Pemerintah Berupaya Kembalikan ”Denyut Nadi” Pasar Modal
Selain RUU Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan dalam Rangka Penanganan Covid-19 disinyalir jadi bagian dari upaya pemerintah dalam mengembalikan geliat pasar modal.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah meyakini, implementasi keringanan pajak untuk perusahaan terbuka serta pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi undang-undang bisa mengembalikan denyut nadi pasar modal yang awal tahun ini sempat redup karena pandemi Covid-19. Melalui insentif yang ada, pendalaman pasar modal bisa berjalan beriringan dengan upaya pemulihan ekonomi nasional.
Dalam pembukaan ”Capital Market Summit and Expo” (CMSE) 2020 yang berlangsung secara virtual, Senin (19/10/2020), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pasar modal merupakan salah satu sektor prioritas pemerintah dalam penerapan kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
”Arus modal yang masuk ke pasar modal berkontribusi besar dalam pemulihan ekonomi. Itulah alasan mengapa pemerintah terus berupaya menjaga geliat pasar modal,” ujarnya.
Arus modal yang masuk ke pasar modal memiliki kontribusi besar dalam pemulihan ekonomi. Itulah alasan mengapa pemerintah terus berupaya menjaga geliat pasar modal.
Salah satu dukungan pemerintah untuk menjaga kedalaman pasar modal serta menopang arus kas emiten terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan dalam Rangka Penanganan Covid-19.
Dalam Bab IV Pasal 10 Ayat (1) peraturan tersebut disebutkan, perusahaan dengan kepemilikan saham yang diperdagangkan di BEI minimal 40 persen bisa mendapatkan insentif pajak penghasilan (PPh) 3 persen lebih rendah dari ketentuan PPh badan sebesar 22 persen untuk tahun pajak 2020-2021, dan 20 persen untuk tahun pajak 2022.
”Artinya, perusahaan terbuka dikenai tarif PPh badan sebesar 19 persen pada 2020-2021, serta 17 persen pada 2022. Insentif ini diharapkan bisa mendorong partisipasi perusahaan go public di pasar saham,” ujar Airlangga.
Selain itu Pasal 4 Ayat (3) juncto Pasal 111 Perubahan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, yang masuk dalam Bab VI Kemudahan Berusaha, Bagian Ketujuh tentang Perpajakan, RUU Cipta Kerja, juga membebaskan dividen dari PPh selama dividen tersebut diinvestasikan di Indonesia dalam jangka waktu tertentu.
Dihubungi terpisah, Ketua Umum Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Iwan Setiawan Lukminto menilai, sejumlah peraturan dalam RUU Cipta Kerja tidak hanya memudahkan arus masuk investasi langsung melalui penanaman modal asing. Arus modal asing juga masuk melalui pasar modal.
”Dampak langsung bagi emiten berupa PPh atas penerimaan dividen jika dana yang diperoleh dan digunakan kembali untuk berinvestasi di Indonesia bisa menambah pertumbuhan dari kapitalisasi pasar di Indonesia,” kata Iwan.
BEI mencatat, pada akhir perdagangan Senin, kapitalisasi pasar naik dari penutupan perdagangan Jumat (16/10/2020) sebesar Rp 5.935 triliun menjadi Rp 5.962 triliun. Adapun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat naik 0,45 persen dari perdagangan sebelumnya ke level 5.126,33.
Iwan menyatakan, pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU pada periode pandemi saat ini merupakan langkah yang tepat. Pasalnya, pelaku bisnis di setiap negara saat ini tengah bersiap untuk melakukan pemulihan bisnis dan ekonomi usai dihantam oleh pandemi.
Pendalaman pasar
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, pendalaman pasar modal harus terus dilakukan, antara lain dengan memperbanyak instrumen investasi baik yang sifatnya ritel maupun korporasi.
”Insentif dapat diberikan kepada para penerbit efek atau emiten agar bisa membuat instrumen investasi yang bisa diakses oleh para investor ritel. Sekitar 73 persen transaksi di pasar saham adalah transaksi ritel dan merupakan transaksi yang paling banyak dalam lima tahun terakhir,” ujarnya.
Banyaknya instrumen investasi di pasar modal, lanjut Wimboh, diharapkan harus memenuhi kebutuhan pasar, utamanya instrumen lindung nilai (hedging). Banyak investor asing mengeluhkan instrumen hedging di Indonesia yang belum lengkap baik untuk nilai tukar maupun risiko suku bunga, serta hedging default.
Dalam rangka pendalaman pasar modal, dukungan infrastruktur juga krusial agar semua proses di pasar modal dapat dilakukan secara elektronik sehingga transaksi bisa dilakukan secara cepat oleh investor di mana pun.
”Penerapan digitalisasi di pasar modal menjadi penting untuk bisa membuka dan mempercapat akses bagi seluruh investor di seluruh nusantara,” ujarnya.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengemukakan, bank sentral juga terus melakukan kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah. Stabilisasi ini merupakan langkah vital untuk mendorong pemulihan ekonomi, meningkatkan kepastian berusaha, dan menjaga stabilitas di sektor keuangan termasuk pasar modal.
”Kami terus memastikan nilai tukar tetap stabil baik intervensi di pasar spot, kalau diperlukan adalah pemberian SBN (surat berharga negara) dari pasar sekunder,” katanya.
Geliat ekonomi
Selain memperdalam dan menjaga geliat aktivitas pasar modal, Airlangga meyakini, insentif pajak untuk perusahaan terbuka juga bisa berdampak pada pemulihan daya serap tenaga kerja. Sejak awal tahun, upaya penanganan Covid-19 melalui pembatasan sosial telah memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada sebanyak 2,1 juta pekerja.
Jika dikalkulasikan dengan 1,4 juta pekerja yang dirumahkan akibat pandemi Covid-19, sebanyak 6,9 juta masyarakat yang belum mendapatkan pekerjaan, dan 2,92 juta tenaga produktif lulusan pendidikan formal, total masyarakat yang membutuhkan lapangan kerja di masa pandemi mencapai 13,3 juta orang.
Untungnya, lanjut Airlangga, proses pemulihan aktivitas ekonomi nasional telah berada di jalur yang tepat. Hal ini ditunjukkan oleh perbaikan kinerja industri pengolahan selaku kontributor terbesar produk domestik bruto (PDB) yang tecermin dari Prompt Manufacturing Index (PMI) Bank Indonesia (BI) triwulan III-2020 sebesar 44,91 persen, naik dari triwulan sebelumnya 28,55 persen.
”Peningkatan aktivitas industri pengolahan bisa dilihat dari meningkatnya impor bahan baku dan barang modal September 2020. Neraca perdagangan juga surplus 2,44 miliar dollar AS pada September 2020 juga mendukung ketahanan di sektor eksternal,” ujarnya.