Pengusaha Kecil Mengarungi Kanal-kanal Pemasaran Digital
Semangat pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah tidak pernah habis selama pandemi Covid-19. Mereka berjuang mengarungi berbagai kanal digital demi kelangsungan usaha di tengah pembatasan sosial.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Umi Dian Wijayanti (39) belakangan sibuk pada hari-hari menjelang akhir pekan. Kamis (5/11/2020) siang, dia mulai berbelanja ikan peda dan bahan lain untuk meracik abon. Dia juga memperkirakan banyaknya pesanan sebelum membuka layanan prapesan mulai Jumat (6/11/2020).
Dia menyiapkan produk abon ikan peda yang dijual secara daring. Selama pandemi Covid-19, dia terbiasa membuka layanan prapesan lewat kanal media sosial menjelang akhir pekan. Belakangan barang dagangannya juga mendapat sorotan karena turut dalam Festival Jajan Jakpreneur, gelar pameran kuliner dan kerajinan secara daring oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
”Selama pandemi, kesibukan selain kerjaan kantor jadi nambah lagi karena usaha sampingan. Hari begini sudah mulai belanja, mulai buka layanan preorder, mulai sibuk lagi promo di media sosial,” ujar perempuan pekerja kantoran ini saat dihubungi, Kamis siang.
Kesibukan Umi adalah cerminan banyak orang selama pandemi. Belakangan makin banyak orang memulai usaha sampingan ketika sedang di rumah. Mereka kemudian memasarkan barang dagangan itu lewat berbagai kanal pemasaran digital.
Umi lebih memanfaatkan media sosial Instagram dan Whatsapp untuk melanggengkan bisnisnya. Dari situ, dia setidaknya mendapat pesanan 15-20 stoples abon setiap pekan. Bagi perempuan yang tinggal di Jakarta Barat ini, penjualan abon yang dia beri merek Lilo Pedo tersebut lumayan untuk bisnis kecil-kecilan.
Farrah Meuthia (25) menjalani model bisnis serupa untuk memasarkan kerajinan rajutnya. Dia juga aktif mendapat pesanan dari kanal e-commerce. Pemilik usaha bernama Kumerajut ini menggencarkan kanal digital untuk strategi promosi produk-produk hasil rajutannya sendiri.
Dengan kanal digital, Farrah merasakan jangkauan pasar produknya makin luas. Dia belakangan juga mendapat pesanan dari luar kota untuk barang-barang kebutuhan selama pandemi, seperti masker rajut, pengait masker rajut, serta wadah botol cairan pembersih tangan.
Untuk menggaet pelanggan, Farrah fokus pada kanal produk di e-commerce dan media sosial. Sejumlah platform itu memberinya kemudahan, seperti promosi dengan cara yang lebih mudah lewat medsos. Farrah kini pun memperhatikan bagaimana membuat publikasi yang menarik, sehingga pelanggan tertarik sejak dari medsos.
Hal yang sama dilakukan pengusaha di Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi). Ketua Bidang Koperasi, Usaha Kecil Menengah, dan Pengembangan Start-up Hipmi Jakarta Raya Diatche Harahap menyebut 70 persen dari total sekitar 4.000 anggota Hipmi di Jakarta kini beradaptasi dengan kanal digital. Mayoritas usaha yang beradaptasi itu adalah penjualan ritel, termasuk produk makanan dan minuman.
Diatche menambahkan, promosi lewat media sosial belakangan efektif karena rekan-rekan sesama usaha saling melihat dan membantu. Menurut dia, ada sisi bisnis sosial di kalangan pengusaha, yakni saing bantu untuk mempertahankan karyawan masing-masing.
Tuntutan digital
Karena situasi pandemi, tuntutan agar pengusaha lebih aktif dalam ekosistem digital kian besar. Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Arif Rahman Hakim mengatakan, UMKM yang terbukti dapat bertahan dan bahkan tumbuh adalah mereka yang dapat membaca peluang serta menyesuaikan bisnisnya. Salah satunya dengan masuk ke ekosistem digital atau go digital.
Akan tetapi, baru 13 persen atau 8 juta pelaku UMKM yang sudah go digital. Oleh karena itu, semua pihak mesti bahu-membahu agar UMKM mampu bertahan dan bahkan berkembang di tengah situasi sulit (Kompas.id, 10/8/2020).
Bagi pengusaha seperti Umi dan Farrah, kehadiran ekosistem digital dapat membuka persaingan dagangan secara bebas. Dalam kanal digital, mungkin banyak pelaku usaha menawarkan produk sejenis dengan kualitas berbeda-beda.
Umi sendiri percaya diri karena merasa produknya berkualitas. Begitu pula Farrah, dirinya merasa produk kerajinan tangan punya ciri khas tersendiri yang bergantung kepada perajinnya. Menurut dia, produk rajutan sangat bergantung pada ketekunan si pembuat.
Sea, perusahaan internet berbasis yang fokus pada pasar Asia Tenggara dan Taiwan, pada Juli lalu menyebut sekitar 50 persen pelaku usaha mengoptimalkan penggunaan media digital. Survei tersebut dilakukan pada pertengahan Juni terhadap 20.000 anak muda dengan 10 persen lebih di antaranya pelaku usaha (Kompas.id, 2/7/2020).
Survei juga menunjukkan pelaku UMKM mengubah strategi pemasaran. Sebanyak 45 persen pelaku usaha muda berjualan lebih aktif di platform e-commerce. ”Satu dari lima pelaku usaha adalah pengguna baru e-commerce. Mereka umumnya bergerak di industri rumahan, student entrepreneur yang membantu ekonomi keluarga, pelaku di sektor ritel, pertanian, ataupun kesehatan,” ujar Presiden Komisaris Sea Group Pandu P Sjahrir.
Kanal digital makin memudahkan jalan pengusaha kecil. Namun, dengan kondisi itu pula, mereka juga berhadapan dengan persaingan bebas. Di tengah pandemi, butuh kreativitas agar usaha mereka tetap relevan. Semoga semangat dan ide tidak habis karena desakan situasi.