Konsumsi jadi penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan demikian, jika konsumsi merosot, berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Oleh
Dewi Indriastuti
·3 menit baca
Ini kisah pelajar di Kebumen, Jawa Tengah. Tahun lalu, saat duduk di bangku sekolah menengah pertama, ia punya rekening tabungan. Ia bisa membuka rekening dan menyetor dana di sekolah karena sekolahnya bergabung dalam kegiatan Gerakan Indonesia Menabung.
Kegiatan itu antara lain diisi program Simpanan Pelajar oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Cukup menunjukkan kartu pelajar dan uang Rp 5.000 sebagai setoran awal, pelajar sudah bisa memiliki rekening atas namanya.
Namun, baru dua atau tiga kali menyetor uang ke rekening tabungan, pandemi Covid-19 melanda. Kegiatan belajar tatap muka di sekolah terhenti. Kegiatan ekonomi melambat. Sebagian pelajar tak lagi bisa menabung karena uang yang akan ditabung tidak ada. Selain itu, kegiatan belajar di rumah membuat pelajar tak lagi punya kesempatan menyetor uang ke rekening tabungan melalui sekolah.
Menabung atau memiliki rekening tabungan di bank hanya salah satu dari banyak akses masyarakat terhadap produk jasa keuangan. Selebihnya, masih ada pinjaman perbankan, produk asuransi, dana pensiun, pasar modal, lembaga pembiayaan, pegadaian, dan lembaga keuangan mikro.
Inklusi keuangan diyakini menjadi jembatan masyarakat untuk lebih sejahtera melalui pemanfaatan produk jasa keuangan.
Di sisi lain, sudah banyak masyarakat yang mengenal produk jasa perbankan atau tabungan.
Berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), per 31 Agustus 2020, ada 330,786 juta rekening dana pihak ketiga atau masyarakat di perbankan Indonesia. Simpanan berupa tabungan, deposito, dan giro dalam rupiah dan dollar AS itu senilai Rp 6.465 triliun. Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan posisi 31 Maret 2010 atau menjelang triwulan II-2020, yakni 306,703 juta rekening dengan nilai Rp 6.196 triliun.
Jika dirinci, pertumbuhan jumlah rekening dan nominal simpanan terjadi pada seluruh kelompok berdasarkan nilai simpanan. Di laman LPS, simpanan dikelompokkan menjadi di bawah Rp 100 juta, simpanan Rp 100 juta-Rp 200 juta, simpanan Rp 200 juta-Rp 500 juta, simpanan Rp 500 juta-Rp 1 miliar, Rp 1 miliar-Rp 2 miliar, Rp 2 miliar-Rp 5 miliar, dan di atas Rp 5 miliar.
Di satu sisi, simpanan yang meningkat di masa pandemi Covid-19 menunjukkan kepercayaan pemilik dana atas industri perbankan dan stabilitas perekonomian. Mereka merasa dana tersebut aman disimpan di bank. Namun, simpanan yang terus meningkat di masa krisis juga menunjukkan pemilik dana dibayang-bayangi ketidakpastian. Akibatnya, mereka memilih untuk menyimpan dana di bank ketimbang membelanjakan dana tersebut.
Padahal, selama ini konsumsi rumah tangga menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada triwulan II-2020, misalnya, konsumsi rumah tangga berperan 57,85 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Akibatnya, saat konsumsi rumah tangga tumbuh minus 5,51 persen, pertumbuhan ekonomi ikut terseret sehingga tumbuh minus 5,32 persen.
Akibatnya, mereka memilih untuk menyimpan dana di bank ketimbang membelanjakan dana tersebut.
Roda konsumsi bergerak lambat jika masyarakat tak berbelanja. Belanja pemerintah menjadi harapan untuk memacu gerak perekonomian.
Hari Kamis (5/11/2020), Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan ekonomi triwulan III-2020. Proyeksi ekonom, perekonomian RI masih akan terkontraksi, tetapi lebih baik dibandingkan dengan triwulan II-2020. Kementerian Keuangan memperkirakan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2020 berkisar negatif 2,9 persen hingga negatif 1 persen. Pertumbuhan ekonomi triwulan III-2020 yang minus menandai RI mengalami resesi.
Namun, ada harapan tentang konsumsi. Hasil survei konsumen Bank Indonesia, proporsi pendapatan yang digunakan untuk konsumsi meningkat dari 67,4 persen pada Agustus 2020 menjadi 68,8 persen pada September 2020. Hal ini diiringi dengan penurunan proporsi pendapatan yang disimpan, dari 20,4 persen menjadi 19,8 persen. Peningkatan porsi konsumsi terhadap pendapatan terjadi pada seluruh kelompok pengeluaran, dengan peningkatan tertinggi pada kelompok dengan pengeluaran di atas Rp 5 juta per bulan.
Hasil survei konsumen Bank Indonesia, proporsi pendapatan yang digunakan untuk konsumsi meningkat dari 67,4 persen pada Agustus 2020 menjadi 68,8 persen pada September 2020.
Menurut data Bank Dunia, kelas menengah adalah kelompok masyarakat dengan pengeluaran rata-rata Rp 1,2 juta-Rp 5 juta per bulan. Jumlahnya yang sekitar 52 juta orang di Indonesia menopang perekonomian.
Konsumsi masyarakat yang mulai bergulir turut menahan kontraksi pertumbuhan ekonomi.