Masa pandemi Covid-19 membuat pergeseran dalam pola belanja di pusat perbelanjaan. Sejumlah inovasi terus dilakukan pengembang dan peritel untuk menyiasati tekanan di sektor ritel.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pusat perbelanjaan dengan konsep terbuka dan semi terbuka lebih diminati pengunjung di masa pandemi Covid-19. Kawasan pusat komersial yang memiliki konsep tersebut disasar peritel.
Peningkatan jumlah pengunjung ke pusat perbelanjaan berkonsep terbuka dan semi terbuka berlangsung sejak pembatasan sosial berskala besar (PSBB) mulai direlaksasi.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Perbelanjaan Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja menyampaikan, pusat perbelanjaan dengan konsep semi terbuka atau terbuka mendapat kunjungan cukup tinggi di masa pandemi Covid-19.
Bahkan, ada beberapa pusat perbelanjaan dengan konsep terbuka yang tingkat kunjungannya 10-20 persen lebih tinggi dibandingkan dengan masa sebelum pandemi.
Ia mencontohkan, ada pusat komersial di BSD City, Tangerang, Banten, yang tingkat kunjungannya naik 10-20 persen di masa pandemi Covid-19 dibandingkan dengan masa sebelum pandemi.
”Di masa mendatang, konsep semi terbuka atau terbuka akan banyak dipilih pengelola dalam membangun pusat perbelanjaan,” katanya, Rabu (4/11/2020).
Dalam kesempatan terpisah, Dewan Penasihat Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Tutum Rahanta, menyampaikan, gerai berdiri sendiri atau terpisah dari pusat perbelanjaan ataupun gerai di pusat perbelanjaan dengan konsep terbuka semakin diminati dalam 4-5 tahun terakhir. Alasannya, fleksibilitas waktu operasional dan biaya yang lebih hemat dalam jangka panjang.
Di masa pandemi, lokasi gerai berdiri sendiri kian dipertimbangkan oleh pemilik usaha. Pengelola pusat perbelanjaan juga mulai menciptakan ruang-ruang komersial dengan konsep terbuka dan semi terbuka.
Ia mencontohkan, salah satu kawasan komersial di Cimanggis, Depok, Jawa Barat, dan Cibitung, Bekasi, Jabar, yang digarap dengan konsep pasar malam sudah selesai dibangun dan siap diisi peritel. Gerai-gerai di kawasan terbuka tetapi terintegrasi diyakini akan menghidupkan keramaian dan disukai pengunjung.
Pengelola pusat perbelanjaan juga mulai menciptakan ruang-ruang komersial dengan konsep terbuka dan semi terbuka.
Namun, tidak semua ritel makanan dan minuman cocok dengan konsep gerai berdiri sendiri atau gerai di lokasi terbuka. ”Keputusan itu sangat bergantung pada lokasi dan kondisi peritel. Di sisi lain, saat ini peritel lebih fokus untuk bisa bertahan di masa pandemi,” kata Tutum.
Executive Director Retail Cushman and Wakefield Indonesia Lini Djafar mengatakan, kesulitan yang dihadapi peritel selama pandemi menyebabkan beberapa peritel kuliner mencari lokasi alternatif. Langkah untuk menjaga keberlangsungan bisnis tersebut antara lain dengan membuka gerai yang berdiri sendiri di kawasan komersial.
Menurut data Cushman and Wakefield Indonesia, pusat perbelanjaan tertekan pada triwulan III-2020 seiring pembatasan jumlah pengunjung dan pembatasan perjalanan. Penyewa dan pemilik gedung pusat belanja sudah berinovasi untuk menghadang tekanan, tetapi tingkat kunjungan belum kunjung membaik.
Sejumlah inisiatif operator mal di antaranya pengurangan dan penangguhan pembayaran sewa yang disesuaikan dengan kondisi penyewa di masa pandemi.
Penyewa dan pemilik gedung pusat belanja sudah berinovasi untuk menghadang tekanan, tetapi tingkat kunjungan belum kunjung membaik.
Beberapa mal juga menerapkan strategi menjaga tingkat kunjungan dan belanja dengan menyediakan ruang makan berkonsep drive-in, yakni areal parkir mal difungsikan sebagai area makan drive-in. Dengan demikian, konsumen menyantap makanan dari dalam kendaraan.
Namun, tingkat hunian di pusat perbelanjaan pada triwulan III-2020 turun 1,7 persen dibandingkan dengan triwulan II-2020 menjadi 77,8 persen.
”Pusat perbelanjaan di Jakarta masih dalam kondisi ’babak belur’ dengan pembatasan jumlah pengunjung dan perjalanan secara umum,” kata Lini Djafar.