Insentif diperlukan untuk mengembangkan gasifikasi batubara di dalam negeri. Selain meningkatkan nilai tambah, gasifikasi diyakini memiliki efek ganda besar ketimbang hanya dijual sebagai komoditas.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Izin usaha tambang seumur cadangan batubara yang ada akan diberikan kepada perusahaan tambang batubara yang mengembangkan gasifikasi. Dengan demikian, kepastian berusaha lebih terjamin.
Gasifikasi batubara adalah usaha untuk meningkatkan nilai tambah batubara di dalam negeri berupa dimetil eter atau metanol.
Menurut Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sujatmiko, sesuai teknologi dan nilai keekonomian proyek gasifikasi batubara, kecukupan pasokan batubara harus dipastikan. Oleh karena itu, perusahaan yang mengembangkan proyek gasifikasi batubara harus dijamin kecukupan pasokan batubaranya. Pemberian izin usaha seumur cadangan tambang adalah salah satu bentuk insentif nonfiskal yang akan diberikan pemerintah.
”Insentif itu untuk mengusahakan (cadangan) batubara yang ada demi kecukupan pasokan pabrik gasifikasi batubara tersebut,” kata Sujatmiko saat dihubungi, Minggu (18/10/2020).
Dengan demikian, lanjut Sujatmiko, izin usaha tambang batubara tak lagi dibatasi sampai 20 tahun bagi perusahaan yang mengembangkan gasifikasi batubara. Adapun insentif fiskal adalah pengenaan royalti nol persen bagi perusahaan batubara yang turut mengembangkan gasifikasi. Kendati penerimaan negara berkurang akibat pengenaan nol persen untuk royalti, dampak ganda dari proyek gasifikasi diyakini lebih besar bagi perekonomian.
”Selain gasifikasi, proyek hilirisasi batubara yang dikembangkan pemerintah antara lain pengembangan briket, peningkatan mutu batubara, coal liquefaction (mengolah batubara menjadi bahan bakar cair), serta pengembangan batubara kokas,” jelas Sujatmiko.
Kendati penerimaan negara berkurang akibat pengenaan nol persen untuk royalti, dampak ganda dari proyek gasifikasi diyakini lebih besar bagi perekonomian.
Menurut Ketua Indonesian Mining and Energy Forum Singgih Widagdo, keputusan pemerintah memberikan insentif fiskal dan nonfiskal berupa durasi perizinan yang seumur cadangan yang ada dinilai tepat. Kebijakan tersebut akan merangsang investor untuk meningkatkan nilai tambah batubara di dalam negeri ketimbang dijual (ekspor). Namun, harus ada kepastian mengenai siapa pembeli atau penyerap produk yang dihasilkan dari proyek gasifikasi batubara tersebut.
”Selama ini, batubara lebih dominan berperan sebagai komoditas yang diperjualbelikan, bukan untuk modal pembangunan. Hilirisasi batubara mendorong pengembangan batubara sebagai modal penggerak ekonomi,” ujar Singgih.
Singgih menggarisbawahi, pemberian izin usaha tambang seumur cadangan bagi pengembang gasifikasi batubara sebaiknya hanya sebatas volume batubara yang diperlukan bagi kebutuhan gasifikasi, bukan untuk keseluruhan kapasitas produksi. Sebab, tak semua produksi batubara dimanfaatkan untuk gasifikasi. Apalagi, 75 persen dari total produksi batubara nasional diekspor dan sisanya diserap untuk kebutuhan dalam negeri.
Salah satu perusahaan yang mengembangkan proyek gasifikasi batubara adalah PT Bukit Asam Tbk. Gasifikasi batubara akan menghasilkan dimetil eter sebagai pengganti elpiji. Sebanyak 70 persen elpiji yang dikonsumsi di Indonesia diperoleh dari impor.
Pemberian izin usaha tambang seumur cadangan bagi pengembang gasifikasi batubara sebaiknya hanya sebatas untuk volume batubara yang diperlukan bagi kebutuhan gasifikasi, bukan untuk keseluruhan kapasitas produksi.
Menurut Direktur Utama Bukit Asam Arviyan Arifin, lokasi pabrik gasifikasi berada di Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Kebutuhan batubara 6 juta ton per tahun akan menghasilkan 1,4 juta ton dimetil eter. Bukit Asam menggandeng PT Pertamina (Persero) dan Air Products, perusahaan pemilik teknologi gasifikasi asal Amerika Serikat, dalam proyek gasifikasi ini.
”Investasi proyek ini sebesar 2,4 miliar dollar AS yang akan ditanggung sepenuhnya oleh Air Products. Bukit Asam berperan sebagai pemasok batubara, sedangkan Pertamina sebagai penyerap dimetil eter yang dihasilkan nanti,” kata Arviyan dalam telekonferensi pers beberapa waktu lalu.