Pemulihan Ekonomi Nasional Juga Perlu Fokus pada Sektor Berpasar Prospektif
Program pemulihan ekonomi nasional harus berbasis kebutuhan yang konkret, punya prospek pasar, dan serapan tenaga kerja. Di sisi lain, masalah rumitnya perizinan dan kepastian hukum juga perlu diatasi.
Oleh
ARIS PRASETYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemulihan ekonomi nasional yang terdampak pandemi Covid-19 juga perlu berfokus pada sektor yang memiliki peluang lebih baik dan dibutuhkan pasar. Integrasikan pengembangan sektor tersebut dengan program serapan tenaga kerja.
Di sisi lain, pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah untuk menyederhanakan perizinan dan memberi kepastian hukum yang menjadi faktor penghambat investasi. Pemerintah percaya Undang-Undang Cipta Kerja bisa menjadi jalan keluar pemulihan ekonomi nasional.
Demikian beberapa poin yang mengemuka dalam seminar daring ”Strategi Indonesia Keluar dari Pandemi” yang diselenggarakan harian Kompas dan Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) Yogyakarta, Sabtu (24/10/2020).
Hadir sebagai pembicara adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani, CEO Saraswanti Group YN Hari Hardono, dan ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Hendri Saparini.
Menurut Hendri, dalam menyusun program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) harus ada keterkaitan antara program makro dan mikro. Program yang dibuat harus berdasar pada sektor atau bidang yang berdaya saing tinggi serta memiliki peluang jangka pendek, menengah, dan panjang.
Misalnya, di sektor industri manufaktur yang memproduksi minyak atsiri. Produk ini laku keras pada masa pandemi. Sebelum pandemi, permintaan minyak atsiri juga terbilang tinggi.
”Pada masa pandemi ini, cukup sulit memproduksi obat-obatan karena pembatasannya luar biasa. Tetapi, kalau untuk produk pencegahan banyak sekali permintaannya. Di Indonesia, produk semacam ini bisa diproduksi dalam skala besar karena potensinya luar biasa. Minyak atsiri adalah salah satu contohnya,” ucap Hendri.
Program yang dibuat harus berdasar pada sektor atau bidang yang berdaya saing tinggi serta memiliki peluang jangka pendek, menengah, dan panjang.
Hendri mengusulkan agar program seperti Kartu Prakerja sebaiknya difokuskan untuk menciptakan industri jenis produk yang tidak hanya laku di pasar dalam negeri, tetapi juga di pasar global. Program semacam ini jauh lebih konkret dan akan banyak melahirkan wirausaha baru dan menyerap tenaga kerja. Model program seperti itu juga dapat memperkuat struktur industri dalam negeri.
Hari juga berpendapat senada. Menurut dia, dari lima divisi bisnis Saraswanti Group, divisi laboratorium adalah divisi yang tumbuh paling pesat selama masa pandemi Covid-19. Divisi ini bergerak di bidang laboratorium uji keamanan pangan, farmasi, suplemen, dan obat-obatan.
Adapun divisi properti dan perhotelan adalah divisi yang paling terpukul akibat pandemi. Sektor ini menjadi salah satu sektor yang paling terpuruk sangat dalam akibat pandemi.
”Penghapusan pajak daerah atau pajak perhotelan untuk 2021 sangat dibutuhkan pengusaha yang bergerak di sektor properti. Insentif penghapusan pajak tersebut pada 2021 nanti diharapkan dapat menutup kerugian sepanjang tahun ini,” ujarnya.
Tantangan
Kendati sudah cukup puas atas respons dan program PEN pemerintah, Hari menyebut masih ada sejumlah kendala dan masalah yang dihadapi pengusaha. Masalah tersebut adalah rumitnya perizinan dan kepastian hukum.
Contohnya, biaya impor pupuk dari Mesir ke Surabaya jauh lebih murah ketimbang mengirim pupuk dari Surabaya, Jawa Timur, ke Medan, Sumatera Utara. Ini terjadi karena berbelitnya perizinan perkapalan di Indonesia.
”Memang sudah ada UU Cipta Kerja dan kami harapkan benar-benar menjadi solusi. Kami cukup optimistis dan menunggu pelaksanaan di lapangan benar-benar dapat menjawab segala keluhan kami,” kata Hari.
Masalah perizinan atau kemudahan berbisnis masih menjadi tantangan. Rumitnya perizinan untuk impor masih menjadi kendala bagi pengusaha.
Shinta mengatakan, masalah perizinan atau kemudahan berbisnis memang masih menjadi tantangan. Rumitnya perizinan untuk impor masih menjadi kendala bagi pengusaha.
Hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah agar pengurusan perizinan impor bisa menjadi lebih cepat. Namun, hal paling utama bagi pengusaha adalah bagaimana masalah pengendalian pandemi Covid-19 dijalankan.
”Selama pandemi Covid-19 belum dapat dikendalikan, pemulihan ekonomi sulit diwujudkan. Ketersediaan vaksin dan penerapan protokol kesehatan adalah hal yang sangat penting dan mendesak,” katanya.
Sementara itu, Airlangga mengemukakan, pandemi Covid-19 telah menciptakan pengangguran baru. Total kebutuhan lapangan kerja baru saat ini sebanyak 13,4 juta. Angka kemiskinan yang terus menurun selama lima tahun terakhir berubah melonjak akibat pandemi.
”UU Cipta Kerja menjadi instrumen untuk mendorong transformasi ekonomi dan pemulihan ekonomi nasional. Permasalahan perizinan yang rumit dengan banyaknya aturan yang tumpang tindih diharapkan bisa teratasi dengan UU ini,” ujarnya.
Airlangga juga memaparkan perkembangan program PEN. Hingga 14 Oktober 2020, pemerintah telah menyalurkan Bantuan Presiden Produktif sebesar Rp 21,9 triliun bagi 9,1 juta pelaku usaha mikro dari 12 juta pelaku usaha mikro yang ditargetkan. Adapun penyaluran subsidi gaji dan upah mencapai Rp 14,8 triliun dari Rp 37,7 triliun yang direncanakan. Realisasi program Kartu Prakerja telah mencapai 5,59 juta penerima dari 35,1 juta peminat.