19. Belajar dari situasi di banyak negara 10 bulan terakhir, ekonomi hanya akan membaik secara berkualitas ketika Covid-19 terkendali.
Matriks Keadaan Ekonomi dan Kesehatan oleh Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menunjukkan, kendati ada aktivitas dalam empat bulan terakhir, kemajuannya terhitung pelan. Pergerakan orang di sebagian besar provinsi selama Agustus-Oktober 2020 masih terjebak di kisaran yang sama seperti situasi pada Juni 2020 saat pembatasan sosial berskala besar dilonggarkan (Kompas, 6/11/2020).
Laporan McKinsey sejalan dengan matriks tersebut. Konsumen di seluruh dunia berada pada tahap yang sangat berbeda untuk melanjutkan aktivitas di luar rumah. Di China, 81 persen konsumen terlibat secara teratur dengan aktivitas di luar rumah, tetapi di Indonesia hanya 22 persen.
Keyakinan warga untuk beraktivitas di luar rumah erat dengan kebijakan penguncian wilayah dan penanganan pandemi Covid-19. Sejumlah riset menyebut, konsumen Indonesia tetap khawatir untuk keluar rumah meski pemerintah telah melonggarkan pembatasan sosial dan mengizinkan aktivitas ekonomi.
Sekali lagi, optimisme warga sejatinya adalah modal baik bagi Indonesia untuk segera keluar dari krisis. Namun, ada hal yang krusial untuk mewujudkan harapan baik itu, yakni pandemi yang terkendali.