Bangun Ketahanan Pangan Lewat Gotong Royong dan Inovasi
Ketahanan pangan bukan semata tanggung jawab pemerintah, tetapi masyarakat juga dapat bergotong royong melakukan inovasi memenuhi kebutuhan pangan.
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 telah menambah kekhawatiran baru di area pangan dan pertanian. Namun, saat bersamaan, pandemi juga turut memberikan kesempatan membangun kembali sistem pangan dan pertanian.
Pada masa pandemi Covid-19, semua elemen negara perlu berperan aktif, termasuk masyarakat untuk membangun modal sosial dan kemandirian. Dengan kata lain, rakyat membantu rakyat.
Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Rimawan Pradiptyo menyampaikan, ketahanan pangan dapat dibangun melalui gotong royong dan inovasi. Dalam upaya menghadapi pandemi Covid-19, Rimawan menjalankan gerakan Sonjo (Sambatan Jogja): Gotong Royong Daring di Masa Pandemi.
”Sambatan ini bentuk gotong royong yang tumbuh subur di pedesaan Jawa. Seperti halnya Sambatan, Sonjo mencoba mentransformasi waktu dan tenaga kerja, serta sumber daya non-finansial lain untuk mengatasi dampak Covid-19,” kata Rimawan saat dihubungi, Sabtu (17/10/2020).
Sonjo merupakan gerakan kemanusiaan berbasis kontribusi sukarela untuk bergotong royong membantu sesama. Tidak ada sumber pendanaan untuk menjalankan gerakan dengan misi membantu masyarakat rentan dan berisiko dari dampak Covid-19 tersebut.
”Kita tidak mungkin selamanya hanya mengandalkan subsidi (pemerintah), maka yang kemudian dipikirkan adalah bagaimana membentuk kemandirian. Kami menggerakkan ekonomi tanpa uang, hanya memanfaatkan tenaga, waktu, dan infrastruktur yang ada,” ujarnya.
Rimawan menjelaskan, Sonjo dijalankan menggunakan aplikasi grup Whatsapp sebagai media mempertemukan penawaran dan permintaan yang menciptakan pasar virtual pangan. Grup ini dibangun untuk mengatasi kendala suplai pangan yang sempat tersendat di awal pemberlakuan pembatasan sosial di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Hingga 15 Oktober 2020, sudah terbentuk 10 grup Whatsapp Sonjo, dua di antaranya grup Sonjo Pangan dengan masing-masing anggota berjumlah 256 orang dan sekitar 180 orang. Anggotanya, antara lain, terdiri dari para pakar di bidang pangan, petani, peternak, serta pelaku usaha.
Salah satu program dalam Sonjo Pangan ialah Etalase Pasar Sonjo yang bertujuan meningkatkan cakupan pasar dan membantu usaha mikro dan kecil (UMK) menuju pasar daring(marketplace). Jumlah UMK yang tergabung mencapai 315 pelaku usaha per 15 Oktober 2020.
”Kami enggak lagi membicarakan bagaimana menyerap produk, itu persoalan di April. Sekarang bicaranya kualitas, inovasi, dan kebersihan proses produksi sehingga rekan-rekan enggak perlu banting harga untuk membuat produknya terjual,” kata Rimawan.
Sebagai upaya meningkatkan keterampilan pelaku usaha, Sonjo mengadakan program Sonjo Migunani yang mengajak para anggotanya untuk berdonasi video keterampilan. Video berisi tip sederhana untuk berproduksi dan melakukan transaksi daring sehingga semua anggota bisa mempelajarinya.
Beberapa program Sonjo Migunani yang sudah berjalan, antara lain, webinar Teknik ”Frozen Vacuum Packing” bersama Mbah Mendes dan webinar Sharing Teknik Vacuum Packing pada Industri Makanan. Kedua webinar tersebut kemudian dibagikan ke setiap grup Whatsapp Sonjo dan laman Sonjo.
”Saya tidak membayangkan (Sonjo) bisa membesar seperti ini. Kalau ditanya dimulai dari mana? Dari membantu tetangga dan masyarakat sekitar yang pada saat bersamaan, juga membantu diri sendiri dan keluarga,” tuturnya.
Baca juga: Petani dan Nelayan Berkeberatan dengan RUU Cipta Kerja
Sonjo, menurut Rimawan, membuka kesempatan bagi komunitas di luar Yogyakarta yang ingin melakukan gerakan serupa. Anggota komunitas dapat menjadi pengamat di grup Whastapp Sonjo untuk mempelajari proses interaksi antara pelaku usaha dengan produsen atau konsumen.
”Diharapkan, teman-teman komunitas di daerah lain juga dapat membangun ketahanan pangan secara mandiri. Modal sosial akan tumbuh subur selama ada kepercayaan yang didukung integritas, transparansi, dan fokus capaian (dampak),” ucap Rimawan.
Peneliti di Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, Eng Fadly Usman, juga menilai, penanganan pandemi Covid-19 bukan semata tanggung jawab pemerintah. Namun, tanggung jawab semua pihak.
Perlu sinergi antara pemerintah, akademisi, dunia usaha, media, dan komunitas yang hendak dibantu, termasuk petani untuk menjaga ketahanan pangan di tengah pandemi. Untuk mengatasi persoalan, pemanfaatan digital dapat menjadi salah satu solusi meningkatkan kesejahteraan petani dan membangun ketahanan pangan.
”Agar masyarakat dan khususnya petani dapat dibantu, kini kami mencoba memaksimalkan aplikasi FreshFood ID. Layanan ini untuk mempertemukan antara petani dan pembeli sebab suplai makanan pokok juga merupakan perkara penting bagi masyarakat di masa-masa sulit seperti ini,” kata Fadly.
Dengan aplikasi FreshFood ID, pengguna (konsumen) dapat membeli bahan makanan segar langsung dari petani seperti sayuran, buah, telur, ayam, bebek, dan susu melalui ponsel pintar. Aplikasi ini juga memberikan layanan Smart Farm bagi petani agar dapat memantau lahan pertanian melalui ponsel pintar.
Seruan global
Perwakilan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) di Indonesia, Victor Mol, menyampaikan, pandemi menyingkapkan rapuhnya sistem pangan dan pertanian global serta memicu resesi ekonomi dunia. Diprediksi 132 juta orang akan menderita kelaparan sampai akhir tahun 2020 akibat resesi.
Sebelum pandemi, lebih dari 2 miliar orang tidak memiliki akses yang tetap untuk makanan yang aman dan bergizi. Hampir 700 juta orang berangkat tidur dalam keadaan lapar.
”Sistem pangan dan pertanian global pun tidak berjalan seimbang. Dunia mampu memproduksi makanan yang cukup, tetapi hal itu saja tidak cukup,” kata Victor dalam keterangan pers.
Sampai hari ini, kelaparan masih terjadi, tetapi angka kegemukan cukup tinggi, lingkungan rusak, dan pemborosan makanan tetap marak. Kurangnya proteksi pekerja sepanjang rantai pangan juga merupakan ironi di tengah kemampuan memproduksi pangan yang cukup.
Hal itu sesuai dengan tema Hari Pangan Sedunia tahun ini, yaitu ”Tumbuhkan, Pelihara, Lestarikan Bersama. Tindakan kita adalah Masa Depan kita”. Tema ini menyerukan semangat untuk membangun kembali sistem pangan yang lebih baik dan pertanian yang lebih tangguh dan kuat.
”Lebih dari sebelumnya, kita membutuhkan inovasi dan kemitraan yang kuat. Setiap orang memiliki peran untuk dilakukan mulai dari pemerintah, swasta, hingga individu untuk memastikan makanan sehat dan bergizi tersedia untuk semua,” ujar Victor.
Hari Pangan Sedunia tahun ini juga memberikan kesempatan berterima kasih kepada Pahlawan Pangan, yakni petani, nelayan, komunitas hutan, dan pekerja di seluruh rantai pasokan makanan. Sebab, dalam keadaan apa pun mereka terus menyediakan makanan untuk kita semua.
Bertepatan dengan Hari Pangan Sedunia, FAO berusia 75 tahun, berdiri pada 16 Oktober 1945 beberapa hari sebelum Perserikatan Bangsa-Bangsa didirikan untuk membangun pertanian dan menyediakan makanan yang cukup dan bergizi bagi semua orang. Kehancuran masif Perang Dunia II yang menimbulkan jutaan korban meninggal baik karena perang maupun kelaparan merupakan latar belakang berdirinya FAO.
Baca juga: Benahi Sistem Pangan Berbasis Kemandirian dan Keberagaman
”FAO lahir di tengah bencana. Situasi saat pandemi Covid-19 semakin menjelaskan bahwa misi FAO hari ini tak berubah sejak FAO berdiri 75 tahun lalu. Pandemi Covid-19 mengingatkan kita bahwa kecukupan dan keamanan pangan bergizi dan pola makan yang sehat penting untuk semua orang,” ujar Victor.