Pembangunan Pipa Gas Terbengkalai, Pemerintah Wajib Ambil Alih
Tren konsumsi energi untuk industri di masa mendatang akan bergantung pada gas bumi. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur gas di Indonesia mutlak tersedia.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembatalan pembangunan jaringan pipa gas dari Cirebon, Jawa Barat, hingga ke Semarang, Jawa Tengah, harus segera diambil alih pemerintah. Sektor industri di Indonesia, khususnya di Jawa, sangat memerlukan jaringan pipa gas untuk memenuhi kebutuhan energi agar tak bergantung pada bahan bakar minyak jenis solar. Apalagi, era gas alam cair atau LNG dalam beberapa tahun ke depan bakal dominan sebagai pemasok energi di Indonesia.
Awalnya, jaringan pipa gas dari Cirebon sampai ke Semarang tersebut akan dibangun pada 7 Februari 2020 dan bakal selesai pada Februari 2022. Pemenang lelang pembangunan jaringan pipa tersebut adalah PT Rekayasa Industri atau Rekind.
Belakangan, anak usaha PT Pupuk Indonesia (Persero) tersebut menyatakan mundur dari proyek pembangunan jaringan pipa gas tersebut. Padahal, lelang pembangunan pipa dimenangi sejak 2006.
Wakil Ketua Komite Industri Hulu dan Petrokimia Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Achmad Widjaja menilai wajar apabila Rekind mengembalikan mandat pembangunan jaringan pipa Cirebon-Semarang. Pasalnya, proyek tersebut tidak ekonomis bagi Rekind dan sampai 50 tahun ke depan pun modal yang dikeluarkan Rekind tidak akan kembali.
”Proyek semacam ini, yakni infrastruktur pembangunan pipa gas, sebaiknya dieksekusi pemerintah, dalam hal ini PT Pertamina (Persero) berikut anak usahanya, seperti Pertamina Gas atau PGN. Kalau diserahkan ke investor (Rekind), tidak akan ekonomis atau menguntungkan,” kata Achmad saat dihubungi pada Senin (19/10/2020).
Proyek tersebut tidak ekonomis bagi Rekind dan sampai 50 tahun ke depan pun modal yang dikeluarkan Rekind tidak akan kembali.
Achmad menambahkan, di masa mendatang, LNG akan menjadi pilihan utama bagi industri untuk pemenuhan energi ataupun sebagai bahan baku. Apalagi, dalam beberapa tahun ke depan ada tambahan pasokan gas dari beroperasinya Tangguh Train 3 dan dari Lapangan Suban, Blok Corridor, Sumatera Selatan, yang kontrak penyaluran gasnya ke Singapura berakhir pada 2023. Oleh karena itu, penyediaan infrastruktur gas bumi wajib terlaksana.
Sementara itu, melalui siaran pers, Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Fanshurullah Asa menyatakan telah menerima surat dari Rekind pada 2 Oktober 2020. Inti surat tersebut adalah Rekind mengembalikan mandat penetapan sebagai pemenang lelang pembangunan pipa gas Cirebon-Semarang kepada BPH Migas selaku penyelenggara lelang. Dengan diserahkannya surat tersebut, BPH Migas mencabut status Rekind sebagai pemenang lelang.
”Selanjutnya, kami akan melakukan kajian internal dan koordinasi dengan Kementerian ESDM dan pihak lain untuk mengambil langkah-langkah dan solusi terbaik dalam batas waktu satu bulan terhitung sejak 13 oktober 2020,” ujar Fanshurullah.
Fanshurullah melanjutkan, beberapa opsi yang akan diambil BPH Migas untuk melanjutkan pembangunan proyek jaringan pipa gas tersebut adalah memberikan mandat pembangunan pipa kepada pemenang lelang kedua atau ketiga. Opsi kedua adalah melelang ulang proyek pembangunan pipa sepanjang 255 kilometer tersebut.
”Adapun opsi ketiga adalah mengeluarkan penugasan pemerintah kepada badan usaha tertentu karena proyek pembangunan jaringan pipa gas ini merupakan proyek strategis nasional,” ucap Fanshurullah.
Opsi ketiga adalah mengeluarkan penugasan pemerintah kepada badan usaha tertentu karena proyek pembangunan jaringan pipa gas ini merupakan proyek strategis nasional.
Sebelumnya, dalam konferensi pers pada 5 Februari 2020 di kantor BPH Migas, Jakarta, Direktur Utama Rekind Yanuar Budinorman mengatakan, pengerjaan pembangunan pipa transmisi tersebut menelan biaya sekitar 269 juta dollar AS. Kapasitas pipa tersebut didesain untuk mengalirkan gas hingga 500 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Sebagai pemilik pipa, pihaknya akan memungut ongkos 0,36 dollar AS per juta metrik british thermal unit (MMBTU) sebagai biaya pengangkutan.
”Kami berkomitmen menyelesaikan pengerjaan pipa gas tersebut tepat waktu. Kami cukup berpengalaman dalam proyek semacam ini,” kata Yanuar.