Sejumlah warga di Jakarta mulai menekan pengeluaran rumah tangga seiring dengan terjadinya resesi. Langkah ini diambil sebagai langkah berjaga-jaga dalam situasi ketidakpastian.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Resesi yang terjadi saat ini membuat warga di Jakarta berhati-hati dalam mengelola keuangan. Mereka berusaha menekan pengeluaran yang dianggap kurang esensial di tengah pandemi Covid-19.
Setelah Badan Pusat Statistik (BPS) memaparkan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2020 terkontraksi sebesar minus 3,49 persen, sebagian warga merespons dengan cara yang beragam. Kontraksi itu berlanjut dari triwulan II-2020 yang minus 5,32 persen. Meski pertumbuhan ekonomi makin membaik, resesi tak terhindarkan lantaran mengalami pertumbuhan ekonomi negatif dalam dua triwulan secara beruntun.
Jumadi (42), warga Cengkareng, Jakarta Barat, berpikir untuk memotong pengeluaran sejak Jumat (6/11/2020). Dia menghitung pengeluaran keluarganya untuk masak di rumah sekitar Rp 80.000 per hari. Hal itu belum dengan pengeluaran untuk sewa kontrakan, internet, serta kebutuhan belanja lewat layanan daring selama pandemi Covid-19.
”Sepertinya ini akan berpengaruh ke perekonomian yang makin sulit. Kalau situasinya begitu, saya sama istri mulai mikir pengeluaran apa yang bisa ditekan selama pandemi,” ujar pekerja honorer Kecamatan Cengkareng ini saat dihubungi pada Jumat siang.
Jumadi berencana menghemat pengeluaran untuk bahan makanan di rumah. Cara itu mungkin dilakukan dengan mengurangi pembelian daging dalam sepekan. Selain itu, pengeluaran untuk belanja daring yang mencapai ratusan ribu rupiah per bulan juga dikurangi. ”Kalau setiap pekan beli ayam di pasar sampai tiga kali, mungkin berkurang jadi dua kali, atau bahkan sekali saja. Belanja online juga berusaha dikurangi, kayaknya terlalu sering beli barang yang enggak perlu,” tuturnya.
Umi Dian Wijayanti (39), warga Kembangan, Jakarta Barat, juga menekan pengeluaran dari belanja daring. Selama pandemi, dia kerap membeli barang-barang mode yang meliputi baju, hijab, hingga aksesori Muslimah. ”Belanja online itu susah banget ngontrol-nya, tapi saat ini kayaknya akan lebih giat lagi,” kata pegawai perbankan ini.
Sementara Farrah Meuthia (25), warga Jakarta Utara, juga lebih mengatur keuangan dari sejumlah pengeluaran tidak perlu. Hal itu terutama karena dia sedang hamil anak pertama. Penghasilan dari suami pun fokus untuk tabungan persalinan.
Cari penghasilan
Baik Umi, Jumadi, maupun Farrah cenderung cari kesempatan untuk menambah penghasilan. Pandemi yang membuat perekonomian sulit justru memicu lahan usaha untuk mereka, mulai dari penjualan makanan hingga jasa. Umi, misalnya, menjalankan bisnis pesanan abon ikan peda.
Sementara Farrah menerima jasa pembuatan produk rajut yang berjalan konsisten sejak September. Cara-cara ini mereka lakukan untuk menyiasati terbatasnya pemasukan selama masa pandemi.
Direktur Eksekutif Centre of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan, langkah untuk menahan pengeluaran dan mencari alternatif pemasukan adalah konsekuensi logis dari situasi saat ini. Insting menahan diri, berjaga-jaga secara keuangan adalah hal yang sangat wajar.
Meski begitu, kecenderungan untuk menahan pengeluaran, menabung, atau sejenisnya adalah hal yang kurang sehat untuk perekonomian. Apabila perilaku menabung tinggi dan perilaku belanja rendah, hal ini turut memengaruhi daya beli masyarakat. Artinya, daya beli atau yang biasa disebut dengan istilah konsumsi rumah tangga semakin rendah.
Pada situasi saat ini, pemerintah akan butuh lebih banyak konsumsi rumah tangga untuk menggulirkan lagi perekonomian. Sementara situasi sekarang memicu kurangnya kepercayaan diri publik saat berkegiatan konsumsi. ”Kepercayaan diri publik untuk konsumsi itu yang mesti kini ditingkatkan,” ujar Faisal.
Paparan dari BPS juga menandakan pertumbuhan ekonomi akan bergerak sedikit demi sedikit. Faisal menilai, situasinya akan makin baik, tetapi tahapannya lambat. Untuk itu, dukungan daya beli masyarakat dapat sangat membantu.
Menurut Faisal, hal yang bisa dilakukan saat ini adalah tetap berkegiatan konsumsi dengan wajar dan sesuai kebutuhan. Perilaku menahan pengeluaran juga bisa dilakukan dengan wajar, seperti menahan pembelian barang yang bukan kebutuhan sehari-hari. ”Sebenarnya perilaku menahan pengeluaran adalah hal yang tidak bisa dipaksakan, bahkan menyiapkan tabungan pun adalah hal yang natural. Tetapi, tingkat konsumsi kebutuhan esensial harus tetap dijaga demi perekonomian,” tutur Faisal.
Kepala Ekonom Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri menilai, perbaikan ekonomi saat ini akan semu semata selama penanganan pandemi berjalan dengan baik. ”Kondisi sekarang menunjukkan persoalan dasarnya, yaitu kesehatan, belum terselesaikan. Selama faktor utamanya belum selesai, pertumbuhan ekonomi akan mandek,” katanya, Kamis (5/11/2020).
Kunci menyelaraskan ekonomi dan kesehatan adalah tes dan pelacakan yang masif. Yose meyakini, Indonesia mampu asalkan pemerintah pusat dan daerah serius dan bersedia bekerja keras. Solusi pemerintah yang terpusat pada produksi, pembelian, dan distribusi vaksin belum bisa diandalkan karena riskan dan efektivitasnya masih dipertanyakan.