Pandemi Covid-19 memberikan pukulan telak bagi perekonomian nasional dan dunia. Pengangguran bertambah. Namun, situasi ini justru memunculkan peluang baru untuk berwirausaha.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kewirausahaan bagi kelompok masyarakat usia muda merupakan solusi efektif mengatasi pengangguran di Indonesia. Kewirausahaan juga berkontribusi terhadap penciptaan lapangan kerja yang berujung pada penyerapan tenaga kerja baru.
Sayangnya, ada sejumlah faktor yang menjadi penghalang pengembangan potensi kewirausahaan di kalangan pemuda.
Hasil kajian Smeru Research Institute, sebagaimana diungkapkan peneliti Smeru, Rika Kumala Dewi, pemuda mendominasi angka pengangguran di Indonesia. Dari empat penganggur di Indonesia, tiga adalah pemuda. Pemuda dikategorikan sebagai warga Indonesia berusia 16-30 tahun.
”Di tengah pukulan ekonomi akibat pandemi Covid-19, profesi sebagai pekerja (buruh) bukanlah sebuah solusi atas pengangguran. Solusi yang efektif adalah mendorong pengembangan kewirausahaan di kalangan pemuda,” kata Rika dalam webinar ”Mengurai Tantangan yang Dihadapi Pemuda untuk Menjadi Pengusaha”, Rabu (28/10/2020).
Survei Smeru pada 2020 menunjukkan, minat pemuda untuk menjadi wirausaha terbilang tinggi, yakni 73 persen. Adapun mengutip survei Program Pembangunan PBB (UNDP) pada 2019, pemuda yang berminat menjadi wirausaha sebanyak 81 persen.
Pemuda memiliki ciri keinginan untuk belajar hal-hal baru, berani berinovasi, mobilitas tinggi, dan terbuka terhadap teknologi baru.
Dari empat penganggur di Indonesia, tiga adalah pemuda.
Kendati minat menjadi wirausaha tinggi berdasar survei UNDP, jumlah pemuda yang memiliki unit bisnis mandiri hanya 8 persen. Hal ini menunjukkan ketidaksesuaian antara minat dan jumlah pemuda yang menjadi wirausaha. Beberapa penyebabnya adalah prosedur perizinan berusaha yang rumit, pengetahuan tentang wirausaha rendah, serta literasi keuangan dan akses permodalan yang terbatas.
Sementara itu, menurut CEO dan Pendiri Timor Moringa Meybi Agnesya Neolaka, ada dua tantangan bagi pemuda untuk menjadi wirausaha, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa pengalaman yang terbatas, dukungan keluarga yang kurang, dan jender. Perempuan, menurut dia, kerap dipandang sebelah mata.
”Kebetulan saya perempuan yang tumbuh besar di Nusa Tenggara Timur yang masih ada anggapan bahwa perempuan tidak pantas berwirausaha. Masih ada anggapan agar perempuan di rumah mengurus rumah tangga saja,” kata Meybi.
Adapun faktor eksternal, lanjut Meybi, adalah masalah permodalan, kualitas sumber daya manusia, jejaring, legalitas usaha, dan manajemen usaha. Namun, semua masalah tersebut bisa diatasi dengan modal ketekunan dan semangat untuk terus belajar tak kenal menyerah. Khusus permodalan, ia memanfaatkan begitu banyaknya sumber permodalan, baik berupa bantuan pemerintah maupun skema tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
”Dua faktor tersebut harus menjadi perhatian, terutama bagi pemerintah dan lembaga, untuk dicarikan jalan keluarnya. Apabila dua faktor tersebut berhasil diatasi, saya percaya lonjakan ekonomi di Indonesia dapat terwujud,” ujarnya.
Pelaksana Tugas Direktur Pemberdayaan Informatika pada Kementerian Komunikasi dan Informatika Slamet Santoso mengungkapkan, pandemi Covid-19 dapat dijadikan peluang atau momentum untuk menggali potensi ekonomi digital di Indonesia. Caranya, dengan memanfaatkan teknologi internet. Nilai ekonomi internet di Indonesia merupakan yang terbesar di kawasan ASEAN, yaitu senilai 40 miliar dollar AS pada 2019.
Faktor internal itu adalah minimnya pengalaman, kurangnya dukungan keluarga, dan jender.
”Ekonomi internet tersebut adalah jual beli secara daring yang meliputi barang kelontong, produk kecantikan, maupun mode. Apalagi, sejak era tatanan baru, masyarakat lebih banyak berdiam di rumah dan lebih sering bertransaksi secara digital,” kata Slamet.
Ia menambahkan, di era serba digital bermunculan beragam jenis pekerjaan baru. Ia mendorong pemuda Indonesia untuk aktif dan berinisiatif mengikuti berbagai macam program pengembangan diri ataupun mengasah keterampilan yang disediakan pemerintah, lembaga swasta, atau komunitas.
”Selalu ada peluang. Harus memulai dari diri sendiri, berbuat dalam skala kecil, dan kunci terpenting adalah segera mulai dari sekarang. Jangan takut untuk menjadi pengusaha digital,” ujar Slamet.