Jembatan Virtual Perdagangan
Di tengah pandemi, teknologi digital yang merupa dalam virtual dan daring menjadi solusi. Solusi bagi para pelaku usaha dan industri kecil hingga besar, serta penyelenggara jasa MICE untuk menggeliatkan ekonomi.
Pandemi Covid-19 menyebabkan perdagangan barang dan jasa tersendat. Pembeli-penguna jasa dan pedagang-penyedia jasa tak bisa saling bertemu dan bertransaksi secara langsung. Pameran-pameran yang mendatangkan pembeli, investor, dan bahkan wisatawan juga terimbas.
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dalam laporan terbarunya pada 6 Oktober 2020 menyebutkan, perdagangan global pada tahun ini memang menunjukkan tanda-tanda pulih dari kemerosotan akibat imbas pandemi. Namun, untuk mengembalikannya ke titik normal, membutuhkan waktu yang lebih lama karena Covid-19 belum mereda.
WTO memperkirakan pertumbuhan volume perdagangan dunia pada 2020 akan turun sebesar 9,2 persen. Proyeksi ini lebih baik dibandingkan dengan perkiraan pada April lalu yang menyebut volume perdagangan global akan tumbuh minus 12,9 persen.
WTO juga memperkirakan, pada 2021 perdagangan global tumbuh 7,2 persen. Proyeksi ini lebih rendah dibandingkan pada April lalu yang diperkirakan tumbuh sebesar 21,3 persen. Namun, WTO menegaskan, perkiraan ini memiliki tingkat ketidakpastian yang sangat tinggi karena bergantung pada perkembangan pandemi dan upaya penanganan setiap negara.
Baca juga : Pemulihan Perdagangan Bergantung pada Penanganan Pandemi
Tak hanya sektor perdagangan, salah satu jembatan konvensional sektor ini, yaitu industri jasa pertemuan, insentif, konvesnsi, dan pemeran (MICE), juga ambrol. Di Indonesia, misalnya, Indonesia Event Industry Council (Ivendo) memperkirakan, estimasi kerugian dari 1.218 penyelenggara jasa MICE akibat pandemi Covid-19 berkisar Rp 2,69 triliun-Rp 6,94 triliun. Sekitar 96,43 persen acara di 17 provinsi ditunda dan 84,2 persen acara yang lainnya dibatalkan, serta sekitar 90.000 pekerja sektor tersebut kehilangan pekerjaan.
Selain membuka peluang pasar bagi pelaku usaha dan industri, MICE mampu menghadirkan wisatawan mancanegara potensial atau yang melakukan perjalanan bisnis. Pada 2014, Asosiasi Perjalanan Bisnis Dunia (GBTA) pernah menghitung, sebesar 1,18 triliun dollar AS atau sekitar 50 persen dari transaksi wisata dunia adalah perjalanan bisnis. Asosiasi Kongres dan Konvensi Internasional (ICCA) pada 2018 mencatat, wisatawan MICE memiliki kemampuan pengeluaran 2.000 dollar AS per orang per hari dengan rata-rata menginap selama lima hari.
Baca Juga: Tutur Visual Kompas terkait Transformasi UMKM
Padahal, kontribusi industri MICE di Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) cukup besar. Data Global Economics Significance Business Events 2018 menyebutkan, industri MICE di Indonesia berkontribusi sebesar 3,9 miliar dollar AS terhadap PDB nasional. Nilai itu memosisikan Indonesia pada peringkat ke-17 dari 50 negara.
Industri MICE di Indonesia berkontribusi sebesar 3,9 miliar dollar AS terhadap PDB nasional. Nilai itu memosisikan Indonesia pada peringkat ke-17 dari 50 negara.
Di tengah pandemi ini, teknologi digital yang merupa dalam virtual dan daring menjadi solusi. Solusi bagi para pelaku usaha dan industri kecil hingga besar, serta penyelenggara jasa MICE untuk menggeliatkan ekonomi ”dapur” mereka sekaligus ekonomi nasional.
Berbagai pameran virtual digelar pada tahun ini, seperti Indonesia Franchise, License and Business Concept Expo and Conference (IFRA); Trade Expo Indonesia Virtual Expo (TEI-VE); Pertamina SMEXPO; Indonesia Property Expo; Mobil123 DRIVE Virtual Expo; dan Karya Kreatif Indonesia (KKI) Virtual yang digelar Bank Indonesia (BI).
Baca juga : Tantangan Meramaikan Pameran Virtual
Pembeli luar negeri
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Kasan Muhri mengatakan, Kemendag telah menyosialisasikan TEI-VE 2020 ke perwakilan-perwakilan perdagangan Indonesia di sejumlah negara sebelum peluncuran resmi pameran virtual itu. Biasanya, pameran perdagangan tingakt internasional yang digelar setiap tahun sekali ini diadakan secara fisik atau konvensional.
”Tranformasi ke bentuk virtual menjadi upaya strategis untuk tetap menghelat pameran dagang tingkat global tahunan ini di tengah pandemi Covid-19. Meskipun virtual, pameran ini juga mengadakan penjajakan bisnis dan bisnis forum secara daring. Pembeli pontensial dari negara lain akan dihadirkan secara daring,” tuturnya.
Meskipun virtual, pameran ini juga mengadakan penjajakan bisnis dan bisnis forum secara daring. Pembeli pontensial dari negara lain akan dihadirkan secara daring.
Ajang pameran virtual UMKM binaan PT Pertamina (Persero), ”Pertamina Smexpo 2020”, yang digelar pada 9-11 September 2020, misalnya, didominasi oleh pembeli dari luar negeri. Pameran yang menghasilkan transaksi sebesar Rp 9,3 miliar ini didominasi pengunjung Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, Australia, Belanda, Arab Saudi, Jepang, dan Taiwan.
”Dari keseluruhan transaksi, penjualan terbesar adalah produk Hitara Black Garlic yang tak lain adalah bawang putih olahan dengan nilai transaksi sekitar Rp 2 miliar. Produk tersebut diminati pembeli dari Inggris, Perancis, Afrika Selatan, dan Australia,” kata Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman.
Sementara dalam pameran Karya Kreatif Indonesia (KKI) 2020 Virtual Seri I pada 28-30 Agustus 2020, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) meraih omzet Rp 4,86 miliar. Dalam pameran yang dimotori BI itu, digelar pertemuan bisnis antara 31 pelaku UMKM dan 16 pembeli potensial dari Singapura, Italia, Korea Selatan, Jepang, China, dan Australia, serta agregator dari Indonesia.
BI mencatat, selama periode setelah KKI 2019 hingga KKI 2020 Virtual Seri I, nilai kesepakatan bisnis (penjualan ekspor, pembiayaan, dan penjualan melalui e-dagang) meningkat 54 persen daripada periode sebelumnya. ”Komitmen nilai kesepakatan bisnis Rp 113,2 miliar antara 328 UMKM dan para mitra bisnis ini disertai penandatanganan kontrak ekspor dan akad kredit UMKM dengan lembaga keuangan,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko.
Baca juga : Pembeli Dihadirkan secara Daring
Ekonomi kreatif
Pameran virtual menyuguhkan cara-cara dan pengelolaan baru sebuah kegiatan yang menjadikan teknologi sebagai basisnya. Penyelenggara acara (EO) dan peserta pameran bertranformasi baik dalam pengelolaan acara, ruang pamer (booth), visualisasi produk, maupun cara-cara berinteraksi dan bertransaksi dengan para calon pembeli.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki mengatakan, pameran virtual merupakan ajang bisnis digital yang dapat membantu usaha mikro, kecil, dan menengah UMKM di kala pandemi. Melalui pameran virtual, UMKM bisa terdorong untuk bangkit dan produktif menangkap peluang.
”Mereka belajar beradaptasi dengan kebiasaan baru dan menjalankan pola bisnis yang berubah. Pameran virtual ini juga memperluas akses pasar baik dalam negeri maupun luar negeri,” katanya.
Pemerintah, lanjut Teten, telah menyediakan ruang pelatihan transformasi digital koperasi dan UMKM, yaitu portal IDXCOOP untuk koperasi dan situs www.edukukm.id untuk pelaku UMKM.
Melalui pameran virtual ini, sektor ekonomi kreatif akan memainkan peranan penting dalam pameran virtual. Para pekerja/profesi yang kompeten di bidang teknologi informasi (arsitek, desainer laman atau produk, pemrogram perangkat lunak, video grafis, dan pembuat aplikasi) akan laris manis. Bahkan mulai bermunculan penyelenggara acara virtual (virtual event/VE), baik itu pendatang baru maupun EO yang bertransformasi.
Baca juga : Menelaah Transformasi Digital UMKM
Convention Manager PT Dyandra Promosindo Abynprima Rizki mengatakan, teknologi mengubah sistem penyelenggaraan acara yang konvensional menjadi modern. Contoh, penggunaan aplikasi atau situs web untuk survei atau registrasi peserta, barcode atau kode batang untuk tiket masuk, aplikasi teknologi finansial, dan gelang pintar untuk transaksi.
Tidak hanya itu, teknologi juga mempermudah penyelenggara MICE mengembangkan konsep acara dan menangkap pasar. ”Dengan teknologi, sebelum acara kita bisa buat sistem registrasi digital untuk tahu respons target pasar. Jadi, semua terukur dengan jelas dan tepat,” ujarnya
Walau di sisi lain, para pekerja konvensional (penjaga stan, sales) tidak lagi bisa turut serta. Dari sisi pengunjung atau calon pembeli, mereka tidak lagi mendapat pengalaman langsung mencicip, menikmati, menyentuh, dan merasakan produk-produk yang dipamerkan. Dengan kata lain, virtual mematikan indera perasa dan peraba para pengunjung dan calon pembeli.
Dalam pameran lisensi dan waralaba (IFRA) 2020 pada 18-20 September, misalnya, General Manager Dapur Serundeng, Irta, mengakui, pameran terasa hambar karena tidak ada interaksi langsung dengan calon klien dan kesempatan untuk mendemonstrasikan produk makanan yang dijual waralaba kuliner berbasis di Jakarta itu.
Beberapa kendala sistem juga dialami selama penyelenggaraan pameran. ”Di hari pertama, sempat sulit log-in. Lalu, kami kesulitan interaksi dengan calon klien karena kesulitan menggunakan fitur chat, juga Zoom atau Google Meet yang disediakan,” ujarnya.
Jika masalah sistem bisa dihindari, lanjut Irta, pameran virtual berpeluang besar di era digital. Selain menghilangkan batas jarak antara peserta dan pengunjung pameran, penyelenggaraan pameran virtual juga dinilai menghilangkan banyak biaya pemasaran.
Baca Juga: Daya Ungkit Pameran Virtual
Ada ekspektasi yang muncul dari sebuah pameran virtual. Pameran virtual diharapkan menjadi jembatan menghidupkan kembali peluang-peluang ekonomi perdagangan dalam negeri dan global kala dihantam pandemi. Melalui ruang pamer dan penjajakan bisnis virtual, dan ditopang kemudahan transkasi daring, pameran virtual setidaknya bisa menghadirkan pasar di tengah pandemi, daripada tidak sama sekali.
Namun, di sisi lain, pameran virtual menjadi pengingat, banyak pekerja dan jasa layanan di pameran konvensional yang kehilangan pekerjaan. Pelaku UMKM pun masih banyak yang belum siap mengikuti gelaran ini tanpa ada sokongan dari berbagai kalangan. (M PASCHALIA JUDHIT J/ARIS PRASETYO/ERIKA KURNIA)