Laba Bersih BCA Turun 4,2 Persen, Jahja: Laba Makin Sulit Diprediksikan
Proyeksi pertumbuhan laba bersih masih bisa dilakukan, tetapi sangat sulit. Kami tidak bisa membeberkan proyeksi pertumbuhan laba bersih untuk akhir tahun karena ketidakpastian cukup besar.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Bank Central Asia Tbk mencatatkan penurunan laba bersih 4,2 persen menjadi Rp 20 triliun pada triwulan III-2020. Di tengah ketidakpastian pandemi Covid-19, pertumbuhan laba perbankan semakin sulit diproyeksikan.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan, proyeksi pertumbuhan laba bersih masih bisa dilakukan, tetapi sangat sulit. Ketidakpastian selama Covid-19 cukup tinggi, terutama pada masa transisi. Penanganan Covid-19 yang optimal memengaruhi kinerja ekonomi nasional, termasuk perbankan.
”Kami tidak bisa membeberkan proyeksi pertumbuhan laba bersih untuk akhir tahun karena ketidakpastian cukup besar,” kata Jahja dalam telekonferensi pers ”Paparan Kinerja Bank BCA Triwulan III-2020”, Senin (26/10/2020).
Kendati laba bersih turun, pertumbuhan laba sebelum pajak BCA tumbuh positif 9,2 persen menjadi Rp 12,418 triliun pada triwulan III-2020. Pertumbuhan laba sebelum pajak ditopang peningkatan dana giro tabungan (CASA), penurunan biaya dana (CoF), dan penurunan biaya operasional.
Kami tidak bisa membeberkan proyeksi pertumbuhan laba bersih untuk akhir tahun karena ketidakpastian cukup besar. ( Jahja Setiaatmadja )
Penurunan laba tidak terlepas dari program restrukturisasi kredit. Sampai pertengahan Oktober, BCA memproses pengajuan restrukturisasi kredit senilai Rp 107,9 triliun atau sekitar 19 persen dari total kredit pada semua segmen. Ada sekitar 90.000 nasabah yang mengajukan restrukturisasi kredit.
”Dalam kondisi serba sulit, seperti pandemi, restrukturisasi kredit memang diperlukan. Jika nasabah tidak mampu membayar kredit, harus diberikan keringanan,” kata Jahja.
Di sisi lain, penyaluran kredit masih tumbuh negatif. Total kredit yang disalurkan BCA hingga pertengahan Oktober 2020 sebesar Rp 581,9 triliun atau turun 0,6 persen secara tahunan. Hampir semua segmen kredit tumbuh negatif kecuali kredit korporasi. Kredit korporasi pada triwulan III-2020 naik 8,6 persen menjadi Rp 252 triliun.
Jahja menuturkan, permintaan kredit di sektor perbankan dalam masa pemulihan sejalan dengan pembatasan mobilitas yang berkelanjutan. Pertumbuhan kredit masih rendah bukan karena bank menahan penyaluran kredit. Kredit baru tetap disalurkan, tetapi pada saat yang sama bank juga menerima pengembalian kredit.
”Bank lepas kredit baru, tetapi kredit lama berkurang terus sehingga pertumbuhan negatif,” ujarnya.
Untuk mengantisipasi penurunan kredit, Bank BCA meningkatkan biaya pencadangan selama sembilan bulan ini. Biaya pencadangan sepanjang Januari-September 2020 sebesar Rp 9,13 triliun atau meningkat 160,6 persen dibandingkan dengan periode sama tahun lalu, yang sebesar Rp 3,5 triliun.
Direktur Keuangan BCA Vera Eve Lim mengemukakan, kendati pertumbuhan kredit turun, fasilitas kredit yang disetujui tumbuh 4,5 persen dibandingkan dengan tahun lalu. Kredit yang disetujui sampai dengan triwulan III-2020 sekitar Rp 840 triliun. Rata-rata pengguna fasilitas kredit juga meningkat dari normal.
”Penggunaan fasilitas kredit sampai akhir September rata-rata 69 persen, lebih tinggi dari rata-rata biasa 73 persen. Jadi, meskipun pertumbuhan kredit turun, tetapi penggunaan fasilitas kredit justru naik,” tuturnya.
Jahja menambahkan, secara keseluruhan rasio keuangan BCA dalam kondisi kokoh dan kuat untuk melewati pandemi Covid-19. Rasio kecukupan modal (CAR) 24,7 persen pada September 2020 atau lebih tinggi dari ketetapan regulator. Rasio kredit bermasalah (NPL) juga relatif rendah 1,6 persen.