Sulit Bertahan, Peritel Mulai Tutup Operasional Gerai
Usaha ritel makin tertekan oleh pandemi. Sebagian peritel mulai menutup gerai. Hasil riset JLL, tingkat okupansi pusat belanja di Jakarta triwulan III-2020 sekitar 88 persen, turun 2 persen daripada triwulan II-2020.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bergulirnya pembatasan sosial berskala besar atau PSBB yang beberapa kali diperketat dan dilonggarkan belum mampu mengangkat daya tahan peritel. Selama triwulan III (Juli-September) 2020, sebagian peritel memilih untuk menutup operasional toko atau gerai karena tidak mampu bertahan.
Hasil survei JLL tentang Jakarta Real Estate Market Overview Triwulan III-2020, permintaan ruang ritel di pusat perbelanjaan di DKI Jakarta merosot menjadi -13.400 meter persegi (m²). Hal itu, antara lain, dipicu oleh penutupan sejumlah peritel atau penyewa pada triwulan III-2020.
Dewan Penasihat Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Tutum Rahanta menyatakan, penerapan PSBB di DKI Jakarta sejak April 2020 akibat pandemi Covid-19 telah menyebabkan tingkat kunjungan ke mal merosot dan berimbas ke anjloknya bisnis ritel. Kebijakan larangan makan di restoran (dine in) memicu turunnya lalu lintas pengunjung ke mal, yang juga berdampak pada usaha ritel non-makanan dan minuman.
Ketika PSBB sempat dilonggarkan dan memasuki masa transisi, usaha ritel mulai bergerak. Namun, meningkatnya kasus Covid-19 menyebabkan PSBB kembali diperketat pada pertengahan September 2020, yang membuat bisnis ritel kembali anjlok. Ketika PSBB transisi kembali digulirkan pada awal Oktober 2020, kondisi itu sulit mengangkat beberapa usaha ritel yang sudah telanjur terpuruk di tengah daya beli masyarakat yang terus menurun.
Pelaku ritel berusaha tetap bertahan menutup sebagian gerai yang performanya terus merosot akibat omzet yang dihasilkan tidak mampu menutup biaya sewa di pusat perbelanjaan. Kolaborasi peritel (tenant) dengan pengelola mal telah dilakukan. Sejumlah pengelola mal sudah memberikan kelonggaran tarif sewa sesuai dengan kemampuan dari pusat belanja. Namun, sebagian peritel sudah sulit bertahan karena terus merugi.
”Sebagian peritel berusaha tetap bertahan dengan menutup gerai-gerai yang performanya jelek, yakni tidak bisa menjanjikan pendapatan memadai dalam 6-12 bulan ke depan,” kata Tutum, Sabtu (17/10/2020).
Tutum menambahkan, pengelola mal ataupun peritel (tenant) telah bekerja sama dalam mengurangi dampak pandemi terhadap bisnis mereka. Pemilik mal-mal premium umumnya mampu melakukan negosiasi untuk mempertahankan peritel dengan diskon tarif sewa dan keringanan lain. Peritel skala besar ataupun memiliki penjualan bagus berupaya dipertahankan oleh pusat perbelanjaan.
Sebaliknya, ada pula pusat perbelanjaan yang tidak memiliki kemampuan finansial memadai untuk terus memberikan keringanan dan diskon kepada penyewa. Sementara daya beli konsumen terus menurun di tengah pandemi Covid-19. Pemasaran melalui daring dinilai belum berkontribusi besar terhadap total penjualan ritel.
Head of Research JLL James Taylor mengemukakan, tingkat okupansi pusat perbelanjaan di Jakarta pada triwulan III-2020 sekitar 88 persen atau menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yakni 90 persen. Sebagian penyewa memilih tidak beroperasi sementara selama pengetatan kembali PSBB pada pertengahan September 2020. Meski demikian, tingkat okupansi di pusat perbelanjaan kelas premium masih pada kisaran 90-95 persen.
Tarif sewa pada triwulan III-2020 turun -0,6 persen jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan permintaan ruang ritel di pusat perbelanjaan menjadi -13.400 m² pada triwulan III-2020 dinilai sejalan dengan dinamika ruang ritel yang tersewa dan ditinggalkan oleh peritel. ”Sejumlah tenant (peritel) tutup pada triwulan III-2020. Tren penutupan gerai ritel juga terjadi dalam kurun waktu enam bulan terakhir,” kata James.
Sebelum pandemi, gerai makanan dan minuman serta pusat hiburan, seperti bioskop dan permainan anak-anak, menjadi dua hal utama yang menarik minat orang pergi ke mal. Kini, di tengah pandemi Covid-19, aktivitas hiburan masih ditutup sehingga menimbulkan kesulitan bagi peritel ataupun pemilik mal.
James memprediksi, pertumbuhan mal masih akan melambat seiring dengan pertambahan suplai baru ruang mal hingga awal tahun depan serta tarif sewa diprediksi juga akan terus turun. Hingga saat ini, luas pusat perbelanjaan berkisar 2,9 juta m². Pasokan mal baru diperkirakan akan bertambah lebih kurang 360.000 meter persegi dan beberapa di antaranya akan beroperasi pada akhir 2020 dan sepanjang 2021.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengemukakan, saat ini dunia usaha sudah melakukan efisiensi secara maksimal sehingga sudah hampir tidak ada lagi yang bisa dilakukan untuk efisiensi. Pemerintah sudah memiliki banyak program stimulus ataupun relaksasi. Namun, realisasinya masih sangat lambat sekali.
”Pemerintah harus bertindak cepat dan sigap agar perekonomian tidak terpuruk semakin dalam, mengingat pandemi masih akan berlangsung cukup lama,” katanya.