Pastikan Kelegalan Usaha dan Kelogisan Penawaran Sebelum Berinvestasi
Investasi harus direncanakan, termasuk memilih produk investasi. Dalam merencanakan, penting bagi calon investor untuk memastikan produk investasi berasal dari perusahaan yang legal dan penawarannya logis.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Otoritas Jasa Keuangan terus berupaya mengedukasi masyarakat untuk memastikan status legal dan logis sebelum memutuskan berinvestasi. Terlebih, literasi keuangan di pasar modal menempati posisi terendah dibandingkan dengan lembaga jasa keuangan lainnya.
Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2019 menunjukkan, indeks tingkat pemahaman (literasi) keuangan sebesar 38,03 persen, meningkat dari 29,66 persen pada 2016. Namun, jika dilihat per lembaga jasa keuangan, pasar modal menempati posisi terendah dibandingkan lembaga jasa keuangan lainnya.
Tingkat literasi pasar modal pada 2019, yaitu 4,92 persen, naik dari 4,4 persen (2016). Namun, angka ini masih jauh di bawah literasi perbankan (36,12 persen), perasuransian (19,4 persen), pegadaian (17,81 persen), lembaga pembiayaan (15,17 persen), dan dana pensiun (14,13 persen).
Pada sisi lain, hingga September 2020, OJK telah menutup 824 entitas investasi ilegal, 2.840 entitas teknologi finansial (fintech) ilegal, dan 143 entitas gadai ilegal. Selain itu, ditemukan pula 3.224 (31 persen) dari 10.361 iklan jasa keuangan yang tidak jelas, menyesatkan, dan tidak akurat.
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Tirta Segara, menyampaikan, masyarakat atau calon investor perlu mencermati apabila investasi yang ditawarkan menjanjikan keuntungan tidak wajar dalam waktu cepat dan bebas risiko. Ada juga yang menjanjikan bonus dari perekrutan anggota baru serta memanfaatkan tokoh masyarakat atau tokoh agama.
”Perlu diingat, semua investasi itu berisiko maka perlu dipastikan 2L, yaitu legal dengan terdaftar di OJK dan juga logis karena nggak ada yang bisa memberikan keuntungan besar dalam waktu cepat. Risiko investasi itu bukan untuk dihindari, tetapi dikelola sehingga memperoleh return (pengembalian) yang optimal,” kata Tirta, Kamis (5/11/2020).
Paparan disampaikan dalam webinar ”Investasi Aman di Pasar Modal Saat Pandemi”. Webinar ini merupakan kegiatan pertama dalam rangka OJK Mengajar, HUT Ke-9 Otoritas Jasa Keuangan, Bakti Membangun Negeri.
Tirta pun mengimbau setiap calon investor yang ingin berinvestasi di pasar modal untuk terlebih dahulu mengecek legalitas dari investasi tersebut. Pengecekan dapat dilakukan dengan mengontak Whatsapp OJK di nomor 081-157-157-157.
Pengguna dapat mengetikkan nama perusahaan teknologi finansial yang ingin diketahui dan kemudian pesan akan dibalas dengan penjelasan apakah perusahaan tersebut legal atau ilegal. Layanan ini juga memberikan informasi terkait rekam jejak perusahaan yang bersangkutan.
Perlindungan konsumen, menurut Tirta, tidak hanya bersifat preventif, tetapi juga kuratif. Apabila ada investor yang menjadi korban dari investasi ilegal, OJK juga menerima layanan aduan dengan mengontak 157 atau mendatangi langsung kantor OJK.
Untuk penyelesaian sengketa, konsumen juga bisa mengajukan kepada Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK). Saat ini masih dalam proses integrasi enam lembaga sehingga di awal 2021 hanya akan ada 1 LAPS SJK.
”Produk keuangan ini, kan, hybrid sehingga kadang konsumen bingung harus ke mana. Jadi diharapkan melalui LAPS SJK nantinya dapat langsung ditangani untuk mediasi dan arbitrase oleh para ahli di bidang keuangan,” ujar Tirta.
Manfaat pasar modal
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen menjelaskan, pasar modal merupakan salah satu sumber pembiayaan jangka panjang bagi perusahaan dalam mengembangkan usahanya. Pasar modal juga menjadi tempat investasi masyarakat dengan memiliki saham perusahaan.
Selain itu, pasar modal dalam sektor jasa keuangan juga berperan pada arah kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024. Total kebutuhan investasi dalam rentang periode tersebut mencapai hingga Rp 37.225,76 triliun.
Pembagian instrumen pembiayaan terbesar berasal dari dana internal masyarakat (75,3 persen). Ada pula kredit perbankan (8,8 persen), penerbitan saham (1,2 persen), penerbitan obligasi (8,8 persen), dan dana internal Badan Usaha Milik Negara (5,9 persen).
”Hal yang paling sering menjadi perhatian, perekonomian nasional itu butuh pendanaan, bukan hanya korporasi, melainkan juga ada kepentingan negara untuk melakukan pembangunan. Peran pasar modal, salah satunya ketika perusahaan menerbitkan obligasi untuk melakukan investasi,” kata Hoesen.
Sementara itu, kapitalisasi pasar modal Indonesia per 27 Oktober 2020 sebesar Rp 5.956,71 triliun. Perbandingan kapitalisasi pasar modal terhadap produk domestik bruto, pada 2019, hanya sebesar 45,9 persen.
Jika dibandingkan dengan negara tetangga, menurut Hoesen, total kapitalisasi pasar modal Indonesia terhadap PDB masih rendah. Negara dengan kapitalisasi pasar modal yang lebih tinggi, antara lain Filipina (85,6 persen), Malaysia (108,1 persen), Singapura (187,4 persen), Thailand (99,9 persen), dan Vietnam (54,3 persen).
”Dari data tersebut kita bisa lihat, pemanfaatan pasar modal untuk kegiatan pengembangan pembangunan nasional di Vietnam lebih agresif daripada kita. Pasar modal di Indonesia ini masih dangkal dengan jumlah emiten yang terbatas,” ujar Hoesen.