Interkoneksi listrik Sulbar-Sulteng menjadi pertanda kian dekatnya interkoneksi sistem kelistrikan seluruh Sulawesi. Saat ini, Kota Palu mendapat pasokan listrik dari dua jalur, yakni via Poso dan Pasangkayu.
Oleh
Reny Sri Ayu
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Interkoneksi listrik Sulawesi Barat-Sulawesi Tengah kini beroperasi penuh dan siap menopang Kota Palu yang terus berbenah pascagempa 2018. Saat ini, sistem kelistrikan Sulteng makin andal dengan pasokan dari timur via Poso-Sidera dan barat via Mamuju-Pasangkayu dengan total daya 450 megawatt. Ini juga membuat interkoneksi seluruh Pulau Sulawesi kian dekat.
Sistem kelistrikan Sulbar-Sulteng melalui sektor barat membentang melalui 534 menara antara Gardu Induk Mamuju Baru di Mamuju hingga Pasangkayu. Menara itu berupa saluran udara tegangan tinggi (SUTT) 150 kilovolt (KV) sepanjang 370,16 kilometer sirkuit.
Menara-menara ini melintasi tiga kabupaten di Sulbar, mulai dari Mamuju, Mamuju Tengah, hingga Mamuju Utara dengan ibu kota di Pasangkayu. Wilayah Sulbar berbatasan langsung dengan Sulteng. Pemberian tegangan perdana dilakukan pada Kamis (22/10/2020) dini hari.
Direktur Bisnis PLN Regional Sulawesi, Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara Syamsul Huda dalam konferensi pers virtual, Jumat (23/10/2020), mengatakan, selama ini listrik untuk Palu disuplai dari PLTA di Sulewana, Kabupaten Poso, Sulteng. Selebihnya mengandalkan dua pembangkit lokal, yakni PLTD Silae milik PLN dan PLTU Tawaeli yang bekerja sama dengan swasta.
Namun, saat gempa besar terjadi pada 2018, kedua pembangkit yang ada di Palu itu rusak. Hal tersebut membuat sistem kelistrikan Palu dan sekitarnya kala itu lumpuh. ”PLTD Silae sudah pulih, tetapi akan menjadi cadangan saja,” kata Syamsul.
Secara teknis, menurut Syamsul, interkoneksi jaringan ini akan membantu evakuasi daya Sulteng yang sebelumnya hanya ditopang melalui jaringan transmisi Poso-Sidera. Selain berada dalam kondisi yang rawan terkena abrasi sungai, jaringan transmisi Poso-Sidera juga memiliki akses yang sulit, terutama untuk pemeliharaan.
Saat ini, total daya yang bisa dipasok ke Sulteng, terutama Palu, melalui Pasangkayu adalah 250 megawatt (MW), sementara via Poso sebesar 200 MW. ”Dengan pasokan total sebesar 450 MW ke Sulteng, kebutuhan listrik untuk pemulihan di Palu dan sekitarnya pascagempa diharapkan bisa lebih optimal. Selama ini, kebutuhan beban puncak di Sulteng mencapai 160 MW. Dengan dua jalur pasokan, pemadaman juga bisa dicegah,” kata Syamsul.
General Manager PLN Unit Induk Pembangunan Sulawesi Bagian Selatan I Putu Riasa mengatakan, proyek pembangunan transmisi interkoneksi Sulbar-Sulteng dimulai pada akhir 2018. Proyek yang juga termasuk proyek strategis nasional ini menelan biaya sekitar Rp 800 miliar. Dengan interkoneksi ini, PLN menghemat hingga Rp 137,8 miliar per tahun.
”Interkoneksi ini akan makin mendekatkan program interkoneksi seluruh Sulawesi. Untuk Sulbar, selama ini sebagian dipasok dari Sulawesi Selatan, tetapi hanya sampai Mamuju. Sekarang sudah sampai ke Palu. Sulawesi Tenggara juga sudah terkoneksi dengan Sulsel,” tutur Riasa.
Saat ini, total daya pembangkit yang dimiliki PLN UIP Sulbagsel adalah 2.500 MW dengan kebutuhan beban puncak mencapai 1.300 MW. Artinya, terdapat ruang pengembangan kelistrikan sebanyak 1.200 MW yang dapat menopang kebutuhan masyarakat ataupun industri. Dua provinsi lain yang belum terinterkoneksi dalam sistem kelistrikan ini adalah Gorontalo dan Sulawesi Utara.