Penyaluran pembiayaan pemerintah untuk sektor kelautan dan perikanan hingga triwulan III-2020 masih jauh dari target. Penyaluran modal usaha perlu didorong untuk menggerakkan usaha perikanan.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kredit modal usaha perikanan yang disalurkan pemerintah melalui Badan Layanan Usaha Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (BLU-LPMUKP) hingga Januari-Oktober 2020 tercatat Rp 201 miliar. Jumlah itu baru 26,8 persen dari target penyaluran tahun ini sebesar Rp 725 miliar.
Sementara itu, total penyaluran pinjaman modal sejak November 2017 sampai Oktober 2020 mencapai Rp 601 miliar. Penyaluran itu antara lain untuk nelayan, pembudidaya, pengolah dan pemasar hasil perikanan, petambak garam, serta pelaku usaha di wilayah pesisir.
Menurut Direktur BLU-LPMUKP Syarif Syahrial, yang dihubungi di Jakarta, Selasa (3/11/2020), proposal pengajuan pinjaman yang masuk hingga kini mencapai Rp 2 triliun. Kendala yang muncul antara lain jumlah personel dan mobilitas yang terbatas. Selain itu, ada banyak pelaku usaha menahan proses alokasi kredit.
Di tengah pandemi Covid-19, proses penyaluran pembiayaan juga mengalami sejumlah penyesuaian. Namun, proses penyaluran berupaya dipermudah. ”Saat ini, seluruh proses pengajuan, analisis, dan pencairan pinjaman telah dapat dilakukan di daerah,” katanya.
BLU-LPMUKP merupakan lembaga yang dibentuk pemerintah untuk memberikan kemudahan pendanaan, melalui penyediaan akses modal usaha dan fasilitas jaminan kredit, untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pelaku usaha sektor kelautan dan perikanan. Bunga kredit pinjaman dari BLU-LPMUKP sebesar 3 persen per tahun.
Syahrial mengemukakan, skema penyaluran kredit mensyaratkan agunan. Hal itu sebagai salah satu cara membangun kesadaran pelaku usaha bahwa skema pembiayaan ini merupakan pinjaman dan bukan bantuan. Agunan beragam bentuk, bisa berupa lokasi usaha, kapal, peralatan usaha, ataupun aset perorangan.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan Antam Novambar menilai, BLU-LPMUKP merupakan solusi pemerintah atas keterbatasan akses permodalan. Ia meminta jajaran BLU-LPMUKP untuk terus bekerja keras dalam melakukan sosialisasi, analisis, dan penyaluran modal serta pendampingan kepada masyarakat kelautan dan perikanan.
Sinergi antara KKP dan pemerintah daerah perlu ditingkatkan. Hingga saat ini, respons kepala daerah masih belum memadai terkait fasilitas permodalan bagi masyarakat.
”Banyak pelaku usaha mikro takut ke bank. Untuk para pendamping, saya berharap betul menyentuh para pelaku usaha mikro dan menengah untuk mengembangkan usaha. Tujuannya agar perekonomian kita berkembang terus,” ujar Antam.
Secara terpisah, Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Dani Setiawan mengemukakan, BLU-LPMUKP menghadirkan skema pembiayaan yang bunganya rendah. Namun, persyaratan tidak mudah bagi nelayan, terutama nelayan kecil. ”Masih banyak nelayan mengeluhkan karena persyaratan mengakses (pinjaman) yang cukup rumit,” katanya.
Ia menilai, sumber daya manusia KKP memang tidak banyak dibandingkan perbankan. Akan tetapi, terobosan pemerintah untuk skema pembiayaan kelautan dan perikanan seharusnya lebih mudah diakses pelaku usaha perikanan kecil, dengan syarat-syarat yang dimudahkan.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menilai, diperlukan jaminan pendampingan pada kelompok dan koperasi agar pemanfaatan dana tepat sasaran. Minimnya pendampingan saat ini dapat menjadi bumerang di mana masyarakat terbebani utang karena usaha yang dijalankan tidak berjalan dengan baik. Padahal, BLU-LPMUKP memiliki visi mewujudkan usaha perikanan yang berkelanjutan dan akuntabel.