Usaha mikro, kecil, dan menengah di sektor tertentu mulai bangkit. Mereka bahkan mulai perlu tambahan modal untuk menggerakkan usaha.
Oleh
Dewi Indriastuti
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Geliat usaha mikro, kecil, dan menengah di sejumlah sektor mulai terasa pada triwulan IV-2020. Hal ini, antara lain, ditandai dengan kebutuhan UMKM terhadap pembiayaan untuk menambah modal yang meningkat.
Meski demikian, kondisi UMKM yang mulai pulih akibat hantaman pandemi Covid-19 itu bervariasi di setiap daerah.
Berdasarkan data PT Bank Sahabat Sampoerna, sejumlah UMKM yang pernah mendapat fasilitas restrukturisasi kredit mulai meminta tambahan kredit untuk modal.
”Pilihannya, jangka waktu kredit diperpanjang untuk memperkecil cicilan di tengah situasi pandemi. Nanti jika kondisi mulai stabil, jangka waktu kredit bisa diperpendek lagi dengan konsekuensi cicilan bertambah,” kata Direktur Utama Bank Sahabat Sampoerna Ali Rukmijah dalam diskusi dengan media secara virtual, Jumat (23/10/2020).
Per Juni 2020, bank yang mayoritas sahamnya dimiliki PT Sampoerna Investama ini menyalurkan kredit bagi UMKM sebesar Rp 5,2 triliun. Jumlah itu sekitar 59,53 persen dari total kredit yang disalurkan.
Direktur Bisnis Mikro Rudy Mahasin menambahkan, secara umum, segmen UMKM yang mulai bergerak adalah sektor makanan dan kebutuhan pokok. ”Di Jawa, UMKM sektor perdagangan mulai bergerak, sedangkan di Sumatera yang berhubungan dengan kelapa sawit. Meski demikian, masih ada UMKM yang belum percaya diri untuk menambah dana investasi baru,” ujarnya.
Segmen UMKM yang mulai bergerak adalah sektor makanan dan kebutuhan pokok.
Direktur Keuangan dan Perencanaan Bisnis Henky Suryaputra menyampaikan, kredit bagi UMKM disalurkan melalui mitra koperasi. ”Kami punya strategi kemitraan jangka panjang dengan koperasi,” kata Henky.
Dalam kesempatan terpisah, Head of Mandiri Institute Teguh Yudo Wicaksono memaparkan, berdasarkan hasil survei, sekitar 66 persen UMKM masih membatasi operasional perusahaan pada Agustus 2020. Sebaliknya, hanya 28 persen UMKM yang sudah menjalankan aktivitas bisnis secara normal, baik untuk produksi maupun berjualan.
”Sekitar 43 persen UMKM menyebut keterbatasan modal sebagai alasan utama membatasi operasional usaha. Adapun 24 persen mengkhawatirkan prospek usaha di masa mendatang dan 14 persen responden menyebutkan permintaan konsumen yang masih lemah membuat UMKM membatasi kegiatan usaha,” jelas Yudo melalui siaran pers.
Survei dilakukan pada Mei dan Agustus-September 2020 terhadap 319 UMKM di Jawa, Bali, Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi.
Sekitar 43 persen UMKM menyebut keterbatasan modal sebagai alasan utama membatasi operasional usaha.
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan memperpanjang relaksasi kredit, yang mestinya berakhir pada 31 Maret 2021, selama setahun. Restrukturisasi kredit perbankan per 28 September 2020 terealisasi Rp 904,3 triliun untuk 7,5 juta debitor. ”Perpanjangan restrukturisasi ini mengantisipasi penurunan kualitas debitor restrukturisasi. Kebijakan perpanjangan dilakukan selektif sesuai asesmen bank,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso. (IDR)