Ribuan nelayan di Provinsi Papua mengalami penurunan pendapatan sangat drastis di tengah pandemi Covid-19. Mereka terpuruk dalam kemiskinan dan belum mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·4 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Nasib nelayan di Papua terdampak dari sisi penghasilan selama terjadi pandemi virus korona jenis baru penyebab Covid-19 selama delapan bulan terakhir. Jumlah pembeli menurun dan nelayan tidak mendapatkan program bantuan dari pemerintah untuk meringankan beban mereka.
Dari hasil pantauan Kompas di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Hamadi, Kota Jayapura, Senin (26/10/2020), terdapat enam perahu motor milik nelayan setempat yang tidak beroperasi selama beberapa bulan terakhir.
Hamzah, salah satu nelayan saat ditemui di TPI Hamadi, mengatakan, banyak nelayan yang memilih mengurangi aktivitas melaut demi menghemat biaya operasional. Sebab, minimnya masyarakat yang berbelanja di pasar pascavirus korona merebak di Kota Jayapura. Diketahui pada pertengahan Juni lalu, sebanyak 420 orang yang positif Covid-19 di Pasar Hamadi.
Pria berusia 39 tahun ini mengungkapkan, penghasilan dia sebagai nelayan menurun dari Rp 700.000 untuk sekali melaut hingga Rp 200.000. Biasanya dalam sekali melaut dengan perahu motor mesin 40 PK menghabiskan waktu selama 12 jam hingga 14 jam dan minimal 30 liter solar.
Harga jual ikan hasil tangkapan nelayan pun menurun drastis walaupun kondisi cuaca buruk. Misalnya harga ikan tuna per kilogram Rp 30.000 turun hingga Rp 17.000. Kondisi ini menyebabkan pemasukan tidak seimbang dengan biaya operasional.
”Pemasukan saya saat ini hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Bahkan untuk membeli paket internet untuk anak belajar secara daring pun tak mampu. Kondisi nelayan di TPI Hamadi benar-benar terpuruk,” ungkap Hamzah.
Irwan (44), salah satu pedagang yang memasok ikan dari TPI Hamadi, mengaku, dirinya mengurangi jumlah pembelian ikan dari nelayan hingga 50 persen. Hal ini disebabkan minimnya pembeli di Pasar Ikan Hamadi pascapandemi Covid-19.
”Biasanya saya mengambil ikan hingga 200 kilogram dari nelayan di TPI Hamadi. Saat ini saya hanya mengambil ikan minimal 100 kilogram. Biasanya setiap nelayan bisa mendapatkan bayaran hingga Rp 1 juta untuk sekali melaut. Saat ini mereka hanya menerima minimal Rp 300.000 hingga Rp 400.000,” ujar pria yang berdagang di Pasar Hamadi selama 20 tahun terakhir.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Provinsi Papua Juber Sitorus mengatakan, total sekitar 4.000 nelayan yang terdampak selama pandemi Covid-19 sangat memprihatinkan. Terjadi penurunan penghasilan rata-rata hingga 50 persen.
Ia pun mengungkapkan, para nelayan belum mendapatkan bantuan dari pemda setempat. Bantuan yang diharapkan misalnya penyediaan pasokan solar yang memadai dan harga yang lebih murah khusus untuk nelayan serta subsidi biaya transportasi udara untuk komoditas ikan dari Papua yang dikirim ke daerah, seperti Jakarta dan Makassar.
”Kondisi nelayan di Papua sangat tidak baik. Mereka harus menjual produknya dengan harga yang murah karena sepi pembeli. Selain itu, banyak produk ikan yang telah dibekukan dari luar Papua yang masuk ke sini. Misalnya ikan bandeng dari Makassar dan ikan kakap dari Sorong, Papua Barat,” ungkap Juber.
Kepala Seksi Bidang Perikanan Tangkap, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua, Agus Rahmawan mengakui, banyak nelayan kecil di Papua yang terdampak selama pandemi Covid-19. Nelayan yang terdampak biasanya menjual komoditas ikan jenis tuna, tongkol, dan cakalang.
Ia pun memaparkan, terdapat 12 kabupaten dan 1 kota di Papua yang berada di pesisir pantai. Adapun panjang garis pantai di Papua mencapai 1.880 kilometer dan memiliki dua wilayah pengolahan perikanan, yakni 717 di perairan utara Papua dan 718 di perairan selatan Papua. Total 69.955 nelayan laut di Papua.
”Para nelayan di wilayah 717 lebih dominan terdampak selama pandemi karena sarana dan prasarana yang belum memadai. Misalnya belum adanya tempat penyimpanan ikan di TPI Hamadi. Nelayan pun tidak optimal mendistribusikan ikan hasil tangkapannya karena minim permintaan di pasaran dan tingginya biaya pengiriman dengan pesawat,” ujar Agus.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua Iman Djuniawal menambahkan, pihaknya tidak dapat menyediakan program bantuan khusus bagi nelayan yang terdampak selama pandemi Covid-19. Sebab, sebagian besar anggaran telah dipangkas untuk penanganan Covid-19 di Papua.
Ia memaparkan anggaran Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua mencapai sekitar Rp 40 miliar pada tahun 2019. Tahun ini, kata Iman, anggaran di dinas ini hanya sekitar Rp 10 miliar seteleh adanya realokasi anggaran untuk penanganan Covid-19.
Ia menambahkan, pemerintah pusat telah berupaya memberikan bantuan perluasan Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (Gemarikan) berupa bahan kebutuhan pokok kepada nelayan di Papua. Namun, bantuan itu hanya 1.000 paket untuk nelayan di Boven Digoel dan Merauke.