Pameran Batal, Kreativitas Tak Mati
Pandemi Covid-19 membuat banyak pameran batal. Pemasukan anjlok. Namun, kreativitas tak surut. Pameran digelar virtual.
Pandemi Covid-19 mengubah banyak hal dan menunda perjumpaan. Kegiatan pemasaran dan penjualan konvensional melalui pameran terpaksa ditunda karena interaksi langsung dibatasi dan dikurangi. Namun, ruang kreativitas tetap terbuka.
Sejumlah agenda pertemuan rutin berubah menjadi pertemuan secara virtual. Pameran yang semula menghadirkan pengalaman bagi pengunjung untuk berinteraksi dan melihat langsung produk yang dipamerkan kini berubah.
Pandemi Covid-19 berdampak keras pada industri pertemuan, insentif, konfensi, dan pameran (MICE).
Berdasarkan Indonesia Event Industry Council (Ivendo), estimasi kerugian dari 1.218 penyelenggara jasa MICE akibat pandemi Covid-19 berkisar Rp 2,69 triliun-Rp 6,94 triliun. Sekitar 96,43 persen acara di 17 provinsi di Indonesia ditunda. Pembatalan acara juga berdampak kepada 90.000 pekerja di sektor MICE, yang pada periode tersebut kehilangan pekerjaan dan pendapatan.
Namun, tak ada kata menyerah. Hambatan justru membuka ruang kreativitas baru dalam bisnis pameran, yakni secara virtual atau dalam jaringan. Penyelenggara acara dan peserta pameran bertranformasi dalam pengelolaan acara, ruang pamer, visualisasi produk, hingga cara-cara berinteraksi dan bertransaksi dengan calon pengunjung pameran dan calon konsumen.
Presiden Direktur Dyandra Promosindo Hendra Noor Saleh menyampaikan, industri MICE yang terbiasa mengumpulkan orang sangat terdampak pandemi Covid-19. Dari 34 pameran yang dijadwalkan Dyandra tahun ini, sebanyak 32 pameran di antaranya tertunda. Sebanyak 80 persen dari 32 pameran itu bergeser ke platform multikanal, yakni digital dan televisi.
”Kami bertransformasi untuk tampil dengan platform berbeda, yakni menjadi pameran virtual dan pertunjukan lewat televisi,” katanya.
Industri MICE yang terbiasa mengumpulkan orang sangat terdampak pandemi Covid-19.
Hendra menambahkan, pameran secara dalam jaringan juga membuka peluang bisnis bagi industri kreatif, terutama di bidang teknologi informasi. Pihaknya bekerja sama dengan sejumlah perusahaan platform digital dalam negeri, perdagangan secara elektronik, bahkan penyedia layanan sistem pembayaran.
Salah satu pameran yang bergeser adalah Franchise, License and Business Concept Expo and Conference (IFRA) 2020 menjadi IFRA Virtual Expo 2020 pada akhir September lalu. Pameran secara dalam jaringan itu dinilai sukses membuka peluang pasar baru yang mendatangkan peserta dari luar negeri.
”Peserta dari luar negeri juga mengadakan pertemuan bisnis melalui platform digital. Hal ini membuka peluang pasar yang lebih besar,” ujar Hendra.
Perubahan juga terjadi pada pertunjukan musik, dari semula akan digelar secara langsung, menjadi tayangan melalui televisi. Pertunjukan musik itu antara lain Synchronize Festival ke-4 yang semula akan digelar di JIExpo Kemayoran, Jakarta.
Kendati pameran digital menjadi tren di masa mendatang, Hendra memperkirakan tidak semua pameran dapat digantikan oleh pameran virtual. Pameran otomotif secara virtual dinilai belum bisa menggantikan pameran konvensional karena pembeli mencari pengalaman yang hanya bisa didapat melalui pameran secara langsung.
Sementara ajang Indonesia International Motor Show (IIMS) 2020 yang batal tahun ini akan digelar pada Februari 2021 dengan mengusung konsep hibrida. Konsep hibrida adalah menggabungkan pola pameran konvensional dengan digital. Saat ini konsep hibrida belum bisa dilaksanakan secara optimal karena masih ada pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Meski demikian, konsep hibrida ditengarai akan menjadi tren di masa mendatang, bahkan hingga pascapandemi.
Hendra menuturkan, Dyandra sudah memulai konsep hibrida dalam penyelenggaraan IIMS Motorbike. Produk dipamerkan di Mal Kemang Village, Jakarta, sehingga pengunjung dapat melihat spesifikasi produk secara dalam jaringan. Namun, jika pengunjung pameran ingin merasakan uji kendaraan atau melihat langsung produk yang dipamerkan, dapat menyusun janji temu di mal. Kunjungan sengaja dijadwalkan untuk menghindari kerumunan.
Baca juga: IFRA Virtual Expo 2020 Resmi Dibuka, Tiga Menteri Mengapresiasi
Kegiatan MICE membuka peluang pasar bagi pelaku usaha dan industri. MICE dapat menghadirkan wisatawan mancanegara potensial atau melalui perjalanan bisnis. Pada 2014, Asosiasi Perjalanan Bisnis Dunia (GBTA) pernah menghitung, sebesar 1,18 triliun dollar AS atau sekitar 50 persen dari transaksi wisata dunia adalah perjalanan bisnis. Adapun Asosiasi Kongres dan Konvensi Internasional (ICCA) pada 2018 mencatat, wisatawan MICE memiliki kemampuan belanja hingga 2.000 dollar AS per orang per hari dengan rata-rata lama menginap selama lima hari.
Kegiatan MICE membuka peluang pasar bagi pelaku usaha dan industri. MICE dapat menghadirkan wisatawan mancanegara potensial atau melalui perjalanan bisnis.
Kontribusi industri MICE di Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) juga cukup besar. Data Global Economics Significants Business Events 2018 menunjukkan, industri MICE di Indonesia berkontribusi 3,9 miliar dollar AS terhadap PDB nasional. Nilai itu menempatkan Indonesia pada peringkat ke-17 dari 50 negara.
Tak sepenuhnya terganti
Secara terpisah, Project Director Seven Event Agus Riyadi memaparkan, hanya satu dari enam pameran tahun ini yang bisa terlaksana. Pameran Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2020 yang dijadwalkan di empat kota, yakni Jakarta, Surabaya, Medan, dan Makassar, terpaksa dibatalkan akibat pandemi Covid-19. Akibatnya, hampir 90 persen dari proyeksi pendapatan hilang.
Baca juga: Acara Otomotif Sedunia Dibatalkan atau Ditunda, Bagaimana dengan IIMS 2020?
Tahun lalu, tingkat kunjungan GIIAS Jakarta di ICE BSD, Tangerang, Banten, sebanyak 472.000 pengunjung, yang didominasi pengunjung dari Jabodetabek. Sementara transaksi penjualan mobil sebanyak 23.000 unit, tidak termasuk transaksi di luar pameran. Sebanyak 95 persen pengunjung GIIAS cenderung datang ke pameran untuk rekreasi serta mencari perkembangan teknologi terkini dan mobil keluaran baru.
Agus menambahkan, pameran virtual yang mengusung kecanggihan teknologi, seperti realitas virtual dan tiga dimensi, berkembang di Indonesia. Sudah banyak perusahaan di Indonesia yang bisa menyediakan teknologi tersebut. Akan tetapi, pameran konvensional mobil yang mengedepankan citra dan teknologi otomotif tidak bisa sepenuhnya digantikan pameran virtual.
Bagi sebagian masyarakat Indonesia, keputusan membeli mobil merupakan keputusan matang, bahkan melibatkan pertimbangan pasangan dan keluarga. Namun, tetap ada kebutuhan konsumen untuk merasakan pengalaman, seperti melihat fitur produk, memegang badan mobil, memegang setir, hingga uji kendaraan sebelum memutuskan membeli mobil. Pengalaman ini belum tergantikan pameran virtual meskipun masyarakat semakin terbiasa dengan cara memperoleh informasi secara virtual.
Akan tetapi, pameran konvensional mobil yang mengedepankan citra dan teknologi otomotif tidak bisa sepenuhnya digantikan pameran virtual.
Pameran virtual dapat berperan sebagai pemantik bagi calon konsumen untuk mencari tahu teknologi dan fitur produk yang dipamerkan. Selain itu, pameran virtual dapat menjangkau lebih banyak pengunjung, tanpa batasan jarak.
Oleh karena itu, Agus mengakui, pihaknya akan memadukan pameran konvensional dan virtual dengan menerapkan protokol kesehatan ketat. Untuk itu, saat ini konsep hibrida untuk pameran mobil sedang disiapkan.
”Memadukan pameran luar jaringan dan dalam jaringan menjadi suatu keharusan. Pameran virtual memperluas cakupan pasar. Alangkah baiknya jika pengunjung pameran virtual juga memiliki kemudahan melakukan transaksi pembelian di daerah masing-masing,” katanya.
Strategi
Director PT Indonesia International Expo ICE BSD Alim Gunadi mengatakan, bisnis MICE mulai bergerak, antara lain dipicu pertemuan-pertemuan korporasi dan pemerintah. Akan tetapi, ia mengakui, selama ini sumber pendapatan terbesar dari pameran.
Pada 2019, jumlah penyelenggaraan MICE di ICE BSD sebanyak 396 kegiatan, termasuk pertunjukan, pameran, pernikahan, dan pertemuan. Adapun pada Januari-September 2020, jumlah penyelenggaraan yang terlaksana hanya 28 persen dari rencana awal. Sebanyak 72 persen dari kegiatan yang direncanakan tertunda atau malah batal.
Alim menambahkan, strategi yang disiapkan untuk menggerakkan MICE antara lain pemenuhan protokol kesehatan secara ketat. Upaya ini termasuk mengecek kondisi kesehatan kru dan pegawai yang terlibat dalam kegiatan MICE. Selain itu, penyelenggara acara dan promotor juga dipastikan melaksanakan protokol kesehatan secara ketat.
Upaya lain adalah menawarkan kapasitas ruangan besar bagi penyelenggara acara. Ruangan untuk penyelenggaraan acara juga diatur lebih fleksibel. Bahkan, ruangan terbuka juga bisa digunakan untuk kegiatan agar lebih leluasa.
”Salah satu kelebihan pusat konvensi adalah ketersediaan ruangan berukuran besar sehingga memudahkan penerapan protokol kesehatan,” katanya.
Alim berpendapat, kebiasaan baru dengan penerapan protokol kesehatan ketat tetap akan berlanjut pascapandemi Covid-19. Pameran diprediksi kembali bergeliat mulai semester II-2021. Namun, pameran di masa mendatang diperkirakan memadukan daring dan luring.