Peluang UMKM Jajal Ruang Pamer Virtual
Responden melihat dua sisi dari penyelenggaraan sebuah pameran virtual. Ada pihak-pihak yang diuntungkan atau juga dirugikan ketika pameran secara konvensional berubah menjadi virtual.
Pameran virtual menjadi ajang adaptasi UMKM untuk memperluas pasar dan modal usaha kala pandemi. Hal ini mungkin terwujud manakala UMKM mampu mengakses ruang pamer berteknologi digital.
Pameran konvensional yang menjadi ruang interaksi dan tatap muka dengan banyak pihak berpotensi menjadi kluster penyebaran Covid-19. Mengantisipasi hal tersebut, sejumlah lembaga memanfaatkan teknologi digital untuk menggelar pameran virtual, termasuk juga untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Misalnya, pameran virtual bagi UMKM yang digelar pada 24-26 Juli 2020. Acara tersebut digagas Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Badan Pengurus Pusat Andalan Kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera, dan Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (Pandi).
Sampai sekarang, sejumlah ajang pameran virtual telah suskes diselenggarakan beberapa lembaga swasta dan pemeirntah. Kendati demikian, penyelenggaraan pameran dengan cara baru ini belum banyak menggaet pengunjung.
Hasil jajak pendapat Kompas awal Oktober menunjukkan, delapan dari sepuluh responden belum pernah mengikuti salah satu pameran yang digelar secara daring ini. Sementara sebanyak 12,3 persen responden menyatakan pernah mengikuti pameran virtual sebanyak satu hingga dua kali. Hanya 4,3 persen responden yang memiliki pengalaman mengikuti pameran virtual lebih dari dua kali.
Baca juga: Tantangan Meramaikan Pameran Virtual
Untung-rugi
Setiap tahun, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) rutin menggelar pameran UMKM. Pada 2018, misalnya, pameran UMKM di dalam negeri dan mancanegara berhasil membukukan transaksi senilai Rp 160,2 miliar.
Namun, meraih omzet sebesar itu bukanlah pekerjaan mudah bagi UMKM saat mereka dituntut mengikuti pameran virtual seperti sekarang. Hasil jajak pendapat Kompas juga mengungkap pandangan senada di kalangan masyarakat.
Mereka melihat dua sisi dari penyelenggaraan sebuah pameran virtual. Ada pihak-pihak yang diuntungkan atau juga dirugikan ketika pameran secara konvensional berubah menjadi virtual.
Mereka melihat dua sisi dari penyelenggaraan sebuah pameran virtual. Ada pihak-pihak yang diuntungkan atau juga dirugikan ketika pameran secara konvensional berubah menjadi virtual.
Dari sisi penyelenggara pameran, sebanyak lebih kurang 42 persen responden melihat bahwa pemilik situs internet akan menjadi pihak yang paling mendapatkan keuntungan dari pameran virtual. Keuntungan lainnya, menurut sekitar 16 persen responden, juga akan menetes ke pekerja kreatif. Salah satunya adalah desainer ruang pameran virtual.
Sebaliknya, penyelenggara tempat pameran konvensional dan pekerja yang terlibat di dalamnya menjadi pihak yang paling dirugikan dengan berubahnya cara pameran ini. Pendapat ini dikemukakan oleh sekitar seperempat responden.
Dampak pameran virtual pada sisi pesertanya tak luput juga dari perhatian responden. Sekitar sepertiga responden melihat bahwa keuntungan dari pameran virtual akan banyak diperoleh usaha-usaha bermodal besar dan memiliki kekuatan teknologi digital.
Sementara ketika melihat pihak yang paling dirugikan, lebih kurang 47 persen responden berpendapat bahwa hal itu banyak dialami usaha-usaha dengan modal kecil dan minim dukungan teknologi digital.
Ketika teknologi tidak tersedia dan modal pun minim, pameran virtual memang menjadi persoalan serius bagi UMKM. Hal tersebut terbukti pada Pameran Virtual Wirakarya 2020. Sebanyak 273 pelaku UMKM menyatakan keinginannya untuk bergabung. Namun, hanya 50 UMKM yang dapat mengikuti pameran itu. Ratusan UMKM lainnya batal bergabung lantaran keterbatasan modal dan akses teknologi (Kompas, 25/7/2020).
Baca juga: Partisipasi UMKM dalam Pameran Virtual Terkendala Pemahaman
Optimisme
Bagaimanapun, keberlangsungan UMKM penting diperhatikan mengingat keberadaannya sebagai salah satu tulang punggung perekonomian. Sebanyak 99,9 persen usaha di Tanah Air adalah UMKM yang menampung 116,9 juta pekerja dan mampu menyumbang 61 persen produk domestik bruto (PDB) pada 2018.
Pameran, apa pun cara penyelenggaraannya, menjadi ajang penting untuk memperluas pemasaran produk UMKM. Dua per tiga lebih responden dalam jajak pendapat ini pun mengungkapkan hal tersebut. Bahkan, responden yang belum pernah mengunjungi pameran virtual juga meyakini hal tersebut.
Pameran, apa pun cara penyelenggaraannya, menjadi ajang penting untuk memperluas pemasaran produk UMKM. Dua per tiga lebih responden dalam jajak pendapat ini pun mengungkapkan hal tersebut.
Keyakinan responden tersebut sejalan dengan salah satu bukti dari pameran virtual yang digelar sejumlah instansi. Misalnya, Karya Kreatif Indonesia (KKI) Seri I yang digelar Bank Indonesia pada 28-30 Agustus 2020. Pameran virtual tersebut mampu mempertemukan 31 UMKM dengan 16 pembeli potensial, antara lain dari Italia, Jepang, China, dan agregator dari Indonesia.
Produk yang ditawarkan, antara lain, makanan-minuman, kain, dan kerajinan. Dalam tiga hari saja, ajang tersebut mampu meraup omzet penjualan hingga Rp 4,86 miliar. Nilai kesepakatan bisnis dari pameran KKI ini mencapai Rp 113,2 miliar, meningkat 54 persen dibandingkan dengan ajang yang sama tahun lalu.
Baca juga: Karya Kreatif Indonesia 2020 Digelar Virtual
Pameran virtual lainnya juga sukses diselenggarakan PT Pertamina (Persero) pada 9-11 September 2020. Pameran ”Pertamina Smexpo 2020” tersebut diikuti 100 UMKM binaan Pertamina dengan 1.780 produk, dan diikuti 32.741 pengunjung. Pameran yang menghasilkan transaksi sebesar Rp 9,3 miliar ini didominasi pengunjung Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, Australia, Belanda, Arab Saudi, Jepang, dan Taiwan.
Selain memperluas pasar, 61,9 persen responden juga berpendapat bahwa pameran virtual bisa menjadi ajang bagi UMKM untuk mendapatkan sumber modal baru. Akses modal memang menjadi hal krusial bagi UMKM. Survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018 menunjukkan, kendala utama bagi 29,32 persen industri kecil menengah adalah permodalan.
Meski demikian, UMKM juga memerlukan pelatihan dan modal mengakses teknologi. Mengacu survei BPS, dari 4 juta industri mikro kecil yang disurvei, hanya 10,5 persen yang sudah memanfaatkan teknologi internet.
Baca juga: Tutur Visual Kompas: Transformasi UMKM
Untuk itu, Kementerian Koperasi dan UKM meluncurkan sejumlah program digitalisasi UMKM. Salah satunya adalah program Kakak Asuh UMKM (KAU) yang digulirkan pada 15 Juni lalu. Program dilakukan dalam bentuk pelatihan pemasaran digital agar UMKM lebih efisien memanfaatkan laman pemasaran.
Pemanfaatan teknologi digital, termasuk pameran virtual, sangat dibutuhkan UMKM. Tidak hanya menjadi solusi pameran di tengah pandemi, tetapi juga mendorong transformasi digital UMKM.