Inflasi sebesar 0,07 persen pada Oktober 2020 terjadi setelah indeks harga mengalami deflasi sepanjang Juli-September 2020. Kenaikan indeks harga konsumsi atau inflasi pada Oktober 2020 masih tergolong rendah.
Oleh
M Paschalia Judith J
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indeks harga konsumsi pada Oktober 2020 kembali meningkat atau inflasi karena pergerakan kelompok makanan, minuman, dan tembakau. Inflasi ini terjadi setelah indeks harga mengalami deflasi sepanjang Juli-September 2020.
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis, inflasi pada Oktober 2020 sebesar 0,07 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya. ”Bulan Oktober terjadi inflasi tipis setelah tiga bulan berturut-turut deflasi,” kata Kepala BPS Suhariyanto dalam telekonferensi pers, di Jakarta, Senin (2/11/2020).
Dari segi pengeluaran, kelompok makanan, minuman, dan tembakau mengalami inflasi 0,29 persen pada Oktober 2020. Andilnya pada inflasi secara keseluruhan sebesar 0,07 persen.
Pada kelompok itu, subkelompok yang mengalami inflasi tertinggi ialah minuman beralkohol, yakni 0,81 persen. Suhariyanto menyebutkan, pergerakan tersebut dipengaruhi permintaan minuman beralkohol jenis bir.
Dari segi pengeluaran, kelompok makanan, minuman, dan tembakau mengalami inflasi sebesar 0,29 persen pada Oktober 2020. Pada kelompok itu, subkelompok yang mengalami inflasi tertinggi ialah minuman beralkohol, yakni 0,81 persen.
Komoditas yang menyumbang inflasi pada kelompok tersebut terdiri dari cabai merah dengan andil 0,09 persen, bawang merah (0,02 persen), dan minyak goreng (0,01 persen). Ada pula komoditas pangan yang menyumbang deflasi, seperti telur ayam ras dengan andil 0,02 persen dan daging ayam ras (0,01 persen).
Kelompok lain yang turut mengalami inflasi ialah penyediaan makanan dan minuman atau restoran, yakni 0,19 persen. Nasi dengan lauk menjadi komoditas dominan penyumbang inflasi pada kelompok ini dengan andil 0,01 persen.
Di sisi lain, ada pula kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi, yaitu transportasi. Deflasi kelompok ini 0,02 persen. Komoditas dominan yang menyumbang deflasi ialah tarif angkutan udara.
Kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga juga mengalami deflasi karena penurunan tarif listrik yang diberikan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Adapun deflasi kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya disebabkan oleh penurunan harga emas perhiasan.
Secara keseluruhan, inflasi pada Oktober 2020 terhadap Desember 2019 sebesar 0,95 persen. Dibandingkan dengan Oktober 2019, inflasi yang terjadi sebesar 1,44 persen. ”Angka ini tergolong rendah karena tahun lalu (Oktober 2019 dibandingkan dengan Oktober 2020) dapat mencapai 3,13 persen,” kata Suhariyanto.
Sementara itu, ekonom Bank Danamon, Wisnu Wardana, menilai, inflasi pada Oktober 2020 menandakan pemulihan ekonomi berada pada jalur yang semestinya. Inflasi terjadi seiring dengan pergerakan masyarakat yang berpengaruh pada aktivitas makan di restoran.
Dia mengharapkan pemerintah mempertahankan pembatasan di tingkat keketatan yang saat ini diberlakukan. ”Hal ini dapat menjadi katalis pergerakan harga sehingga inflasi pada akhir 2020 dapat mencapai 2,26 persen,” ujarnya.