Pada 2021, Investasi Ditargetkan Menyerap 1,3 Juta Tenaga Kerja
Investasi yang masuk ke Indonesia diyakini akan menyerap 1,3 juta pekerja pada tahun depan. Saat ini Indonesia memerlukan 16 juta lapangan kerja.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Implementasi Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja diyakini akan meningkatkan investasi dan menciptakan lapangan kerja. Pemerintah meyakini, sebanyak 1,3 juta tenaga kerja bisa terserap pada 2021 dari investasi Rp 886 triliun.
Pada 2020, target penyerapan tenaga kerja sebanyak 1,2 juta orang dari investasi Rp 817 triliun.
Keyakinan itu disampaikan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dalam telekonferensi, Jumat (23/10/2020).
”Dengan implementasi UU Cipta Kerja, kami yakin realisasi investasi pada 2021 akan lebih tinggi dari 2020 yang berimbas ke peningkatan serapan tenaga kerja,” katanya.
Berdasarkan data BKPM, realisasi investasi pada Januari-September 2020 senilai Rp 611,6 triliun atau tumbuh 1,7 persen secara tahunan. Investasi senilai itu menyerap 861.581 tenaga kerja melalui 102.276 proyek.
Realisasi investasi pada Januari-September 2020 terdiri dari penanaman modal asing (PMA) Rp 301,7 triliun dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) Rp 309,9 triliun. Tahun ini, pemerintah menargetkan investasi Rp 817,2 triliun, berupa PMDN Rp 469,1 triliun dan PMA Rp 348,1 triliun.
Negara asal PMA terbesar pada sembilan bulan pertama tahun ini adalah Singapura, yakni 7,163 miliar dollar AS pada 10.686 proyek. Adapun daerah sasaran PMDN terbesar adalah Jawa Timur senilai Rp 47,393 triliun pada 9.745 proyek, sedangkan PMA menyasar Jawa Barat dengan nilai 3,536 miliar dollar AS pada 8.045 proyek.
Pemerintah memprioritaskan penyerapan tenaga kerja dalam negeri pada semua jenis pekerjaan. Saat ini Indonesia memerlukan sekitar 16 juta lapangan kerja langsung. Jumlah itu terdiri dari 6 juta-7 juta orang yang mengalami dampak pandemi Covid-19, 7 juta penganggur, dan 2,9 juta orang angkatan kerja baru per tahun.
Bahlil mengatakan, investasi akan menciptakan lapangan kerja secara langsung dan tidak langsung. Penciptaan lapangan kerja tidak langsung akan lebih besar 3-4 kali lipat dibandingkan dengan lapangan kerja langsung. Investasi yang masuk ke Indonesia akan menciptakan dampak berganda signifikan bagi perekonomian.
Investasi akan menciptakan lapangan kerja secara langsung dan tidak langsung.
Nantinya, ada dua kategori investasi yang dibidik Indonesia, yaitu investasi berbasis hilirisasi dengan pendekatan teknologi dan investasi padat karya. Investasi padat karya akan menciptakan lapangan kerja lebih besar dan dapat menyerap tenaga kerja Indonesia yang sebagian besar berkemampuan menengah rendah.
”Intinya, negara jangan sampai dirugikan dengan masuknya investasi. BKPM akan mengidentifikasi investasi-investasi yang akan masuk,” kata Bahlil.
Negosiasi investasi
Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Center for Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal menyampaikan, reformasi regulasi harus dibarengi keandalan negosiasi persyaratan investasi, seperti tenaga kerja dan transfer teknologi. Dalam jangka panjang, investasi mesti dapat menciptakan kemandirian ekonomi domestik.
”Setiap negara atau investor biasanya mempunyai cara atau kepentingan berbeda dalam investasi. Dalam beberapa kasus, yang kerap jadi persoalan adalah tenaga kerja asing,” kata Faisal.
Ia menambahkan, pemerintah harus konsisten dengan tujuan investasi untuk menciptakan lapangan kerja. Saat ini mayoritas tenaga kerja atau angkatan kerja di Indonesia memiliki keahlian rendah atau menengah ke bawah. Mereka harus terserap dalam lapangan kerja yang diciptakan investasi yang masuk.
Dalam jangka panjang, investasi mesti dapat menciptakan kemandirian ekonomi domestik.
Menurut data Badan Pusat Statistik, sekitar 56,5 persen tenaga kerja di Indonesia per Februari 2020 bekerja di sektor informal, sedangkan 43,5 persen adalah pekerja formal.
Mayoritas tenaga kerja, yakni 38,89 persen, berpendidikan SD ke bawah. Pekerja yang berpendidikan SMA dan universitas masing-masing hanya 11,82 persen dan 10,23 persen.
Selain itu, menurut Faisal, pemerintah mesti selektif dalam mengizinkan tenaga kerja asing masuk ke Indonesia. Tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia mestinya pekerja profesional atau pengambil keputusan penting di suatu perusahaan. Secara spesifik, tenaga kerja asing yang diproritaskan adalah tenaga kerja yang keahliannya tidak banyak di Indonesia.
”Jika tujuan investasi menciptakan lapangan kerja, poin-poin negosiasi mesti difokuskan untuk menyerap surplus keahlian tenaga kerja Indonesia yang rendah,” kata Faisal.
Ekonom, yang juga Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Raden Pardede, menambahkan, pandemi Covid-19 memunculkan banyak tantangan berat di masa depan, salah satunya kemungkinan kehilangan pekerjaan secara permanen. Kondisi ini berkorelasi dengan daya saing nasional yang rendah, terutama di bidang ketenagakerjaan.