Waspadai dampak La Nina karena juga akan memengaruhi produksi beras. Sementara pemerintah menyiapkan dana Rp 4,5 triliun untuk menanggulangi banjir.
Oleh
M Paschalia Judith J/c anto saptowalyono
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Fenomena La Nina diperkirakan terus berkembang mencapai intensitas moderat pada akhir 2020 dan mulai meluruh pada Januari-Febuari 2021. Fenomena ini akan berdampak pada peningkatan curah hujan bulanan antara 20 persen dan 40 persen di atas normal. Pemerintah dan pemangku kepentingan terkait perlu mengantisipasi dampaknya di berbagai sektor, termasuk pertanian.
Profesor Meteorologi dan Klimatologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Edvin Aldrian, Jumat (16/10/2020), mengatakan, seiring dengan kenaikan curah hujan, La Nina berpotensi meningkatkan risiko banjir dan membuat lahan pertanian terendam. Untuk mengatasinya, saluran air di lahan pertanian mesti diperlebar. Selain itu, perlu dipastikan salurannya mengalirkan air dan jangan ada hambatan.
”La Nina juga cenderung menyebabkan waktu penanaman menjadi di atas dua kali, khususnya padi,” ujarnya saat dihubungi dari Jakarta.
La Nina berpotensi meningkatkan risiko banjir dan membuat lahan pertanian terendam.
Kamis lalu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengingatkan agar seluruh pemangku kepentingan terkait mewaspadai dampak La Nina. Curah hujan yang tinggi yang disebabkan La Nina bisa berdampak pada produksi padi nasional yang diperkirakan meningkat tahun ini.
BPS mencatat, luas panen padi pada tahun ini diperkirakan mencapai 10,79 juta hektar atau naik 1,02 persen dibandingkan dengan tahun lalu yang mencapai 10,68 juta hektar. Dengan luas panen mencapai 10,79 juta hektar, produksi beras sepanjang 2020 diperkirakan bisa mencapai 31,67 juta ton atau naik 1,1 persen dibandingkan dengan produksi tahun 2019.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati meminta pemangku kepentingan terkait juga mengantisipasi dampak La Nina di sektor pertanian. Banjir akibat curah hujan yang tinggi juga bisa merendam areal persawahan.
Koordinasi antarpemerintah daerah, baik tingkat kabupaten/kota maupun provinsi, yang wilayahnya dilintasi sungai menjadi penting. Kerja sama diperlukan untuk mengoptimalisasi tata kelola air terintegrasi dari hulu hingga hilir.
”Waspadai pula potensi terjadinya cuaca ekstrem dalam mengelola lahan pertanian. Petani bisa mengantisipasi pola tanam dengan informasi iklim dan cuaca, serta memperhatikan Kalender Tanam (Katam) Terpadu Nasional Indonesia,” katanya.
Guru Besar Antropologi Universitas Indonesia Yunita Triwardani Winarto mengemukakan, petani membutuhkan pengetahuan yang dapat dipraktikkan di lapangan, khususnya dalam menghadapi fenomena cuaca dan iklim. ”Pengetahuan ini diperlukan karena petani menghadapi risiko yang semakin tak menentu akibat perubahan iklim,” ujarnya.
Sementara itu, petani di Jawa Barat telah menerapkan pola pengamatan iklim untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim. Nandang Heryana, anggota Perkumpulan Petani Tanggap Perubahan Iklim Kabupaten Sumedang, mengatakan, pengukuran curah hujan dan potensi populasi hama menjadi pertimbangan dalam mengambil keputusan penanaman. Informasi mengenai faktor iklim penting bagi petani.
Penanggulangan banjir
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan berupaya semaksimal mungkin menyiapkan infrastruktur sumber daya air menghadapi musim hujan pada 2020-2021.
Direktur Jenderal Sumber Daya Air (SDA) Kementerian PUPR Jarot Widyoko, Jumat, mengatakan, Kementerian PUPR telah mengalokasikan dana penanggulangan banjir pada tahun ini sebesar Rp 4,5 triliun. Dana itu akan digunakan untuk normalisasi sungai, pemeliharaan sungai, perkuatan drainase, perkuatan tebing sungai, pembangunan kolam retensi, dan perencanaan teknis.
Kementerian PUPR telah mengalokasikan dana penanggulangan banjir pada tahun ini sebesar Rp 4,5 triliun.
Direktur Sungai dan Pantai Direktorat Jenderal SDA Kementerian PUPR Bob A Lombogia menambahkan, ada beberapa daerah yang harus mendapat perhatian khusus pada Oktober-November 2020. La Nina akan sangat berpengaruh di bagian utara dan selatan Sumatera, sebagian besar Jawa, Kalimantan, serta Sulawesi bagian selatan dan utara.
Kementerian PUPR sudah menginstruksikan semua balai di seluruh Indonesia agar waspada dan menyiapkan personel, peralatan, serta bahan-bahan lain yang diperlukan. ”Menurut kami, daerah yang sering mengalami banjir perlu mendapat perhatian. Misalnya, daerah cekungan Bandung dan hilir atau muara sungai di Jakarta, Semarang, Demak, dan Pekalongan,” ujarnya.
Direktur Bendungan dan Danau Direktorat Jenderal SDA Kementerian PUPR Airlangga Mardjono menuturkan, sebanyak 15 bendungan sudah selesai dibangun pada 2019. Penyelesaian 15 bendungan pada tahun lalu menambah tampungan air sebanyak 1,24 miliar meter kubik. Pada 2024, ketika program 61 bendungan selesai semua, akan ada tambahan tampungan sekitar 2,59 miliar meter kubik. (SATRIO PANGARSO WISANGGENI)