Tanpa penemuan cadangan yang baru, minyak bumi di Indonesia akan habis sembilan tahun ke depan, gas bumi akan habis 22 tahun lagi, dan batubara akan habis 65 tahun mendatang.
Oleh
ARIS PRASETYO
·4 menit baca
KOMPAS/RIZA FATHONI
Teknisi sedang melakukan pemeriksaan akhir instalasi panel surya di Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis (3/9/2020). Sebanyak 506 panel surya dengan total daya 150.000 watt dipergunakan untuk pencahayaan area masjid. Pemanfaatan panel surya ini sebagai upaya mendukung penggunaan energi yang ramah lingkungan, efektif, dan efisien.
JAKARTA, KOMPAS — Transisi energi di Indonesia, yakni peralihan penggunaan energi fosil ke energi bersih dan terbarukan, mutlak dilakukan. Ketergantungan pada energi fosil berpengaruh besar bagi ketahanan energi nasional dan neraca perdagangan Indonesia. Apalagi, cadangan energi fosil suatu saat akan habis tanpa penemuan baru.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyatakan hal itu dalam pembukaan seminar daring ”Masa Depan Energi di Indonesia”, Rabu (21/10/2020). Narasumber seminar itu adalah Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana, Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk Arviyan Arifin, dan anggota Dewan Energi Nasional (DEN) 2014-2019, Tumiran.
”Menurut Arifin, tanpa penemuan cadangan yang baru, minyak bumi di Indonesia akan habis sembilan tahun ke depan, gas bumi akan habis 22 tahun lagi, dan batubara akan habis 65 tahun mendatang. Oleh karena itu, transisi energi mutlak diperlukan untuk menjaga ketersediaan dan ketahanan energi Indonesia di masa mendatang.
Tanpa penemuan cadangan yang baru, minyak bumi di Indonesia akan habis sembilan tahun ke depan, gas bumi akan habis 22 tahun lagi, dan batubara akan habis 65 tahun mendatang. Oleh karena itu, transisi energi mutlak diperlukan untuk menjaga ketersediaan dan ketahanan energi Indonesia di masa mendatang.
Pemerintah telah menyiapkan sejumlah strategi untuk mempercepat transisi energi menuju sumber energi bersih dan terbarukan. Beberapa hal yang sedang dilakukan adalah penyusunan Rancangan Peraturan Presiden tentang Pembelian Listrik dari Energi Terbarukan oleh PLN dan menciptakan pasar baru energi terbarukan dengan program pengembangan industri berbasis energi terbarukan.
”Kemudian memaksimalkan potensi bioenergi dengan pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah di 12 kota besar di Indonesia,” katanya.
Pengembangan energi terbarukan, lanjut Arifin, juga dapat membantu pemulihan ekonomi nasional yang terpuruk akibat pandemi Covid-19. Energi terbarukan juga mendorong terciptanya pembangunan ekonomi jangka panjang dan stabil sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca dan menciptakan lapangan kerja baru.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mewakili pemerintah dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR untuk kembali melanjutkan pembahasan Revisi Undang-undang (RUU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/5/2020). Adapun agenda rapat hari itu adalah pembicaraan tingkat I atau pengambilan keputusan soal RUU Minerba.
Rida Mulyana mengatakan, seiring menurunnya cadangan sumber energi fosil di Indonesia, pemanfaatan sumber energi terbarukan bukan lagi menjadi pilihan, melainkan sebuah keharusan. Indonesia bisa dibilang beruntung lantaran memiliki potensi sumber energi terbarukan yang melimpah kendati pemanfaatannya belum optimal.
Pemerintah menginginkan ada percepatan dalam transisi energi di Indonesia. ”Pemerintah tidak bisa berjalan sendiri dalam transisi energi ini. Semua sangat bergantung pada investasi karena dana yang dimiliki pemerintah terbatas,” katanya.
Kementerian ESDM mencatat, total potensi sumber energi terbarukan di Indonesia 417.800 megawatt (MW). Potensi terbesar ada di tenaga surya yang mencapai 207.800 MW peak (MWp), lalu tenaga bayu 60.600 MW, bioenergi 32.600 MW, panas bumi 23.900 MW, dan gelombang laut 17.900 MW. Dari total potensi tersebut, yang termanfaatkan baru 10.400 MW atau sekitar 2,4 persen saja.
Sementara itu, Tumiran berpendapat, transisi energi tak semata-mata untuk memenuhi komitmen Pemerintah Indonesia dalam ratifikasi Perjanjian Paris 2015 terkait penurunan emisi gas rumah kaca. Selain untuk mengurangi ketergantungan pada sumber energi fosil, transisi energi juga merupakan bagian dari usaha untuk meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi Indonesia di masa mendatang.
”Transisi energi dapat menciptakan lapangan kerja baru. Oleh karena itu, perlu penguasaan teknologi di bidang energi terbarukan,” ujarnya.
Bukit Asam, salah satu BUMN penghasil batubara, berkomitmen untuk tidak selamanya bergantung pada bisnis penjualan batubara. Perusahaan ini terus berupaya meningkatkan nilai tambah batubara di dalam negeri lewat gasifikasi untuk menghasilkan dimetil eter (DME). DME dapat berfungsi sebagai pengganti elpiji yang sebagian besar diperoleh Indonesia lewat impor.
”Saya sepakat bahwa pemakaian batubara harus dikurangi dan beralih ke energi terbarukan. Namun, kan, sayang juga cadangan batubara yang mencapai puluhan miliar ton itu tak dimanfaatkan. Oleh karena itu, perlu hilirisasi batubara menjadi DME, metanol, atau produk lain yang lebih bermanfaat,” ucap Arviyan.
Sebelumnya, dalam peluncuran laporan mengenai peta jalan transisi energi di Indonesia secara virtual, Selasa (20/10/2020), Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa menyatakan, pemerintah harus mengantisipasi dengan cepat terhadap dampak yang ditimbulkan dari transisi energi. Apabila pemakaian batubara ditinggalkan, dampaknya adalah merosotnya penerimaan daerah penghasil batubara dan kejatuhan harga komoditas tersebut.
”Pemerintah harus mengantisipasi hal ini. Cepat atau lambat, transisi energi di Indonesia pasti terjadi meski belum semua pengambil kebijakan menyetujuinya bahwa akan ada transisi energi. Harus ada kesadaran dari sekarang dan memasukkan isu transisi energi dalam perencanaan pembangunan ke depan,” kata Fabby.