Anggaran Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Diperkirakan Tersisa
Per 2 November 2020, realisasi penyerapan anggaran penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi baru 52,8 persen. Pemerintah fokus pada program perlindungan sosial. Namun, anggaran diperkirakan tetap sisa di akhir tahun.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menargetkan penyerapan anggaran penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional setidaknya Rp 100 triliun selama triwulan IV-2020. Penyerapan anggaran akan difokuskan pada program-program perlindungan sosial yang sudah terjadwal. Namun, pemerintah diingatkan bahwa pemulihan ekonomi tidak bisa hanya bergantung pada penyerapan anggaran.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi penyerapan anggaran penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional sampai 2 November 2020 sebesar Rp 366,86 triliun. Angka itu 52,8 persen dari pagu total sebesar Rp 695,2 triliun.
Rinciannya, realisasi anggaran untuk bidang kesehatan Rp 31,14 triliun atau 35,57 persen dari pagu, perlindungan sosial Rp 176,38 triliun (86,51 persen), dukungan usaha mikro kecil dan menengah Rp 93,59 triliun (75,81 persen), sektoral kementerian/lembaga Rp 30,25 triliun (28,51 persen), insentif dunia usaha Rp 35,49 triliun (29,43 persen), dan pembiayaan korporasi belum sama sekali.
Menurut Ketua Satuan Tugas Pemulihan Ekonomi Nasional Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Budi Gunadi Sadikin, anggaran tidak akan terserap sepenuhnya di akhir tahun karena sisa waktu tinggal dua bulan. Terlebih pelaksanaan anggaran setiap tahun hanya sampai minggu kedua Desember.
”Arahan Presiden (Joko Widodo), anggaran pada triwulan IV-2020 tetap disalurkan semaksimal mungkin. Sisa anggaran kalau bisa diserap semua atau minimal Rp 100 triliun pada triwulan IV-2020,” kata Budi dalam telekonferensi pers, Rabu (4/11/2020).
Upaya pemerintah memaksimalkan penyerapan anggaran triwulan IV-2020 ditempuh melalui program perlindungan sosial. Realisasi bisa maksimal karena penyerapan anggaran program perlindungan sosial sudah terjadwal.
”Dari hasil hitungan sementara, sisa anggaran penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional yang tidak akan terserap (di akhir tahun 2020) secara keseluruhan berkisar Rp 170 triliun-Rp 180 triliun,” kata Budi.
Budi menambahkan, pemerintah akan mempersiapkan penyaluran anggaran penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional tahun 2021 mulai akhir tahun 2020. Harapannya, penyerapan anggaran triwulan I-2021 bisa lebih cepat sekaligus mengantisipasi masalah birokrasi yang selama ini terjadi.
Bantuan sosial
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Sosial Juliari P Batubara mengatakan, beberapa program perlindungan sosial reguler dan tambahan akan diperpanjang hingga 2021. Program reguler, seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Kartu Sembako, diberikan sampai akhir tahun. Sementara program tambahan berupa bantuan tunai dialokasikan Januari-Juni 2021.
Penyerapan anggaran perlindungan yang dikelola Kementerian Sosial akan terealisasi optimal karena jumlah kelompok penerima manfaat (KPM) sudah terpenuhi, antara lain, 100 juta KPM PKH, 20 juta KPM Kartu Sembako, dan 9 juta KPM bantuan sosial tunai wilayah Jabodetabek.
”Pemerintah akan langsung tancap gas pada triwulan I-2021 agar alokasi anggaran perlindungan sosial bisa membantu menjaga konsumsi nasional dan berkontribusi ke pemulihan ekonomi,” ujar Juliari.
Secara terpisah, ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (UI), Teuku Riefky, berpendapat, upaya memulihkan ekonomi tidak bisa hanya bergantung pada penyerapan anggaran. Fokus dan implementasi strategi penanggulangan virus akan berperan penting dalam kondisi perekonomian Indonesia.
Banyak negara membuktikan bahwa pemulihan ekonomi tidak mungkin tercapai tanpa adanya pemulihan kesehatan. Jika krisis kesehatan tertangani dan strategi pemulihan melalui berbagai stimulus fiskal dan moneter berjalan efektif, pertumbuhan ekonomi akan kembali positif pada 2021.
Tawarkan sukuk
Sementara itu, pemerintah menawarkan surat berharga negara ritel terakhir tahun ini. Instrumen investasi sukuk tabungan seri ST007 ditawarkan dengan tingkat bunga 5,5 persen. Sukuk tabungan seri ST007 ditawarkan mulai Rabu (4/11/2020) hingga 25 November 2020.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman memaparkan, ST007 adalah instrumen investasi surat berharga negara (SBN) ritel terakhir yang terbit tahun ini. Sepanjang tahun ini, pemerintah telah menerbitkan lima seri SBN ritel.
Risiko gagal bayar yang rendah dinilai menjadi salah satu keunggulan ST007 dibandingkan dengan instrumen investasi lain. Investasi ST007 dijamin negara melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara. Selain itu, ST007 juga dapat dijual atau dicairkan sebelum jatuh tempo.
Analis riset Capital Asset Management, Desmon Silitonga, yang dihubungi Rabu (4/11/2020), menuturkan, minat investor untuk membeli SBN ritel cukup tinggi pada tahun ini dan diperkirakan berlanjut sampai tahun depan. Instrumen investasi ini menarik karena rendah risiko, pajak lebih murah, dan tingkat kupon yang ditawarkan relatif tinggi.
Pemerintah berpeluang menerbitkan seri SBN ritel lebih banyak dibandingkan tahun ini yang hanya enam kali penerbitan. Minat masyarakat terutama generasi milenial untuk berinvestasi akan meningkat seiring perbaikan kondisi ekonomi. Momentum ini bisa ditangkap untuk memperluas basis investor domestik.
Minat masyarakat terutama generasi milenial untuk berinvestasi akan meningkat seiring perbaikan kondisi ekonomi.
“Tahun depan ekonomi diproyeksikan membaik sehingga konsumsi dan investasi kembali tumbuh sehingga permintaan terhadap SBN ritel bisa lebih tinggi,” kata Desmon.
Meski demikian, tren kupon yang ditawarkan SBN ritel cenderung turun mengikuti pergerakan suku bunga acuan Bank Indonesia. Investor tidak akan menikmati imbal hasil setinggi awal tahun 2020 yang bisa mencapai 6 persen. Indonesia memasuki era suku bunga rendah ditambah tren inflasi yang lemah.
Desmon menambahkan, kendati tingkat kupon akan lebih rendah, tetapi SBN ritel masih lebih menarik dibandingkan instrumen lain, seperti deposito. Saat ini rata-rata suku bunga deposito sudah di bawah 5 persen dan berpotensi turun apabila BI kembali menurunkan suku bunga acuannya.
“Tahun depan Indonesia masih proses pemulihan sehingga kemungkinan suku bunga rendah. Berharap imbal hasil lebih tinggi dari tahun ini susah, tetapi paling tidak tetap,” ujar Desmon.