Pemerintah pusat harus menyiapkan program bantuan dan kebijakan bagi nelayan, khususnya di Papua. Upaya ini untuk meringankan beban biaya operasional nelayan di tengah pandemi Covid-19.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·4 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Pemerintah daerah ataupun pusat diharapkan jangan menutup mata atas kondisi yang dialami nelayan selama pandemi Covid-19. Diperlukan upaya yang melindungi para nelayan agar tetap produktif dan tetap melaut.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi Papua Juber Sitorus pada Rabu (28/10/2020) kemarin mengatakan, ribuan nelayan membutuhkan sebuah kebijakan afirmatif agar tetap bertahan di tengah kondisi perekonomian yang memburuk akibat dampak pandemi Covid-19.
Juber mengungkapkan, rata-rata ribuan anggota HNSI yang tersebar di Papua mengalami penurunan pendapatan secara drastis hingga 50 persen dari penghasilan biasanya. Kondisi ini disebabkan menurunnya jumlah pembeli di pasaran karena faktor pandemi, harga ikan yang tidak menguntungkan nelayan serta minimnya sarana dan prasarana.
Ia mencontohkan, harga ikan tuna yang biasanya Rp 30.000 per kilogram turun hingga Rp 17.000 per kilogram. Selain itu, masuknya produk ikan beku dari luar Papua dalam jumlah yang banyak menyebabkan harga jual ikan hasil tangkapan nelayan setempat juga menurun. Misalnya ikan bandeng dari Makassar dan ikan cakalang serta kakap dari Sorong.
Selain itu, nelayan juga belum mendapatkan fasilitas di Pelabuhan Pendaratan Ikan yang memadai. Misalnya fasilitas gudang pendingin ikan di Tempat Pelelangan Ikan Hamadi di Kota Jayapura yang belum berfungsi karena mengalami kerusakan.
”Nelayan di Papua tidak hanya membutuhkan bantuan modal untuk bisa bertahan hidup di tengah pandemi Covid-19. Mereka juga membutuhkan adanya proteksi harga dan membatasi jumlah ikan yang masuk dari luar Papua. Tujuannya ikan dari nelayan setempat tetap laku di pasaran,” papar Juber.
Ia berharap pemerintah daerah setempat bisa menyiapkan sebuah upaya yang meringankan biaya operasional para nelayan. Sebab, banyak nelayan yang enggan melaut apabila biaya operasional lebih tinggi dari keuntungan yang didapatnya.
”Program dari pemda yang bisa meringankan beban nelayan adalah akses BBM khusus nelayan dalam jumlah yang memadai. Tujuannya nelayan lebih menghemat biaya pembelian solar daripada harus membeli di SPBU. Program lainnya adalah menyiapkan fasilitas, seperti tempat penyimpanan ikan di tempat pelelangan ikan yang memadai,” tutur Juber
Sementara itu, Abdul Rahman, salah satu pedagang yang mengambil ikan di TPI Hamadi, mengaku terjadi penurunan daya beli masyarakat yang mencapai hingga 50 persen selama pandemi. Padahal, hasil tangkapan nelayan sangat banyak.
”Biasanya saya dapat menjual ikan sebanyak 200 kilogram ke Kabupaten Keerom hanya dalam satu hari saja. Saat ini, saya membutuhkan waktu selama dua hari agar seluruh ikan laku terjual,” ungkap Abdul.
Ia pun mengungkapkan, banyaknya nelayan juragan yang terpaksa menguburkan ikannya yang tidak laku hingga sekitar 1 ton dalam tiga bulan terakhir. Hal ini disebabkan minimnya jumlah es sementara ikan yang disimpan dalam wadah sudah melebihi kapasitas.
”Selama ini para nelayan hanya membeli ribuan es untuk menjaga kualitas ikan tetap terjaga di sebuah wadah. Sementara di TPI Hamadi belum memiliki fasilitas gudang pendingin ikan dalam jumlah yang besar,” ungkap Abdul.
Pelaksana tugas Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua, Iman Djuniawal, mengatakan, kondisi yang dialami nelayan di Papua karena pandemi Covid-19 juga dialami seluruh nelayan di wilayah Indonesia. Salah satu akibatnya adalah nelayan tidak melaut.
Iman pun menyatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Satgas Pengendalian, Pencegahan, dan Penangan Covid-19 Provinsi Papua untuk menyiapkan program bantuan yang meringankan beban hidup para nelayan. Sebab, sebagian besar angggaran dinas telah direalokasi untuk penangaanan Covid-19.
”Kami pun akan berkoordinasi dengan para tenaga penyuluh agar bisa membina para nelayan beserta keluarganya mengikuti program bantuan UMKM dari pusat dan pelatihan membuat bahan olahan ikan sehingga bernilai ekonomi,” kata Iman.
Ia pun mengakui baru terdapat tiga daerah dengan fasilitas yang layak untuk pendaratan ikan di Papua, yakni Mimika, Biak dan Merauke. Padahal, terdapat 12 kabupaten dan 1 kota di Papua yang berada di pesisir pantai. Adapun panjang garis pantai di Papua mencapai 1.170 mil dan memiliki dua wilayah pengolahan perikanan, yakni 717 di perairan utara Papua dan 718 di perairan selatan Papua.
”Pengembangan fasilitas menjadi salah satu program prioritas kami agar nelayan bisa memasarkan dan menyimpan ikan dengan kualitas yang tetap terjaga. Kami akan mendata secara memyeluruh seluruh kebutuhan fasilitas yang diperlukan nelayan,” tambahnya. (FLO)